50. Penolakan Untuk Pergi

Start from the beginning
                                    

"DIEM!"

Yuu terhenyak. Cowok itu buru-buru bersembunyi dibalik gorden sebelum melonggokkan kepala kembali. Masih tidak menyangka dua wanita yang terlihat kalem, ketika marah terlihat semengerikan singa. Yuu sadar dia sudah salah mengambil langkah. Yuu rasa akan lebih baik jika dirinya mengendap pergi.

Yuu memelankan langkahnya. Tetap melakukan hal yang sama sekalipun eksistensinya disadari bahkan sejak awal berjalan. Dia tidak peduli. Tepat sebelum cowok itu melewati Irene dan Ibunya, Yuu memutuskan untuk mencuri segenggam keripik singkong dan satu donat yang dia gigit.

"Lo-" Aroma Yuu terlalu mudah dikenali. Irene bahkan tahu saat mereka terpisah sepuluh meter.

"Hehe." Yuu mendongkak, menatap kilatan mata sengit yang sangat jarang dia jumpai di rumah ini jika itu bukan dirinya.

"PERGI!" Suara mereka selalu jatuh pada tempo yang sama. Yuu berdecih. Jika momentumnya seperti ini baru anak dan ibu itu kompak.

Tepat setelah teriakan mengumandang di ruangan, Yuu memutuskan berlari. Secepat kilat memacu langkah agar tidak sampai terkejar.

"Kenapa anak itu masih aja ada di rumah ini? Emangnya apa kata tetangga kalau kalian tinggal di bawah atap yang sama?" Adelia mulai membuka suara membuat Irene ikut tersungut. Wanita itu jarang bicara, sekalinya berkata, selalu membawa Irene pada kemarahan.

"Kenapa Ibu peduli? Lalu kenapa Ibu juga masih beberapa kali tinggal di rumah laki-laki mesum itu, hah? Ibu bahkan gak pulang tiap aku nungguin." Sorot nyalangnya berubah sendu. "Apa karena harta?"

Irene tidak bermaksud. Bahkan cowok yang baru saja melipir terbirit-birit melampaui batas kewajaran mesum itu lebih buruk lagi. Tapi, melihat Adelia selalu digunjingkan tetangga dan pulang dengan banyak luka, Irene lebih tidak terima.

"Apa hak kamu bicara gitu, hah?" Adelia berdiri. Hentakan kaki seolah meruntuhkan atmosfer disekitar mereka.

"Karena aku anak Ibu. Aku-" Irene menunduk. Menyusut air mata yang perlahan jatuh tidak bisa dia bendung. "Aku cuma mau tahu sedikit hal tentang keluargaku."

Itu benar.

Tidak ada salahnya jika sesekali terlibat dalam sebuah pertengkaran. Itu wajar saja, justru terus-terusan didiamkan akan menjadi bom waktu yang setiap anak manapun tidak mengharapkan. Irene hanya berharap bisa mengerti dan dimengerti. Hanya Adelia yang cewek itu miliki, dan Yuu tentu saja. Irene tidak ingin kehilangan keduanya. Oleh karena itu, Irene harap dua sosok itu bisa sedikit terbuka sekalipun membuat keduanya membenci Irene.

"Aku cuma gak mau keluargaku disakiti." Dia masih menunduk. Menyorot lantai bersih dengan banyak bulir air yang terus menetes.

"Ibu... Ibu-" Adelia tercekat. Wanita itu hendak memeluk putri semata wayangnya tapi justru tubuhnya beku. Tangannya menolak perintah motorik yang dikirimkan saraf otak kecilnya agar memeluk sang buah hati. "Ibu mau kamu usir cowok itu!"

Tidak. Bukan itu yang Adelia harapkan keluar dari mulutnya. Meski bagaimanapun, Irene tampak lebih berseri ketika mereka bersama. Adelia tidak mengharapkan putrinya justru jatuh pada cinta yang salah, sama seperti Dia dan Rangga di masa lalu.

Setiap melihat Irene dan Yuu bersama. Adelia merasa putrinya aman dan terjaga. Tingkah konyol yang cowok itu lakukan terlihat begitu natural, termasuk cinta yang dia miliki untuk Irene. Yuu bukanlah sosok pemuda yang banyak berbasa-basi, cowok itu selalu to the point terhadap maksud dan tujuannya. Dan Adelia menyenangi niat baiknya. Tapi, kenapa justru kalimat jahat itu yang lolos keluar dari bibirnya?

Dua bola manik Irene membola. Cewek itu menutup mulutnya tidak percaya. Barusan itu seolah Ibunya yang justru memaksa Irene terjun ke dalam galian sumur dalam yang akan menjadi tempat persinggahan terakhir untuk dirinya.

"Ibu mau cowok bernama Yuu itu pergi dari rumah kita."

Kenapa mulutnya tidak bisa berhenti? Adelia sama sekali tidak mengerti.

"Tapi Yuu gak gratis tinggal disini. Dia bahkan ngerjain pekerjaan rumah yang aku gak mampu." Irene menelan ludahnya berat, "Dia juga yang masak tiap kali kita laper. Yuu yang selalu jaga aku, anter jemput aku kemanapun."

Bagi Irene Yuu itu semuanya. Kehilangan Yuu sama artinya dengan kehilangan hidupnya. Cowok itu hadir terlalu banyak menaruh pengaruh bagi Irene. Jika dia dipaksa berpisah, Irene rasa tidak hanya buta, cewek itu bahkan bisa lumpuh juga.

"Cuma Yuu yang gak pernah ninggalin aku sekalipun dalam kondisi buta kayak gini." Suara paraunya berubah lirih. Adelia dapat merasakan nada yang sarat kesedihan.

Dia sudah salah, tidak menyangka hubungan keduanya sudah serumit ini.

"Gue gak akan pergi."

"Yuu." Irene menoleh. Menyisir sekitar mencari arah suara berat yang datang menginterupsi.

"Gue ambil Irene kalau gue emang harus pergi dari sini." Irene tersenyum. Dia tidak menyangka akan begitu dicintai oleh sosok yang dia pungkiri sejak awal. "Sejak awal dia dateng ke gue, dia udah bilang gak akan pergi dari gue. Gue pegang janjinya sampe mati. Kalau dia sampai pergi dan ada orang yang bikin dia pergi. Gue patahin kaki mereka."

Yuu tidak pernah menerapkan sopan-santun dan sejenisnya. Cowok itu tidak pernah main-main dengan janji yang dia buat sepihak. Bahkan jika itu orang terdekatnya -keluarganya. Akan dia singkirkan jika berniat mengambil Irene darinya.

Yuu di ambang pintu tersenyum miring. Nada beratnya terdengar pelan dan teratur, dia melanjutkan, "Lo itu milik gue. Sekarang, besok, dan selaamanya."

***
Seppuku : ritual bundir di jepun.

10 chap lagi, road to tamat!

Bagian mana yang kalian suka?

Jangan lupa tinggalkan feedback.

Happy reading.

My Beloved Monster (TAMAT)Where stories live. Discover now