³⁹. tigapuluh sembilan

Mulai dari awal
                                    

Jay mengedarkan pandangan mencari Hana. Sejak tadi dia berusaha menarik perhatian gadis itu yang berujung diabaikan karena terlalu sibuk. Sekarang Jay ingin tahu apakah dia masih sibuk atau sudah luang. Hampir lima menit mencari dia tidak kunjung menemukan.

Teman-teman Jay menghentikan kegiatan berfoto-ria dengan kelompok perempuan kemudian ikut berpencar mencari keberadaan Hana.

"Liat Hana?" tanya Jay pada teman sekelas Hana.

"E-enggak, Kak." Mereka merunduk dalam kemudian pergi karena takut.

Jay kembali mencari. Saat menemukan Rona sedang berbincang heboh bersama Jeslyn, Lilaz, dan lainnya, dia langsung menghampiri.

"Hana dimana?" tanyanya tanpa berbasa-basi.

"H-Hana?" Rona menyahut duluan kemudian melirik teman-temannya. "Bukannya urusan kita udah selesai? Dari tadi gue gak liat Hana."

"Gue juga gak liat, terakhir kali pas rapat," tambah Sora.

"Ini udah jam berapa?" tanya Jeslyn.

"Jam lima sore. Bentar lagi malam, terus ini mendung."

Sontak mereka bangkit berdiri, Jeslyn dan Rona langsung menghampiri camp dimana orang-orang berada sedangkan yang lain mencari di tempat lain.

Sebelum benar-benar bubar, Lilaz bertanya pada Jay. "Emangnya Kakak gak tahu Hana dimana?"

"Kalau gue tahu ngapain gue nanya?" Tanpa mengatakan apapun lagi Jay beranjak pergi. Air muka Jay menjadi berkerut, terdapat rasa cemas di sana. Sejak tadi dia menghubungi Hana tapi ponselnya tidak aktif. Seketika dia teringat sesuatu, dengan cepat memeriksa toilet.

Kosong.

Semua bilik kosong. Jay langsung menatap ke dalam hutan. Bertepatan dengan gemuruh petir yang luar biasa, tanpa ragu dia memasuki hutan pohon pinus yang menjulang tinggi. Berjalan cepat, menoleh kesana-kemari berusaha mencari sosok gadisnya.

Hari semakin gelap dan kilatan petir beradu dimana-mana, Jay penuh kekhawatiran terus mencari Hana dengan gerakan gesit.

"Hana," teriaknya berharap Hana mendengar. "Park Hana!"

"Hana!"

"Hana lo dimana." Dia bergumam lirih, sudah terlalu dalam memasuki hutan namun tidak memperoleh hasil. "Jangan takut. Gue ada di sini, gue pasti nemuin lo."


°°°


Hana menutupi kedua telinganya dari keheningan hutan yang hampir membuatnya ketakutan setengah mati. Air mata terus mengalir, dia merapalkan doa berulang kali agar seseorang menjemputnya.

"Jay, tolongin gue," gumamnya sekian kali.

Selang lima menit suara semak-semak menarik perhatiannya. Hana langsung menyiapkan ancang-ancang kabur jika itu ular dan hewan semacamnya.

Suara itu semakin mendekat, Hana perlahan mundur ke belakang diiringi air mata yang masih mengucur. Dia meremat tali ransel seerat mungkin, menunggu beberapa menit. Namun mendadak suara itu menghilang, Hana melotot lebar, rasa takutnya semakin bertambah.

Dengan tergesa-gesa dia berlari dari sana. Entah sudah berapa lama memutari hutan, hari benar-benar sudah gelap. Dia berlari lagi saat mendengar desisan hewan. Lagi, kakinya tersandung akar hingga dia terjatuh ke tanah kasar.

Sedetik kemudian hujan mengguyur hutan, membasahi sebagian tubuh Hana yang kini berguncang karena terisak. Dia tahu dia yang bodoh memasuki hutan tanpa mengingat jalan pulang. Dia benar-benar bodoh. Hana bodoh!

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang