6 4 - Smooch

163 26 77
                                    

"Gimana?"

Nathan menoleh ke arahku lalu seketika tertawa terbahak-bahak, membuatku menahan senyum malu.

Aku sedang memakai bajunya sekarang. Walaupun cukup kebesaran, sebenarnya masih enak dilihat.

Hanya saja karena Nathan tinggi, jadi baju ini terlihat sangat kepanjangan untukku. Malah seperti dress, hingga celana pendekku hanya terlihat mengintip sedikit.

"Gue masukin aja, deh." Aku langsung berusaha memasukkannya ke dalam celana pendekku.

"Jangan! Lucu banget, lumayan jadi hiburan."

Aku mendengus namun kemudian membiarkan tampilanku seperti ini.

Asal Nathan bahagia. Hehe.

"Bikin apa?" tanyaku sambil berjalan mendekat. Dia melirikku sejenak.

"Susu panas. Enak kalo lagi hujan gini."

Aku mengangguk semangat lalu membantunya sedikit-sedikit sambil diam-diam masih mencerna setiap penjelasannya tadi.

"Kok lo bisa tau gue ada di," Aku berdeham sebentar. "Makam?"

Nathan tiba-tiba meletakkan sendok gulanya lalu menghadap ke arahku. Tangannya menangkup di depan dada sambil membungkuk sedikit membuatku kebingungan.

"Gue sebelumnya minta maaf yang sebesar-besarnya," katanya membuatku semakin heran. "Sheryl yang suruh gue."

"Sheryl suruh lo ke makam?" tanyaku semakin tidak paham.

"Bukan," Nathan melirikku sejenak dengan pose yang masih sama. "Sheryl suruh gue nguntit, eh maksud gue, ngikutin lo."

Aku terbelalak.

"Maksudny-"

"Katanya, cewek itu suka kabur sendiri. Mereka pengen dikejar biar tau rasanya diharapkan. Gue males ngejar orang yang kalo liat gue sekilas aja langsung ngilang. Jadi, gue ngejar lo diem-diem. Biar lo gak sadar kalo ternyata gue ngikutin lo, dan lo mulai melambat, dan di saat yang tepat gue berhasil nangkep lo."

Aku ternganga dengan penjelasan Nathan dengan perumpamaan ditambah gestur yang cukup menggelikan itu.

"Jadi, maksud lo-"

"Iya, gue minta maaf udah jadi stalker. Jangan laporin gue, please."

Pantas dia bisa duduk di belakang Rega sewaktu di kantin di hari saat aku meminta maaf. Ternyata dia mengikutiku!

"Iya, iya! Udah," kekehku geli melihatnya masih membungkuk. "Lagian kalo lo gak gitu, apa mungkin kita berdua bisa di sini dengan lo bikin susu panas dan gue make baju lo gini?"

Nathan tersenyum, mengacak rambutku lagi, merangkulku erat sejenak, lalu melanjutkan kegiatannya.

Aku tersenyum lega. Semuanya jadi terlihat dengan sangat jelas sekarang. Karena dilihat dari kedua sudut pandang, ceritanya jadi terlihat lebih seimbang dan masuk akal.

Kami akhirnya duduk berhadapan di meja makan dengan susu panas dan camilan.

"Gue gak tau siapa yang lo kunjungi di pemakaman," ucap Nathan setelah kami diam beberapa saat. "Tapi kalo lo belom mau cerita, gue juga gak maksa."

Aku tersenyum kecil, belum siap untuk menceritakan semua masalah keluargaku begitu saja di hari yang baik ini.

"Nanti, gue pasti cerita."

Nathan menatapku lalu tersenyum lembut seraya mengangguk, membuatku otomatis tersenyum juga.

Aku belajar untuk tidak lari.

WiFi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang