5 4 - Final Request

135 28 42
                                    

isi part ini agak berat, jadi baca dengan saksama ya😇

selamat membaca!

💨💨💨

ibu : dmn?

Aku mengernyit melihat gaya pesan Ibu yang berbeda, namun kemudian mengetik balasan sambil tetap menunggu bus di halte.

rena : di halte depan sekolah
rena : ini masih menunggu bus
ibu : ibu jmpt d gerbang dpn

Kepalaku menoleh dan menemukan mobil Ibu terparkir di tempat dia biasa menjemputku. Aku akhirnya melangkah menghampirinya.

Gagal sudah rencanaku hendak membeli buku dan mengunjungi makam Bunda.

"Naik," katanya langsung begitu aku membuka pintu. Tanpa banyak kata, aku masuk, memasang sabuk pengaman, lalu duduk dengan diam.

"Ayahmu yang menyuruhku menjemputmu, jangan berpikir apa-apa."

Aku terbelalak diam-diam mendengar bahasa Ibu yang berbeda total dengan sebelumnya.

Apa dia benar-benar membenciku sampai bahkan sebelum benar-benar bercerai pun hendak dia tunjukkan terlebih dahulu?

Tapi, mengapa? Bukannya Ayah yang harusnya lebih membenciku karena akibat kelahiranku sahabat baiknya meninggal? Tapi mengapa Ayah tetap mengadopsiku? Dan mengapa Ibu lebih membenciku padahal dia tidak ada hubungan apa-apa dengan Bunda?

Semuanya tidak masuk akal.

"Sebenarnya, kenapa?" tanyaku tanpa bisa kutahan. "Ata tahu, Ibu benci Ata. Tapi itu pasti bukan karena Ata anak adopsi. Pasti ada alasan lain. Apa?"

"Ah, jadi kamu sudah tahu bahwa kamu bukan anakku. Baguslah," jawabnya santai. "Itu mempermudah semuanya."

"Kalau Ibu memang tidak ingin kita berhubungan lagi setelah kalian bercerai, baiklah. Saya ikuti permainan Ibu," ucapku dingin. Ibu terdengar tertawa pelan.

"Kamu tahu banyak, ya? Kurang ajar sekali, tapi baguslah. Aku jadi tidak perlu repot-repot menjelaskan semuanya."

Aku menatap ke arah jalanan. Entah ke mana Ibu membawaku, tapi yang pasti ini bukan jalan ke rumah.

"Saya heran, kenapa Ibu mengadopsi saya jika ternyata Ibu membenci saya? Bukankah itu keputusan yang kurang bijak?" tanyaku dengan nada menyindir. Emosiku meledak-ledak saat ini, membuatku semakin tidak mampu menyaring kalimatku.

Ibu tampaknya tidak tersinggung. Ekspresinya malah semakin tertantang seakan sedang berbicara dengan rivalnya.

"Yah, semuanya baik-baik saja di awal. Walaupun aku tidak terlalu setuju untuk mengadopsi anak karena dia pikir aku mandul, padahal dia sendiri yang tidak berusaha sampai sekarang."

Aku yakin yang dimaksud Ibu dengan dia adalah Ayah.

"Kadang aku sangat tidak menyukaimu. Namun aku berpikir 'Ah, anak ini tidak tahu apa-apa. Ini bukan salahnya, tidak sepatutnya aku membencinya'. Jadi aku mulai berusaha menerimamu, walaupun aku tidak menyayangimu."

Jadi ini alasan setiap bahasa kaku yang ada. Mereka menjaga jarak, batinku sedikit terpuaskan dengan teka-teki yang selama ini kupendam.

"Tapi kemudian aku sadar, bahwa ini memang salahmu." Ibu tertawa sinis, tampak menggenggam erat kemudi mobil. "Ini semua salahmu."

Aku meliriknya aneh.

"Mengapa ini salah saya?"

"Kau tahu sebenarnya kau anak siapa?"

WiFi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang