4 0 - Drunk

253 56 41
                                    

"Halo?"

"Dia beneran sepupu gue," ucap Rega serak di seberang. Terdengar dentum musik yang sangat keras di sela-sela suaranya.

Oh, tidak.

"Rega? Lo di mana?" tanyaku langsung.

"Gue waktu itu mabuk, Ren." Suara Rega terdengar sayu, membuatku refleks cepat-cepat memakai jaket dengan tetap menempelkan layar ke telinga.

"Rega, gue jemput lo sekarang. Lo di mana?!" tanyaku mulai mengeras sambil mengambil kunci motor.

"Dia juga mabuk. Gue gak inget jelas, tapi kayaknya terus kita tidur."

Aku mematung sejenak, namun kemudian langsung tersadar lalu berlari ke pintu depan, ke luar, lalu langsung menguncinya lagi.

"Hahahaha, lo taulah maksud gue tentang kata 'tidur'. Ya kan, Renata? Yang di-"

"Lo di mana, Rega? Kasih tau gue sekarang," potongku tegas. Rega tampak bergumam tidak jelas sampai dia akhirnya menyebutkan suatu alamat. Aku mengingatnya, menutup telepon, dan langsung membuka google maps.

Begitu rute siap, aku langsung menyalakan motor milik Paman dan bergegas menuju ke sana.

Bagaimana pun, cukup mengejutkan bagiku mengetahui seorang Rega berada di club.

Apa ini yang dia maksud dengan rahasianya?

Sekitar lima belas menit kemudian, karena aku memacu kendaraan cukup maksimal, aku sampai. Dan langsung kulihat Rega yang duduk di pinggir jalan, tampak seperti orang gila mencari tumpangan.

Aku terbelalak melihat beberapa perempuan paruh baya dengan pakaian tak pantas tampak berusaha mendekatinya.

"Shh, pergi!" seruku begitu saja. Mereka tampak melirikku sinis namun tetap berlalu juga.

"Ahoy, Rena!" sapanya riang begitu melihatku. Aku mendengus, mulai berusaha memahami sosok lain dalam dirinya ini.

"Ahoy, Rega. Yuk, pulang. Gue anter," ajakku lembut. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Gue sampe rela duduk di sini biar bisa telepon lo," gumamnya pelan.

"Gue gak suruh lo duduk di pinggir jalan gini." Aku menarik-narik tangannya. "Ayo, pulang."

"Terus abis tidur gitu," Rega masih kekeuh melanjutkan ceritanya di telepon tadi. "Gue takuuut banget."

Aku akhirnya diam, cukup penasaran dengan cerita yang sebenarnya. Karena setahuku, ketika orang mabuk, setiap rahasianya bisa terbongkar begitu saja.

"Terus gue bilang ke Fanya, 'shhhtt, jangan kasih tau siapa-siapa', gitu." Dia menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, benar-benar memperagakan apa yang dia katakan.

Prihatin melihat Rega yang bercerita dengan nada riang namun sarat akan keputusasaan.

"Terus?" tanyaku pelan.

"Eh, dia bunting!" Rega tertawa terpingkal-pingkal, seakan benar-benar merasa geli. "Lucu banget gak, sih? Gituan cuma sekali bisa kasih masalah segini gedenya."

Aku tersenyum miris. Cukup.

"Ayo, Ga. Pulang. Badan lo basah semua," ajakku lagi sambil menarik tangannya yang lembab karena keringat. Dia menurut lalu bangkit berdiri.

"Gue yang nyetir, sebagai gentleman," katanya begitu saja. Aku mengomel.

"Gue sih, belum mau mati."

Rega akhirnya duduk di belakangku, tampak menjaga keseimbangan.

"Ngeng ngeng," katanya dengan nada lucu. Aku sebenarnya ingin tersenyum geli, namun pikiranku masih penuh dengan ocehan Rega.

WiFi [End]Where stories live. Discover now