5 0 - Not Alone (S3)

246 38 20
                                    

[ S E A S O N 3 ]

***

Vera terus mengelus bahuku selepas aku menceritakan semuanya. Ya, benar-benar semuanya, kecuali masalah Rega.

"Dari sudut pandang gue sebagai pihak netral di sini, menurut gue kalian semua salah. Tapi emang bener, coba kalo kalian gak backstreet, semua masalah ini gak akan terjadi."

Aku mengangguk kecil, setuju dengan pemikiran Vera.

"Tapi Nathan juga gak salah seratus persen waktu dia milih backstreet. Toh, manusia selalu belajar dari masa lalu, kan? Ya, walaupun dia juga salah di bagian nyamain lo sama Sheryl."

Aku termenung mendengar pendapat Vera. Ya, Vera benar. Nathan tidak bersalah seratus persen di sini. Aku juga ikut ambil andil.

Aku melirik ke arah Vera. Tangannya masih setia menepuk bahuku pelan sementara pandangannya tampak masih mencerna.

“Lo,” panggilku. “Nggak marah sama gue?”

“Marah,” jawabnya langsung dengan mantap sambil melirik ke arahku. “Jelas gue marah denger orang yang paling deket sama gue nutupin semua ini, bahkan bisa dibilang bohongin gue. Kenapa?”

Aku meringis dalam hati, mataku berair lagi. Ah, aku mengecewakan banyak sekali orang hari ini.

“Terus, kenapa nggak marahin gue?” tanyaku pelan, benar-benar akan menerima jika Vera hendak membentakku atau menjauhiku karena memang itu yang pantas aku dapatkan.

“Entah. Males mungkin?” tanyanya balik. “Lagian kalo gue ikutan ngambek, ntar lo sama siapa? Lo kan, gak punya temen.”

Aku mau tidak mau terkekeh mendengar sarkasme dari Vera yang entah bagaimana caranya malah menghiburku. Bukan sarkasme juga karena itu realita. Teman memang banyak, namun hanya Vera yang paling bisa kuanggap “teman”.

“Udah, jangan terlalu dibawa pikiran. Lo lagi sakit juga.”

Aku menghela nafas mendengar kalimat Vera barusan.

“Gimana bisa nggak dibawa pikiran?” lirihku. “Kebayang terus di benak gue, Ver.”

"Orang yang lagi berantem pasti selalu berusaha biar dia gak kelihatan salah dengan cara nyalahin pihak lain. Apalagi mereka terpengaruh emosi, jadi kadang ucapannya gak masuk akal atau dilebih-lebihkan," ucap Vera lagi. "Jadi lo gak usah terlalu memaknai setiap kalimat Nathan tadi. Mungkin dia cuma kelewat kesel aja."

Tapi nada suara Nathan tadi terdengar sangat bersungguh-sungguh. Benarkah itu keluar hanya karena dia kesal?

Aku jadi semakin ragu dengan pemikiranku sendiri.

"Gue gak nyangka Peter langsung nunjukin dengan jelas di kantin tadi," gumam Vera sendiri. "Gentleman banget."

"Apa sih, yang bisa disukai dari gue?" Aku mengacak rambutku stres. "Gara-gara gue, pertemanan mereka jadi kacau."

"Lo itu menarik, Ren. Me-na-rik!" Vera menjentikkan jarinya. "Jadi, jangan pernah mikir lo jelek."

"Apanya yang menarik, sih?!"

"Semuanya! Wajah lo tuh, manis. Ada semburat merah alaminya di pipi, chubby lagi. Rambut lo berantakan, gak lurus tapi juga gak gelombang. Itu yang bikin unik. Alis lo tebel walaupun hidung lo pesek. Bibir lo juga bagus. Bodi juga gak kurus gak gendut. Lo itu perfect! Apalagi sikap lo. Di luar aja keliatannya galak, padahal care-nya minta ampun. Terus-"

"Udah, cukup." Aku merinding sendiri mendengar diriku dideskripsikan sebegitu jelasnya. "Merinding gue."

Vera terkekeh, senang berhasil menghiburku walau sebentar.

WiFi [End]Where stories live. Discover now