²⁶. duapuluh enam

Mulai dari awal
                                    

"Kenapa dia dateng ke rumah lo?" tanya Jay setelah menjalankan mobilnya.

Hana menimbang beberapa kali jawaban yang akan ia lontarkan. Dia memikirkan baik-baik agar tidak melakukan kesalahan. Dia bukan pribadi yang suka berbohong. Tapi jika berkata jujur, dia takut kejadian di toilet terulang lagi. Namun, berbohong pun tidak ada gunanya, dia hanya akan menambah masalah dengan membuat Jay lebih marah. Oleh sebab itu, mengatakan yang sejujurnya adalah jalan terbaik.

Hana lebih dulu memikirkan kata-kata yang tepat agar Jay tidak salah paham.

"Sesuai cerita gue kemarin, dia itu kakak kelas gue pas SMP. Dia selalu ngebantuin gue di saat-saat sulit. Dia nolongin gue tanpa pamrih. Yang ngebuat gue jadi deket sama dia. Tapi dia pergi gitu aja selama dua tahun. Dan sekarang baru balik. Karena ngerasa perlu ngobrol, gue ngundang dia ke rumah."

"Jadi dia cinta pertama lo?"

Hana tercekat. Mengapa malah itu yang dipertanyakan?

"Jawab gue, dia cinta pertama lo?"

"Bukan. Gue cuma kagum."

"Sekarang masih kagum?" tanyanya lagi.

Membuat Hana merunduk memainkan gelang yang dipasang tadi. "Dia pergi gitu aja, ninggalin gue dan lainnya. Mungkin sekarang, udah memudar."

Jay melirik Hana melalui ekor mata. Sorot wajahnya sangat tajam dan mengintimidasi, auranya yang menyeramkan begitu menonjol, seperti saat pertama kali Hana berkenalan dengannya.

"Mulai sekarang, lo nggak boleh kagumi siapa pun."

"Siapa pun?"

"Selain gue."

Tidak ingin suasananya semakin mencekam, Hana mengangguk patuh dan tidak ingin berbicara lagi.

Di lampu merah, Hana menyadari sedang memeluk paperbag yang sudah menjadi kebiasaannya memberikan pada cowok itu. Melirik Jay lagi, cowok itu tampak fokus menatap ke depan. Hana baru menyadari rahang Jay begitu tajam ketika diperhatikan lebih lama. Selama ini Hana tidak pernah memandang wajahnya lebih dari tiga detik.

Figur wajah yang tegas dan tajam. Alis tebal dan hidung mancung, merebut semua atensi Hana. Parasnya seolah tidak mengizinkan Hana untuk mengalihkan tatapan. Untuk ukuran remaja, Jay yang terbaik. Pantas saja teman sekelasnya selalu memujanya bak dewa.

Tatapan Hana terkunci tatkala Jay juga melirik ke arahnya. Mereka saling bertatapan. Di menit berikutnya Hana memalingkan wajah ke arah jendela, merasa panas-dingin ketahuan memperhatikannya. Karena nyalinya menciut, dia tidak berani memastikan apakah Jay masih menatapnya lagi atau tidak.

Hingga akhirnya Jay bersuara dengan suaranya yang khas, yang masih sensitif di telinga Hana.

"Lo harus janji, gak kagumi siapa pun selain gue."

Sedikit demi sedikit Hana kembali melirik Jay. Pandangan mereka bertemu, Hana terhipnotis, ia menuruti perkataan Jay, mengatakannya dengan intonasi rendah. "Gue gak bakal kagumi siapa pun selain lo."

"'Lo' itu siapa?"

"Gue gak bakal kagumi siapa pun selain Park Jay," ulangnya.

"Bagus." Jay mengambil paperbag dari pelukan Hana. Mengeluarkan salah satu botol lalu meneguknya cepat. Saat lampu merah berubah jadi hijau, dia kembali melajukan mobil.

Sedangkan Hana? Dia berubah menjadi patung. Sampai akhirnya dia tersadar dan memalingkan wajah, begitu malu telah terpesona oleh paras itu.

"Semalem lo kenapa?" Refleks Hana melontarkan pertanyaan yang mengganjal dalam benaknya. Sedetik setelahnya dia merutuki diri yang tanpa aba-aba menanyakan sesuatu.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang