68 - Dia Menahan Sakitnya

Start from the beginning
                                    

"ikut gue sekarang." titah Tanzil terdengar sangat dingin.

Ia menarik Aster segera menjauh dari ruangan itu, berakhir pada lorong sepi yang tidak ada satu orang pun berlalu lalang.

"Lawan gue."

Aster hanya diam, melawan? Bahkan yang kini ada di pikiran Aster hanya Zhiva, Zhiva, dan Zhiva. "Bang... Gu—"

BUGH!

"Ayo lawan gue sekarang." ucap Tanzil setelah ia berhasil memberikan Aster bogeman mentah lagi.

Namun masih sama, Aster hanya diam tanpa berniat secuilpun membalas tindakannya. Tapi bukan ini yang Tanzil inginkan, ia ingin Aster melawannya.

"Lawan gue!" volume suara Tanzil naik satu oktaf.

BUGH!

BUGH!

BUGH!

Tanzil menatap Aster puas saat cowok itu memukulnya tiga kali berturut-turut, karna dengan ini Aster pasti akan lebih lega lagi.

"Bang! Gue gak mau kehilangan dia bang! Gue gak mau..."

Tubuh Aster jatuh ke lantai, lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Tanzil sangat paham, kali ini ia akan membiarkan Aster menangis sampai dia puas.

"Kalo lo mau dia, minta sama penciptanya."

Satu kalimat terakhir sebelum akhirnya Tanzil melenggang pergi meninggalkan Aster yang masih berderai air mata. Wajah Aster mendongak, ucapan Tanzil itu, itulah kunci dari semuanya.

Tanpa pikir panjang lagi, Aster berlari tanpa memerdulikan tatapan orang padanya. Menuju rumah paling nyaman di dunia ini, tempat ibadah.

***

Suasana di luar ruangan ICU benar-benar tegang. Altas, Justin, apalagi Acha, mereka semua sangat khawatir pada keadaan Zhiva. Sampai sekarang, dokter sama sekali belum keluar.

Mereka semua masih setia berdoa, berdoa demi keselamatan gadis itu. Justin, pria yang tak pernah sekalipun menagis di depan orang lain, kini air matanya mengalir dengan sendiri di pipinya.

Ceklek

Semua orang menatap sang dokter saat ia keluar dari ruangan. "Gimana keadaan anak saya dok?" Altas langsung bertanya, bahkan dokter itu sampai kaget karna pertanyaannya.

Sang dokter berdehem sebentar. "Keadaan dia sekarang kritis." ucapnya dengan helaan nafas.

"Apa lo nggak sanggup tanganin anak gue? Kalo enggak ya bilang, gue bisa cari dokter lain!" Altas menarik kerah baju sang dokter, hingga kini dirinya harus dicegah oleh Acha.

Dengan mata masih menangis, Acha mencoba membuat Altas melepaskan cekalannya pada kerah baju sang dokter.

"Al, jangan gini..."

Altas mendorong sang dokter. "Sembuhin anak saya bagaimanapun caranya!" ancamnya.

"Dok, apa Zhiva akan baik-baik saja?" timpal Justin. "Saya tidak bisa memastikan pak, sekarang kita hanya bisa berdoa. Zhiva semakin melemah, bahkan sekarang keadaannya kritis." jawab dokter itu.

Tubuh Justin serasa dihantam benda keras. Baru saja ia akan memulai untuk memberikan Zhiva kasih sayang, tapi sayangnya Tuhan malah memberinya seperti ini.

ASTERLIO [SELESAI]Where stories live. Discover now