[44] Hadiah Untuk Anya

1.9K 134 0
                                    

Terkadang hal sederhana bisa menjadi istimewa saat kita melakukannya bersama dengan orang yang kita cinta.

[ [44] Hadiah Untuk Anya ]

*****


"Uncle kita mau ketemu aunty Anya?"

Devon memutar bola matanya malas. Bocah dua tahun lebih ini sudah menanyakan pertanyaan yang sama sebanyak lima kali. Akan tetapi, seakan tak puas atau memang sengaja menjailinya, bocah yang tak lain adalah Evano yang merupakan anak Diana dan Agasa itu terus saja bertanya hal yang sama.

"Kata mama kalau ada yang nanya jawab," sambung Evano membuat Devon menghela napas.

"Iya, Evano anaknya Diana Agasa."

"Enggak boleh sebut nama, pamali."

Sepertinya Evano bukan anak Diana ataupun Agasa. Sungguh, sikapnya menyebalkan persis seperti dirinya, baik Diana ataupun Agasa, keduanya tidak menyebalkan. Namun, mustahil kan jika Evano adalah anaknya.

"Uncle kalau orang ngomong itu jawab."

"Na, Gas, gue gorok anak kalian boleh enggak sih?"

"Evan bingung kenapa aunty Anya mau sama Uncle."

Bocah yang sibuk mengemil kue marie itu kembali berujar dengan kalimat yang tidak pernah Devon duga.

Entah siapa yang salah.

Evano yang menyebalkan.

Atau ....

Justru Devon yang baperan.

"Evan becanda, Uncle. Kata mama, Uncle lagi sedih dan Evan harus hibur. Maaf ya kalau Evan enggak sopan."

Devon menghentikan laju mobilnya karena mereka sudah sampai di rumahnya dengan Anya. Kemudian, pria dua puluh satu tahun itu mengalihkan pandangannya ke arah bocah dua tahun lebih itu, lalu mengusap surai hitam milik bocah itu.

"Uncle enggak papa. Sekarang Uncle tahu kamu mirip sama siapa."

"Sama mama, banyak yang bilang itu."

Devon menggeleng. "Kamu mirip sama kakek Adimas."

"Oh ya? Tapi, Evan juga mau jadi dokter kayak kakek."

Devon tersenyum kemudian membantu melepaskan seat belt Evano kemudian dirinya dan keluar mobil dan langsung memutari mobilnya guna membuka pintu untuk Evano.

"Ayo turun!"

Evano mengangguk. "Ayo!"

"Gendong atau enggak?"

"Enggak usah, aku udah gede!"

Devon mengangguk kemudian menggandeng tangan mungil Evano dan menuntun dirinya dan bocah mungil ini masuk ke rumahnya.

Akan tetapi, langkahnya terhenti kala melihat sang adik keluar dari rumah dengan tas di gendongannya.

"Mau kemana?" tanya Devon.

"Mau pulang. Dea lupa kalau sekarang ada les. Terus ada belajar bareng temen-temen."

"Enggak usah terlalu ambisius, Dea."

Pasutri Player [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang