[34] Obsesi Angga

1.7K 132 3
                                    


Bagiku, jika kita mencintai, maka kita akan melakukan segala cara untuk memiliki.
Bukannya berpegang teguh pada kalimat basi, "cinta tak meski memiliki".
Itu bulshit.

[ [34] Obsesi ]

*****

"Nyokap lo, gimana? Baik-baik aja, kan?"

Devon tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Zemi yang baru saja tiba bersama sahabatnya yang lain, Agasa, Diana, Bianca dan Naka. Devon merasa beruntung memiliki mereka, mereka selalu ada untuknya. Terlebih Bianca, meskipun mereka sering berselisih, tetapi wanita itu tidak sungkan akan memeluknya, berusaha menenangkan dirinya kala dirinya jatuh.

Terkadang memang seperti itu, orang yang kita benci dan selalu berselisih dengan kita karena hal-hal sepele, justru mereka jugalah yang akan menjadi orang paling depan yang ada saat kita membutuhkan.

"Kita nanya kondisi nyokap lo. Kenapa jadi senyum-senyum?" Zemi menggelengkan kepalanya tak percaya atas apa yang menimpa sahabatnya. Selain jiwa humornya yang receh lenyap setelah Devon menikah, tetapi Devon menjadi gila mendadak juga.

"Nyokap baik-baik aja dan masalah gue senyum-senyum, gue seneng kalian selalu ada buat gue."

Bianca tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Devon. "Serius lo lebay ih."

"Devon terharu ada kita, Bi, enggak lebay ah." Diana membela.

"Cuman Diana yang mau bela gue, yang lainnya jahat," ujar Devon mendramatisir.

"Dasar gelay."

"Hah? Gelay apaan sih? Lagi viral itu."

Bianca menggeleng. "Gue juga kagak tahu. Ikutan aja ngomong haha."

"Setres," cibir Devon sambil mendengus kesal.

"Udahan lah debat mulu, kita boleh kan lihat nyokap lo?"

"Boleh," jawab Devon, "tapi kayaknya nyokap lagi ngobrol dulu sama bokap. Jadi, nanti ya kalau bokap udah keluar."

Kelima sahabat Devon mengangguk paham.

Mereka hanya tahu jika mamanya pingsan tanpa tahu penyebabnya apa. Devon merasa untuk saat ini, dia harus menyimpannya sendiri saja.

"By the way, Dea mana?"

Sontak semua langsung mengalihkan pandangannya ke arah si penanya, Naka.

"Lo nanyain Dea?"

"Dea, adik Devon?"

"Dea?"

"Lo nanya adik gue?"

Naka mengangguk kikuk.

"Kalian mah gak sadar aja semenjak kita SMP, nih anak suka banget lirik-lirik si Dea. Sampai akhirnya waktu kita kuliah, gue makin yakin kalau nih anak suka sama Dea karena sekalinya ada Dea, dia gak bisa mengalihkan matanya ke arah lain selain ke  Dea," ujar Zemi seraya merangkul Naka. Dia memang sadar jika sahabatnya ini selalu mencuri pandang pada adik Devon.

"Lo serius suka ke dia?" ulang Devon kemudian pria 21 tahun itu menggelengkan kepala, "jangan mau, pacar dia banyak."

"APA?!" pekik Zemi tak percaya, "lo yakin? Dia mah keliatan gadis baik-baik."

Pasutri Player [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang