[24] Jujurlah

2.2K 157 68
                                    

Selain setia, kejujuran adalah hal yang langka karena banyak dari mereka yang merasa lebih baik berdusta demi kebaikan bersama, tetapi tanpa mereka sadari justru kedustaan itu telah membawanya pada kehancuran yang sesungguhnya.

[ [24] Jujurlah ]

*****

"Kenapa gak sama Devon?"

Anya menatap heran pada Evellyn, dokter yang sedang memeriksanya. Memangnya kenapa harus dengan Devon? Bukannya Anya tidak mau dengan Devon, tetapi keadaan ini mendadak itupun karena usul dari Angga, Anya pun heran kenapa semua orang hari ini mendadak menjadi aneh.

"Emang kenapa, Tan?" Anya balik bertanya, "waktu di resepsionis Anya diusul ke dokter kandungan, sekarang ditanya kenapa gak sama Devon. Anya sebenernya kenapa? Anya hamil?"

Evellyn tersenyum tipis. "Emang kamu gak ngerasain apa-apa?"

Anya menggeleng. "Aku emang telat haid, Tan, tapi ini udah biasa."

"Kamu gak mual?"

"Tadi doang. Selebihnya engga."

"Kamu gak ngerasa kamu lebih manja atau pengen sesuatu yang gak biasa?"

"Ada," Anya tampak malu-malu, "pengen ngelus wajah Devon kalau lagi tidur, biasanya enggak kayak gitu."

"Selamat kamu lagi hamil, Nya."

Deg.

Dia hamil? Ini tidak mimpi, kan?

"Ta-tante serius?" tanya Anya memastikan.

Evellyn mengangguk. "Serius, mana boleh Tante ngebohongin pasien."

"Tapi kok bisa?"

Dahi Evellyn mengernyit. "Maksudnya?"

"Em.... Aku sama Devon cuman ngelakuin itu sekali, Tan. Emang bisa?" Anya tampak malu-malu dan ragu bahkan pipi gadis itu berubah menjadi merah seperti tomat.

"Bisa," jawab Evellyn yakin, "alasannya banyak, misalnya kamu lagi masa subur terus emang udah rezeki kalian. Kadang banyak pasangan yang udah nikah bertahun-tahun dan usahanya pun udah segala macam, tetapi mereka belum dikarunia anak karena takdir belum berkehendak lalu ada juga seperti kamu, usahanya mungkin terbilang gak terlalu ambisius, tetapi takdir sudah menakdirkan kalau kalian harus punya baby."

Mata Anya berkaca-kaca. Ini semua terasa mendadak. Masalahnya bukan dia tidak menginginkan ini, tetapi Devon. Apakah pria itu mau menerima kehamilan ini? Padahal sejak awal dia tidak menginginkannya hamil.

"Ada yang menggangu pikiran kamu?" tanya Evellyn lembut, selain sebagai pasien, tetapi Evellyn sudah menganggap Anya sebagai anaknya sendiri karena dia mengenal Anya sejak putrinya—Tiara—dan Anya masih mengenakan seragam SMP.

"Aku cuman takut, Tan," ujar Anya sumbang, menahan tangisnya yang sudah siap pecah.

"Kenapa?"

"Devon, Devon gak mau aku hamil, Tan. Anya takut kalau Devon engga nerima dia." Dia yang Anya maksud adalah jabang bayinya.

Evellyn tersenyum hangat kemudian tangannya terulur mengelus pundak Anya penuh kasih sayang.

"Perlahan-lahan Devon pasti menerimanya. Kamu harus sabar dan selalu berdoa sama Allah semoga Devon nerima semua ini. Tante juga minta, kamu jangan banyak pikirin. Usia kamu masih terbilang muda dan usia bayi kamu pun sama."

Pasutri Player [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang