[17] Malam Yang Gundah

3K 184 36
                                    


Pada dasarnya jika kamu mencintai, maka kamu pun harus siap terluka. Cinta dan luka memang satu paket, selalu bersama seiring dan sejalan adanya.

[ [17] Malam Yang Gundah ]

*****

"Bi biar Devon aja."

Bi Nina mengernyitkan dahinya seraya menatap sang majikan. "Den Devon teh kenapa? Kok tiba-tiba pengen bantuin Bibi. Padahal dulu gak pernah tuh Den Devon mau nyentuh yang kayak gini."

Devon mengumpat dalam hatinya. Dia akui baru kali ini dia ingin membantu ART di rumahnya, tetapi ini semua karena ada alasannya dan bagaimana pun ini harus berhasil.

"Dev udah rajin sekarang mah, Bi." Tentu Devon berdusta selama dia tinggal berdua dengan Anya, dia tak pernah membantu Anya mengerjakan pekerjaan rumah. Alasannyaa ada tigaa, pertama dia dilarang oleh Anya dan yang kedua dia malas dan yang terakhir ada ART yang kerjanya dari pagi hingga sore yang membantu Anya.

Bi Nani menyerah, dia lantas menyerahkan nampan berisi jus jeruk untuk seluruh anggota yang hadir di acara makan malam hari ini. "Yaudah, Bibi juga harus nyiapin yang lain kalau debat sama Den Devon kapan bisa selesainya."

Devon tersenyum senang. "Yaudah sini, Bi."

Bi Nani geleng-geleng kepala melihat perubahan Devon sebelum akhirnya pamit meninggalkan Devon sendiri.

Melihat bi Nani telah kembali ke dapur akhirnya Devon mengeluarkan sesuatu—obat pencegah kehamilan yang telah dihaluskan—di dalam sakunya untuk di tuangkan ke salah satu gelas yang berisi jus jeruk ini.

Devon tersenyum senang sebelum akhirnya dia sesegera mungkin menuju ruang makan menemui Anya beserta keluarga dan juga keluarga Devon sendiri.

Dia memang jahat, tetapi ini semua yang terbaik. Dia belum siap memiliki anak. Terlebih setelah dia tahu jika Anya pernah berkhianat di belakangnya.

***

Konspirasi meja cogan.

Zemi ingin sekali menertawakan julukan yang dia berikan pada perkumpulan dirinya dengan Agasa dan Naka di apartemennya atau lebih tepatnya di meja ruang tamu apartemennya.

Mereka memang sengaja berkumpul malam ini. Mereka ingin membahas perihal Devon. Biasanya Diana dan Bianca akan ikut, tetapi melihat kondisi Evano yang masih kecil akhirnya Diana tidak Agasa izinkan dan tentu hal itu membuat Bianca tidak bisa datang juga karena dia tidak mau menjadi perempuan satu-satunya diantara ketiga cogan ini.

"Gue ngerasa ada yang aneh sama pengakuan Safina, tapi gue yakin dia jujur." Naka yang buka suara pertama kali.

"Ngomong apa emang dia?" tanya Agasa.

Zemi hanya diam, menyimak saja.

"Dia bilang kalau itu nomor dia, tapi dia udah buang nomor itu empat tahun lalu tepatnya di taman kompleks Devon bertepatan dengan kejadian itu."

Zemi nampak mengetuk-ngetuk dahinya dengan telunjuk, dia tengah berpikir. "Kayaknya ada orang lain yang pegang nomor ini," ucapnya.

Agasa mengangguk setuju. "Tapi kita juga perlu waspada sama Safina karena bisa jadi dia boong."

"Oke," ujar Naka, "gue harap semua ini cepat selesai terlebih sekarang kayaknya ada masalah baru."

Pasutri Player [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang