[35] Misi Penyelamatan Tyas

Start from the beginning
                                    

Demi Anya, Devon dan harga diri wanita, Tyas maju tanpa ragu dan,

BRUK!!!

"Arghhhh.... Sialan."

Angga tidak pingsan. Tentu hal ini membuat Tyas semakin tak karuan. Ya Tuhan, bagaimana ini?

"Lo berani ganggu rencana gue, bangsat!"

Angga sudah tak lagi mengukung tubuh Anya, tetapi pria itu siap menerkam Tyas. Ya Tuhan bagaimana ini?

"Kenapa lo diem, hah?! Lo takut? Lo ngelakuin ini karena mau nembus kesalahan lo? Ingat ya lo itu jal—"

"JAGA UCAPAN LO! Lo iblis! Gue gak sangka ya Angga, lo tega ngelakuin ini sama Anya. Lo gila, hah?! Ini dosa, Ga! Dosa."

"Persetanan dengan dosa, Yas. Yang gue mau cuman An—"

Brukkk!!!

Tyas berhasil melayangkan balok kayu itu pada Angga untuk kedua kalinya dan Tyas bersyukur kini Angga pingsan dan ini saatnya Tyas menyelamatkan Anya. Anya harus segera dibawa ke rumah sakit. Anya tidak boleh kenapa-napa, terlebih kandungannya.

***

"Obat tidur sangat bahaya bagi ibu hamil, tetapi untung Anda membawa pasien tepat waktu."

Tyas bisa bernapas lega kala dokter mengatakan itu, meskipun perjuangannya tidak mudah saat dia harus membawa Anya ke sini, tetapi semua tergantikan dengan kondisi Anya yang baik-baik saja.

"Kandungan pasien sangat lemah dan itu sebabnya pasien mesti dirawat inap, satu atau dua hari."

Sebenarnya ini perkara mudah, tetapi dia tidak membawa dompetnya, dia tidak membawa ponselnya, bagaimana bisa Tyas membayar semuanya?

"Bagaimana, Bu?" sambung Bu Dokter bertanya.

Tyas menghembuskan napasnya, kemudian tersenyum tipis. "Lakukan yang terbaik."

"Baik, Bu, jangan lupa urus administrasinya."

"Baik, Bu, terimakasih."

Dengan langkah gontai, Tyas keluar ruangan. Bahkan penampilannya tidak jauh dari saat dia masih di villa. Bajunya lusuh, rambutnya berantakan, tetapi saat ini dia memakai sandal dan sandal ini milik Anya.

"Kasian banget ya, Bu, korban tabrak lari."

"Mana katanya, lukanya lumayan parah."

"Kekurangan darah lagi."

"Keluarganya enggak ada."

"Mana anaknya cakep banget."

"Iya, mana orang Jakarta lagi."

Tyas lantas menghentikan langkahnya. Firasatnya tidak enak. Tidak, ini tidak mungkin seperti yang dia bayangkan, kan? Devon tidak mungkin kecelakaan. Devon harus selamat sampai Bogor. Anya membutuhkan pria itu.

"Kalau enggak salah sih namanya Delon eh bukan Deri bukan juga Devon, iya Devon. Saya lihat KTPnya. Kebetulan saya saksinya."

Deg.

Cobaan apalagi ini, Ya Allah?

Bagaimana?

Tyas belum bisa mendapatkan uang untuk administrasi Anya dan sekarang dia mendapatkan info jika Devon mengalami kecelakaan.

"Ya Allah, hamba tahu salah hamba cukup fatal, tetapi apakah harus balasannya berimbas pada orang lain dan hamba tidak berdaya untuk menolong mereka, Ya Allah. Hamba harus apa? Hamba tidak mungkin lari dari tanggung jawab ini hiks.... Tolong hamba ya Allah."

"Mbak, Mbak, Mbak ini jalan, bisa Mbaknya bangun?"

Tyas baru sadar jika saat ini dirinya duduk di tengah jalan dengan berlinangan airmata bahkan kini banyak orang yang mengelilinginya.

"Mari, Saya bantu," ucap pria yang tadi menyadarkan Tyas bahkan pria itu tanpa sungkan mengulurkan tangannya, "Saya tahu Mbaknya lagi ada masalah, Saya akan berusaha membantunya. Mari."

Akhirnya Tyas menerima uluran tangan pria itu, pria berjas putih yang dia yakini sebagai dokter.

***

"Jadi, begitu ceritanya?"

Tyas mengangguk.

Dia menceritakan semuanya, tanpa terkecuali. Mulai dari dirinya yang melakukan kesalahan hingga berujung seperti ini. Entah, meksipun pria ini baru dia kenal, tetapi Tyas merasa jika pria ini pria baik-baik terlebih wajahnya yang manis membuat dia yakin jika pria ini memang pria baik dan tulus menolongnya.

"Biarkan saya membantu."

"Ta...tapi apakah tidak merepotkan?"

Pria itu menggeleng. "Tidak sama sekali. Kebetulan saya baru gajian, maaf bukannya sombong, tetapi hanya memberi tahu saja."

Tyas terkekeh singkat saat melihat pria itu dengan lugunya mengatakan hal itu. Sungguh, jika boleh jujur Tyas tertarik pada pria ini, tetapi jika dilihat-lihat, Tyas yakin umur pria ini jauh lebih tua darinya dan bisa jadi sudah memiliki istri.

"Udah, Yas, orang Jakarta aja gak usah cari produk luar kota."

"Sebelumnya terimakasih banyak."

Pria itu mengangguk. "Dalam Islam, menolong sesama itu adalah keharusan. Apakah mbaknya ini muslim?"

Tyas mengangguk.

"Alhamdulillah," ujar pria itu membuat Tyas mengerutkan dahinya, bingung.

"Kenapa ya, Mas?"

"Ah enggak," jawabnya gelagapan, "lebih baik kita urus administrasi teman mbaknya."

Tyas mengangguk kemudian tersenyum manis hingga lesung pipinya nampak. "Sekali lagi terimakasih, Mas."

"Sama-sama."

Tanpa keduanya sadari, sedari tadi jantung keduanya berdegup kencang. Entah karena apa, tapi yang pasti pertemuan ini sepertinya tidak akan berakhir sampai di sini saja karena pria itu yakin jika wanita yang berada di depannya ini adalah seseorang yang selama ini dia cari.

—Tbc.

A/n: cieeee ada yang ketemu Mas-Mas Bogor nih ehe, baru sadar ya chapter ini full Tyas, tapi gak papa, dia sesekali harus baik dan dia sudah menyelamatkan Anya dan buat Angga mati ajalah ya ehe, eh tapi jangan deh Tyas kasihan jadi pembunuh.

Jadi, cocok gak nih Tyas sama Mas-Mas Bogor?

Terus, maunya Angga aku apain? Buat mati aja atau jangan, tapi harus aku hempas menjauh dari kehidupan Devon dan Anya?

Semoga suka, terimakasih sudah mampir 🤗💜

Pasutri Player [ Complete ]Where stories live. Discover now