[22] Hari Bahagia Bersama

Start from the beginning
                                    

"Aku seneng kamu ada dia sini, Dev. Aku enggak bisa bayangin kalau ternyata bukan aku yang bisa ngeliat kamu tidur, tidur di samping kamu, nyuci pakaian kamu, nyiapin pakaian kamu, masakin kamu, beresin rumah," ujar Anya seraya mengelus pelan wajah Devon dengan tangannya, biasanya Anya enggan melakukan ini karena dia tidak ingin mengganggu Devon, tetapi entah kenapa malam ini dia sangat menginginkan hal ini.

"Doa aku masih sama, Dev. Semoga kamu cepat siap buat momongan ya? Aku pengen banget punya baby. Sedari dulu aku suka minta sama mommy, tapi mommy enggak bisa ngabulinnya, Dev. Aku kesepian sendirian di rumah. Sekarang Dea nginep di sini aku senang banget apalagi kalau kita nambah anggota ya?" sambung Anya lirih bahkan dari ujung matanya terlihat ada air mata yang mengalir begitu saja.

"Good night." Itulah kata terakhir Anya sebelum wanita itu lantas menutup matanya, menyusul sang suami yang sudah lebih dulu berkelana di alam mimpi.

***

"Wah, walinya Dea kompak ya sampai dua-duanya yang datang."

Anya tersipu malu dalam duduknya sedangkan Devon mengumpat karena dia malu. Sebenarnya Devon ingin sekali biarkan Devon saja yang datang, tetapi Dea menginginkan Anya juga datang, jika hanya Anya yang datang rasanya Devon tidak enak karena ini urusan Dea, adik kandungnya. Jadilah seperti ini, keduanya datang bak orang tua Dea yang hidup harmonis.

"Ibu juga gak sangka ternyata Devon sudah menikah," sambung Bu Lidya, wali kelas Dea.

Dea bersekolah di sekolah yang sama dengan sekolah Devon dulu, SMA Putih Abu. Jelas saja jika Bu Lidya mengenalnya karena Bu Lidya termasuk golongan guru yang ada pada masa SMA Agasa dkk dulu.

"Kenapa gak ngundang?" Bu Lidya kembali bersuara.

Devon tersenyum kecil. "Acaranya kecil-kecilan, Bu. Cuman keluarga sama temen mama papa dan soal resepsi pun kita belum mengadakan hal itu karena beberapa hal."

"Jang-jangan bilang kalau kamu ...."

Devon menggeleng. "Enggak, Bu. Bukan karena hal serupa yang menimpa Diana dan Agasa," ucap Devon yang memang sangat hapal kemana arah pemikiran Bu Lidya dan untuk Agasa juga Diana, Devon meminta maaf karena harus membawa nama kalian. Sungguh, rasanya ini sangat berat, tetapi Devon tidak mau ada salah paham.

Bu Lidya terlihat menghela napas lega. "Apapun yang terjadi, Ibu mau kamu sama istri kamu harus baik-baik ya. Jadi keluarga yang harmonis terus kamu juga jangan banyak pacar kayak dulu."

Haha ....

Rasanya Devon ingin menertawai dirinya yang tiba-tiba bertaubat dari dunia perplayboyan dan berakhir menikah muda dengan sang mantan.

"Buat kamu, jagain Devon ya," sambung Bu Lidya seraya memegang pundak Anya. Anya yang sempat terkejut pun perlahan tersenyum seraya mengangguk kaku.

Lidya sangat hapal bagaimana Agasa dkk dulu. Mereka itu anak-anak baik, meskipun Devon memang sering gonta-ganti pacar, tetapi Lidya tahu Devon anak baik. Sampai akhirnya kasus Diana dan Agasa ada, itu sangat menggemparkan dan tidak sedikit dari guru-guru yang menganggap mereka nakal, tetapi Lidya tidak seperti itu, Lidya yakin mereka anak baik karena dia pernah mengajar Agasa dkk dulu.

***

Dea sangat senang saat melihat dimana dirinya, Devon dan Anya sekarang. Anya yang melihat raut bahagia Dea lantas menghampiri gadis itu dan merangkulnya. "Ini hadiah buat kamu karena kamu udah bisa meningkatkan prestasi kamu," ujar Anya.

Dea lantas tersenyum lebar sebelum akhirnya memeluk Anya erat. "Makasih, Kak. Aku senang banget bisa main ke Dufan."

Dea memang bisa meningkatkan nilai rapornya, itu sebabnya Anya ingin memberikan sebuah apresiasi pada Dea dan mengajak Dea bermain di Dufan adalah pilihannya.

"Abang gak bisa ikut main, Abang ada jadwal kuliah."

Sontak, kalimat itu membuat Dea lantas melepas pelukannya pada Anya dan menatap Devon kecewa.

"Abang jahat."

"Abang ada jadwal, Dea, ngertiin Abang."

"Enggak mau! Aku mau sama Abang sama Kak Anya."

"Tap—"

"Jadwal kamu jam berapa?" Anya memotong ucapan Devon dengan pertanyaannya.

"Jam tiga."

"Ini masih jam setengah sebelas, Dev. Kita masih bisa main kan sebentar aja. Lagian ini buat hadiah Dea, kamu tega?"

Kini bukan hanya Dea yang menatapnya kecewa, tetapi juga Anya. Tentu hal itu membuat Devon serba salah. Sebenarnya Devon bisa ikut bermain di sini, tetapi dia malas. Sungguh. 

"Ayo lah, Bang," rengek Dea.

Mungkin Anya benar, ini hadiah untuk Dea dan akhirnya Devon mengangguk setuju membuat Dea melompat girang dan berakhir memeluk Abangnya.

"Dea sayaanggg banget sama Abaang."

***

Hampir satu jam mereka bermain-main di Dufan, selama itu pula Dea tak bisa menahan tawa bahagianya membuat Anya maupun Devon ikut merasa bahagia dan sedikit melupakan permasalahan diantara mereka yang menimpa akhir-akhir ini.

Bahkan Devon tak sadar sedari tadi tangannya menggenggam sebelah tangan Anya yang terbebas dari Dea.

Selain karena tidak ingin mereka terpisah, Devon merindukan genggaman ini, genggaman hangat yang membuatnya nyaman.

"Yeyyyyy giliran kita!!!" pekik Dea saat mereka kini sudah mendapatkan giliran untuk naik ke bianglala. Mereka memang sudah cukup lama mengantre.

Anya dan Devon duduk di depan Dea yang duduk sendirian. Dea senang karena akhirnya dia bisa melihat keharmonisan antara Abang dan kakak iparnya itu.

"Kak, hadap sini dong," ujar Dea, "Abang juga dong, soalnya mau Dea foto, view nya bagus lho."

Baik Anya maupun Devon lantas saling menatap sebelum akhirnya tertawa renyah dan mengikuti instruksi Dea untuk menghadap Dea dan siap berpose dengan gaya yang sangat romantis—Anya bersandar di bahu Devon dan Devon merangkul pundak Anya mesra.

Sontak hal itu tanpa mereka sadari, membuat jantung mereka kian berdebar hebat tanpa diminta.

Dan satu hal lagi,

Ini hari bahagia mereka.

Devon, Dea dan Anya. 

—Tbc.

A/n: sorry telat up, aku sibuk pacaran sama fisika, kimia, MTK, biologi, dll😍😂😪

Semoga suka ya, makasih dah mampir😍💜😘

Btw, ini bahagia dulu ya, sebelum nanti jedar-jeder haha😂

Pasutri Player [ Complete ]Where stories live. Discover now