Devon: Iya, ma😎😉😍😉😘😉😅😂😅😁

Begitulah Devon yang sebenarnya, akan membalas pesan mamanya dengan banyak emoticon karena katanya biar lucu dan sang mama biasanya akan mengomel, tetapi rasanya Deva rindu anaknya yang agak gesrek itu.

***

Keesokan harinya, Deva, Deris dan Dea datang ke kediaman Anya dan Devon.

Soal izin Anya, Devon sudah bicara dan katanya boleh saja. Lagian mana bisa Anya menolak? Anya kan baik, sangking baiknya saat dia lelah, Devon merasa Anya telah tiada di hidupnya, tak ada jejak apapun dari kebaikan sang istri.

"Mama titip ya?" ujar Deva ke sekian kalinya, mungkin yang ke dua puluh empat kali.

Anya tersenyum manis, senyum yang sudah lama Devon tidak lihat. "Iya, Ma. Dea aman sama kita. Lagian kita seneng ada Dea di sini. Rumah jadi rame."

Deva tersenyum penuh arti membuat Devon bergidik ngeri melihatnya. "Kamu bisa aja! Biasanya nih pengantin baru pengennya berdua saja soalnya takut des—awsshhh. Papa ih sakit."

Deris memang sengaja menghentikan ucapan sang istri yang mulai melantur dengan sebuah cubitan karena Deris tahu hanya itulah yang bisa membuat mulut sang istri bungkam.

"Nyamuk, Ma," ujar Deris asal.

"Bohong, sejak kapan ngusir nyamuk pakai cara nyubit."

"Sejak sekarang."

"Ih, Papa masih aja ngelak. Gak suka ya Mama. Lagian mana ada di sini nyamuk?" Deva mengecurutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Anya yang sedari tadi menahan tawanya bersama Devon dan juga Dea, "kamu pasti rajin kan, Sayang, bersihin rumahnya?"

Anya mengangguk kaku. "Iya, Ma."

Deva kembali mengalihkan pandangannya pada sang suami. "Tuh, apa kata Mama. Anya mana bisa biarin rumah ini kotor."

"Iya, Ma, iya."

"Dasar Papa mah ngaco! Kalau mau kode-kodean mah gak usah cubit kali, elus kek. Romantis dikit gitu."

Robek bibir istri, dosa gak sih?

***

"Ya, Kakak ke depan bentar ya?"

Dea menoleh pada Anya yang baru saja menyelesaikan makan siangnya. "Kemana, Kak?"

"Ke mini market, Ya. Kamu mau ikut?" Anya merasa ada yang harus dia beli, cemilan, ya cemilan karena Anya tidak mau jika Dea merasa kelaparan atau tidak mengemil saat berada di kediamannya karena Anya sangat hapal jika Dea itu memang hobi mengemil.

"Oh iya, Kak. Dea gak ikut, nggak papa?" tanya Dea hati-hati, takutnya Anya tersinggung akan tolakannya.

Anya menggeleng pelan. "Nggak papa, Ya. Kalau gitu Kakak pamit."

"Iya, Kak."

Sebelum bergegas pergi, Anya menyempatkan untuk pamit pada Devon dengan cara menyalami sang suami, meskipun tanpa ciuman seperti biasanya, tetapi Devon merasa jantungan karena sudah lama dia dan Anya tidak bersentuhan, meskipun hanya sekedar tangan dengan tangan.

Melihat Anya yang sudah tak lagi bisa dijangkau oleh pandangannya, Dea lantas menoleh ke arah Devon dengan tatapan penuh selidik membuat Devon mengerutkan dahinya.

"Apaan?" tanya Devon.

"Abang lagi berantem sama kak Anya?" tanya Dea to the point karena sejak pagi tadi, Dea melihat abang dan kakak iparnya ini tidak saling bicara.

Devon sudah menduga hal ini, pasti Dea curiga. "Enggak kok," elak Devon.

"Bener? Biasanya kak Anya bawel lho sama Abang atau jangan-jangan...."

"Jangan-jangan apa?"

"Kak Anya hamil!" pekik Dea.

Kedua mata Devon membola. "Gak usah ngaco kamu!"

"Ngaco?" beo Dea dengan kerutan di dahinya, "kak Anya ada suami, kenapa ngaco?"

Devon gelagapan, sumpah ini lebih menegangkan daripada berhadapan langsung dengan sang mama yang kadang menyebalkan itu.

"Abang mau nutupin dari kita ya? Abang sama kak Anya lagi bikin rencana buat kasih surprise ke kita semua ya?" sambung Dea, menggoda sang Abang.

"Kejutan apa sih, De? Lagian kamu kenapa sangkanya kakak kamu itu hamil."

"Ya, biasanya kan kalau ibu-ibu hamil mood swing dan Dea lihat kak Anya gitu, beda, kayak ya gitulah bukan kak Anya."

Andaikan Dea tahu yang sebenarnya, mungkin gadis berumur enam belas tahun itu tidak akan beranggapan seperti ini.

"Emang kak Anya gak telat haid?" sambung Dea bertanya.

Deg.

Rasanya Devon mengingat sesuatu, ini sudah tanggal terakhir di bulan Juni dan biasanya di tanggal 26 atau 27 setiap bulannya Devon akan melihat sampah pembalut di tempat sampah di kamar mandinya atau Devon akan melihat Anya yang mengeluh sakit perut karena haid. Akan tetapi, ini sudah tanggal 30, tetapi tanda-tanda itu tidak terjadi.

Jangan-jangan .... Anya hamil? Tidak, ini tidak mungkin. Devon ingat, dia sudah memberikan obat pencegah kehamilan pada minuman Anya saat itu.

Tidak mungkin, kan, obat itu tidak bekerja?

Tidak mungkin, kan, Anya hamil anaknya?

Devon menggeleng.

Tidak ini tidak mungkin, Devon belum siap.

Tbc.

A/n: Devon dan Anya melakukan itu, tanggal 2 Juni dan di scene ini udah tanggal 30 Juni. Kira-kira janin jadi gak ya? Entahlah, hanya aku yang tahu hhe. Nasib mereka ada di tangan ku kan ya? :)

Terimakasih sudah mampir 😍😘

Semoga suka🤗

Jangan lupa vote and comment💜😍

Pasutri Player [ Complete ]Where stories live. Discover now