Bab 51 : Hunting Prey (2)

52.2K 2.6K 42
                                    


“Sudah selesai dengan urusanmu itu, huh?” tanya Reynard yang sudah jengah menunggu Andrew di dalam mobil dengan rasa bosan yang sejak tadi menggelayuti-nya.

Andrew tidak memedulikan Reynard, ia seolah menganggap pria itu tidak ada disana. Setelah Andrew menutup pintu mobil kembali, juga memakai seatbelt-nya, kemudian ia menghidupkan mesin dan langsung menginjak pedal gas kuat-kuat, melesat pergi dari tempat itu.

“Budek!” celetuk Reynard yang kembali melemparkan pandangan-nya ke luar jendela.

Sikap dingin Andrew tidak pernah bisa berubah yang mungkin juga karena pengaruh mentalnya yang sedikit aneh.

Jika seseorang melihat orang lain dengan sikap dinginnya yang menyebalkan itu—tentu, banyak kemungkinan bagi mereka tidak menyukainya. Tapi, dari yang melekat dari diri Andrew tersebut-lah yang justru menjadi daya pikat tersendiri baginya.

Tidak ada satupun dari kedua pria itu yang berniat membuka pembicaraan—karena tampaknya, Reynard sendiri sudah lelah dengan dirinya yang terus berbicara hingga terasa berbusa—dengan hasil yang nihil untuk memancing Andrew. Sepertinya, Reynard harus bersabar hingga Andrew sendiri yang memulainya.

“Baiklah. Dimana rumah bajingan itu berada?”

Reynard menoleh, “Eddie maksudmu?” tanyanya, memastikan.

Andrew sedikitpun tidak menggubrisnya atau sekedar repot-repot meliriknya. Hal itu justru membuat Reynard semakin geram. Mau tidak mau, ia lantas harus mengalah.

“...350 meter dari arah sini. Didepan, kau bisa putar kanan ke hotel tempatnya kini menginap. Aku tidak yakin jika Eddie akan membiarkanmu masuk dengan mudah begitu saja. Jika tidak dengan pengamanan, bisa jadi ia melakukan lebih dari itu. Seperti menjebakmu, contohnya.”

“Kau takut?”

Reynard menarik napas panjang seraya memutar bola matanya jengah. “kau sangat tahu profesiku, Drew. Apa itu tidak membuktikan jika aku mampu?”

“Kita lihat, sehebat apa profesimu itu.”

Andrew mengerem mobil dengan mendadak. Kini, mereka sudah sampai di sebuah hotel yang menjadi tempat tujuan utama mereka. Tanpa penutup wajah apapun, Andrew membuka pintu mobil yang diikuti oleh Reynard dengan sanjata yang sudah siap—disimpan disaku masing-masing.

Andrew berjalan satu langkah lebih depan di banding Reynard. Tampaknya, Reynard sedikit kecewa dengan rencananya kali ini. Saat mereka sudah masuk di pintu utama hotel, Reynard berbisik ke arah Andrew masih dengan prilakunya yang terjaga agar tidak menimbulkan kecurigaaan.

“Dia dikamar 225 lantai 7. Aku tidak menduga jika situasinya seramai ini. Kau cari dia dengan ciri-ciri yang sudah aku sebutkan—sementara, aku akan mengalihkan semua orang disini.”

“Jangan meninggalkan jejak apapun dan sekecil apapun itu.” Sahut Andrew dengan tidak kalah memainkan drama-nya seolah sedang berbincang normal.

“Jangan ajarkan aku.” Desis Reynard yang kemudian melenggang pergi untuk menuju stage yang menjadi pusat keramaian. Jika saja tidak acara yang digelar di hotel ini, sudah pasti Andrew telah selesai membalaskan dendamnya dan tengah menyeringai puas.

Ya. Pembalasan dendam—pembalasan yang ia tunggu selama lima tahun terakhir mengenai kematian ibunya yang tewas dibunuh dengan orang yang masih samar dengan asal-usul serta motifnya. Jika saja bukan karena sebuah pembalasan dendam akan kematian ibunya, Andrew sangat ingin menghentikan kegilaan serta hasrat membunuhnya itu. Ia sangat mengharapkan kehidupan yang baru yang ingin ia tempuh bersama Resya setelah menikah—tanpa ada lagi kata “darah” yang menghiasi kehidupan gelapnya.

My Psychopath Boss ✔Where stories live. Discover now