Bab 41 : Resya's Mission

63.4K 3.4K 57
                                    


Hening.

Hanya terdengar suara sendok dan garpu saling beradu diatas meja makan. Gadis itu menatap makanannya dengan tidak bernafsu. Entah kenapa, makanan itu terasa hambar masuk ke mulutnya. Ini bukanlah aktifitas yang cocok disebut dengan sarapan pagi karena jam sudah menunjukkan waktu lebih dari yang seharusnya, apalagi tidak ada Andrew membuatnya tidak sedikit bersemangat.

Resya menarik napas jengah, dari tadi pelayan wanita itu terus saja memperhatikannya sambil berdiri diseberang meja.

Apa pelayan itu tidak kaku? Pikirnya

Ia menatap pelayan itu sekilas, menaruh sendok dan garpu ke atas piring. Kemudian, mengambil segelas air putih untuk mendorong makanan yang masih berada didalam mulutnya.

"Ehem...," gadis itu berdehem sembari membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman, "aku lupa siapa nama mu. Boleh aku tahu?"

Pelayan di depannya tampak mendongak dan tersenyum kikuk, ia terlihat bingung. Sejenak, wanita itu celungak-celinguk untuk memastikan apakah Resya mengajaknya mengobrol kepadanya atau salah dengar saja.

"A-anda bertanya padaku, Nona?" tanya pelayan itu dengan ragu.

Lagi-lagi, Resya harus menarik napas karena pelayan itu sedikit menjengkelkan, "Ya, tentu. Jangan terlalu bersikap seperti itu padaku. Aku bukan majikanmu. Oh, ya, satu lagi, panggil aku Resya."

Wanita itu tertawa canggung sambil menundukkan kepalanya, "hehe, nama saya Helenia, Nona. Anda bisa panggil saya Helen. Disini saya harus memanggil anda Nona. Bagaimanapun anda adalah kekasih Tuan Andrew, beliau juga yang menyuruh kami semua bersikap santun pada anda."

"Ayolah, darimana kalian yakin jika aku kekasih Andrew. Dia itu adalah Bosku juga. Duduklah, aku ingin berbicara padamu dan bertanya beberapa hal."

Dengan sopan, pelayan itu mengangguk dan menarik salah satu kursi makan di depan Resya. Gadis itu melirik kesana kemari untuk memastikan jika tidak ada yang mengawasinya dan kembali menatap Helen.

"...Bisa sedikit kau ceritakan tentang Andrew?" sambung Resya menatap Helen dengan tidak sabar.

"Seperti yang anda tahu Nona, jika-"

"Ayolah, Hel, panggil aku Resya. Itu sangat membuatku merasa tidak nyaman ketika berbicara, Andrew sedang tidak ada disini, jadi, jangan bedakan aku seakan memiliki derajat yang tinggi. Please, kali ini saja. Tidak ada yang dapat aku percaya dirumah ini."

Pelayan itu tampak menarik napas, mencoba agar ia bisa berkomunikasi baik dengan Resya tanpa ada rasa canggung diantara keduannya.

"Maafkan saya, Nona. Tapi, saya tidak bisa. Anda masih ingat saat pertama kali datang ke rumah ini?"

Resya mengangguk terpaksa. Pelayan itu, rupanya sangat patuh akan perintah Andrew yang tidak bisa dibantah.

"...saat itu, Tuan Andrew tampak bahagia. Kebahagiaan yang belum pernah kami lihat di dalam kesehariannya selama kami bekerja disini. Saat beliau membawa anda, ia tampak sedikit ramah kepada para pelayan dengan terus menyuruh kami ini, itu, untuk sekadar memastikan agar anda nyaman tinggal disini," Helen terkekeh sejenak, "yang tidak akan pernah kami lupakan adalah saat Tuan Andrew begitu banyak bicara."

"Tunggu, emang sebelumnya Andrew tidak pernah bicara? Dan kemana orang tua Andrew?" sanggah Resya.

"Ah, tidak. Bukan itu, hanya saja, yang saya tahu ia sangat irit ngomong dan berbicara seperlunya saja. Orang tua Tuan Andrew tinggal di New york. Satu lagi, Tuan juga, sebelumnya tidak pernah mau repot-repot untuk melirik pekerjaan kami didapur. Tapi, tadi pagi adalah sebuah keajaiban saat tiba-tiba saya kaget kerena beliau masuk ke dapur dan mengarahkan langsung pelayan untuk sebaik mungkin melayani anda saat dirinya sedang tidak ada dirumah."

My Psychopath Boss ✔Where stories live. Discover now