Bab 19 : Death Gale!

83.3K 5K 22
                                    

Menyadari suasana yang semakin tegang, Resya akhirnya angkat bicara, "Begini Sir, sebaiknya saya keluar dulu saja. Saya tidak enak jika harus mendengarkan pembicaraan kalian."

________________________________

Resya akhirnya keluar dengan perasaan lega bisa lepas dari Andrew.

Dia langsung melarikan diri begitu Andrew mengizinkannya keluar dan turun ke lantai 15 tempat dimana ia harus kerja extra.

Begitu sesampainya di kubikel, ia langsung gerak cepat untuk menyelesaikan pekerjaan nya.

"Kau telat, Re." ucap seorang pria yang muncul dari belakangnya.

Resya menolehnya dengan enggan, "Aku tahu, Kyle."

"Habis bercinta dengan Boss?" ucap Kyle, pria itu bersandar di meja Resya dan menghadap ke arahnya.

"Apa maksudmu?" Resya merasa kaget dengan ucapan Kyle yang terasa menohok hatinya.

"Ayolah, semua orang dikantor ini sudah tahu. Kau menjadi trending topic hanya dalam satu hari. Dan sekarang, kau sudah seenaknya datang terlambat. Hebat." imbuh Kyle dengan menunjukkan senyum sinis.

Resya merasa kaget dengan keadaan saat ini. Bukan karena gosip dia dengan Andrew, tapi lebih kepada sikap Kyle yang tidak seperti biasanya.

"Banyak tugas yang harus aku selesaikan, Kyle. Kau bisa berbicara nanti saat istirahat. Dan tentang gosip itu, aku tidak ada hubungan apapun dengan Bos."

Resya kembali sibuk dengan pekerjaannya, dan mengabaikan Kyle yang masih setia diam dipinggirnya.

"Aku harus ke ruangan Mr. Gale untuk menanyakan tugas ini." ujar Resya, sembari berdiri menatap Kyle.

"Hari ini divisi kita libur." sergah Kyle, saat Resya hendak saja berbalik.

"Apa maksudmu? Kau bercanda? Ini hari senin?"

Resya mengarahkan pandangan ke seluruh ruangan.

Masih banyak orang. Pikirnya.

Kyle tampaknya menyadari Resya yang sedang memastikan itu.

"Manager kita Re," ucap Kyle tiba-tiba dengan nada yang begitu lirih.

"Manager? Maksudmu Gale? Apa? Kenapa dengan Gale?"

Kyle tidak bergeming. Dia menatap Resya dengan pandangan kosong, membuat gadis itu semakin penasaran dibuatnya.

"Kyle? Katakan, ada apa sebenarnya?"

Tampak seluruh orang di ruangan divisi itu menghambur keluar, setelah salah satu dari mereka memberi interupsi untuk berkumpul, dan langsung menuju lift.

"Dia meninggal."

Deg.

Sekarang jantung Resya seakan mau copot dari katupnya. Dia merasa lemas seketika.

"Me--meninggal? Siapa? Katakan dengan jelas, Kyle." Resya semakin resah, dia bingung sekaligus kaget. Gadis itu sudah mulai berkaca-kaca.

"Gale, dia ditemukan dengan luka tembakan."

"Tidak. Kau pasti bercanda 'kan? Aku tidak percaya, aku akan ke ruangan nya sekarang."

Tak ada perasaan lain yang kini tengah gadis itu rasakan, selain kaget, tidak percaya, dan detak jantung yang sangat tidak beraturan, serta rasa kehilangan.

Ini tidak mungkin terjadi, tapi tidak mungkin Kyle berbohong padanya. Jika bercanda? Ayolah, kematian seseorang tidak lucu untuk dijadikan bahan lelucon.

Resya merasa baru saja kemarin dia mengobrol dengan manajer nya itu, dan sekarang? Bahkan dia tidak tahu mengenai kematiannya.

"Kejadiannya malam, polisi sedang melakukan olah TKP. Dan sekarang divisi kita akan ke rumahnya untuk melayat."

Belum jauh Resya melangkah, Kyle terus-terusan membuat dirinya hampir jantungan dan pingsan mendengar berita ini.

Sebuah air mata mengalir dari pelupuk mata Resya, gadis itu rapuh dalam sekejap. Gale terlalu baik untuk dipanggil terlebih dahulu oleh yang maha kuasa.

Gadis itu menangis.

"Sabarlah." Kyle menghampiri Resya dan mencoba menenangkannya.

"Aku merasa bersalah, Kyle. Aku bahkan baru tahu hal ini darimu." tangisnya semakin terisak, dia menjatuhkan semua dokumen yang dipegangnya dan jatuh ke pelukan Kyle.

"Aku tahu, kau sudah dekat dengannya. Tapi, kau tidak bisa menyalahkan dirimu juga atas kejadian yang menimpanya."

"Hiks, aku berharap ini hanya mimpi."

"Tenangkan dirimu, kita akan ke rumahnya."

Sementara di ruangan Andrew...

"Kematian Gale sudah diberitakan, polisi sedang menyelidiki nya."

"Kau kemari hanya untuk menyampaikan berita yang tidak berguna itu?" jawab Andrew dengan nada khas dinginnya.

Dia tidak mengacuhkan Finnick yang mencoba memperingatkannya. Andrew terlalu tenang, tidak ada ekspresi yang menampilkan cemas dan sebagainya di wajah tampannya itu.

"Aku hanya mencoba memberitahumu, Drew. Jangan anggap sepele. Seseorang bisa saja melaporkanmu pada polisi."

Mendengar ucapan Finnick yang dirasa seperti mengancam, Andrew menghentikan aktifitasnya yang sedang duduk dengan kedua kaki diatas meja dan memutar-mutar kursi kebesarannya itu, dia memasang wajah yang serius, lebih dari serius, hingga terlihat seram.

Finnick menyadari jika dia berhasil memancing Andrew untuk lebih bisa serius menghadapi hal ini.

"Kau tidak perlu khawatir. Aku selalu bermain rapi dengan korban ku tanpa meninggalkan jejak. Kecuali...," Andrew menggantungkan kata-kata nya dan menatap Finnick dengan lekat, "kecuali kau yang melaporkannya."

Finnick hanya menanggapinya dengan tampang santai, tanpa merasa takut dengan pria di depannya itu.

"Kau bodoh! Jika aku yang melaporkanmu, jelas sama saja aku bunuh diri. Aku tidak mau mendekam dipenjara denganmu."

"Selesai, bukan? Kalau begitu pergilah dari kantor ku." ucap Andrew sembari menunjuk ke arah pintu menggunakan dagu nya.

"Kau mengusirku? Baiklah, tapi aku tidak mau pulang dengan tangan kosong."

"Kau mau uang hanya dengan menyampaikan berita tidak berguna itu?"

"Bukan itu. Setidaknya, aku ingin berkenalan dengan gadis tadi." Finnick terkekeh dan segera memburu pintu, takut-takut Andrew bisa meledak dengan lelucon garing nya.

"Brengsek! Akan kubunuh kau jika berani menyentuhnya."

"Coba saja kalau berani." ujar Finnick dengan nada menantangnya. Dia sangat senang melihat Andrew yang marah dibuatnya.

"Sial kau!" Andrew melempar pria itu dengan sebuah pena. Tapi gagal, pria itu sudah terlebih dahulu menutup pintu.

Hanya terdengar kekehan nya dari luar. Membuat Andrew geram.

My Psychopath Boss ✔Where stories live. Discover now