Bab 2 : First Meet

199K 11.1K 170
                                    


~tok, tok, tok~

Suara ketukan pintu yang terdengar dari luar ruangannya, tidak membuat seorang pria yang tengah duduk di meja kebesarannya tersebut tidak lantas terganggu. Pria itu hanya melirik ke arah pintu dan kembali berkutat dengan kesibukannya.

Tidak lama, terlihat seorang gadis berambut hitam dan berparas manis masuk ke ruangannya.

"Excuse me Sir." sapa gadis itu.

"Duduklah. Tanpa basa-basi, sekarang mulai dengan pertanyaan pertama." Pria itu berbicara dengan nada yang begitu dingin.

"Baik, sir."

Setelah interview selesai, Resya berharap agar dirinya memiliki peluang ataupun sebuah keberuntungan mungkin?! agar diterima di perusahaan ini. Ya, karena mengingat calon-calon disini adalah orang-orang yang terpilih, so... keberuntungan pun sangat berpengaruh.

"Terima kasih sir, kalau begitu saya permisi."

Tanpa menjawab perkataan Resya. Sang presdir hanya mengangguk. Itu saja sudah menjadi jawaban yang sangat jelas bagi Resya untuk segera pergi.

Setelah bangkit dari duduknya, gadis itu terus saja berdebat dengan pikirannya. Mengenai Presdirnya yang sangat tampan. Bahkan akan terlihat manis jika dia tersenyum.

Pria itu tampan juga sekaligus menyeramkan. Bagaimana tidak? Sejak tadi ia menatap Resya dengan sorot yang tajam bak hewan yang telah menemukan mangsanya.

"Wait." potong pria itu dengan nada yang tegas.

Ucapan yang spontan dan bernada tegas itu berhasil membuat Resya kaget bukan main serta menghentikan langkahnya secara otomatis yang kini tepat berada di depan pintu keluar.

Dengan ekspresi yang menunjukan rasa takut, perlahan Resya berbalik. Bahkan saking gugup dan takutnya, ia sampai menggigit bibir dalamnya dengan kuat.

"Yes, sir?" tanyanya, dengan ekspresi gugup yang begitu kentara.

"So, satu pertanyaan lagi. Hanya memastikan." ucapan pria itu terhenti.

Tidak sampai 5 detik setelah pria itu melihat dokumen yang sedang dipegangnya...,

"Apakah benar kau asli orang Indonesia?"

Tatapan atasannya yang intens saat bertanya membuat Resya semakin merinding ketakutan.

"Ada yang salah, sir?" tanya balik gadis itu yang tentu bukan itu jawaban yang Bosnya mau.

Jangan bilang kalau perusahaan ini tidak menerima pegawai dari luar negeri. No, masa iya? Pikir Resya.

Pria di depannya terlihat senang mempermainkan mental seseorang yang kini masih tengah berdiri di ambang pintu. Tentu saja, karena ekspresi Resya sangat mudah untuk dibaca olehnya.

Pria itu terlihat sangat puas, namun hebatnya ia sama sekali tidak menunjukan rasa puasnya itu dan hanya menampilkan ekspresi yang datar. Berbeda dengan tatapannya yang selalu menusuk. Tatapannya itulah yang membuat semua orang bergidik ngeri saat melihatnya.

Bahkan, Resya sendiri mulai merasakan kalau badannya kini mulai bergetar kecil menahan rasa takutnya sejak tadi.

Berdiri didepan pintu, tentunya membuat Resya semakin tidak nyaman. Tapi, jika maju untuk duduk lagi mana mungkin?

Oh Tuhan... mengapa aku ditempatkan di posisi seperti ini? lirih batinnya.

Rasanya dari peserta pertama masuk, kini hanya dirinya yang melakukan interview sangat lama. Dan sekarang sudah lebih dari 15 menit.

"Jawab saja pertanyaan saya. Benar atau tidak?" tanya sang presdir, dengan sedikit membentak dan penuh penekanan disetiap katanya, "jangan balik bertanya jika saya bertanya. Dan jangan membelit-belitkan jawaban ketika menjawab."

"Yes sir, saya asli orang Indonesia." gadis itu menjawab dengan refleks.

"Oke." tidak peduli dengan orang yang sedari tadi berdiri, pria itu hanya memasang wajah tak acuh dan kembali melihat dokumen-dokumen yang sejak tadi sibuk dipegangnya.

What? Hanya itu pertanyaannya? Dan itupun dengan bentak-bentak? Batinnya.

Sekarang, Resya benar-benar kesal merasa mentalnya di permainkan dengan pertanyaan yang tidak seberapa itu. Tapi alhasil, bentakannya tadi, membuat ia kaget serta hampir jantungan dibuatnya.

Semoga saja perkataan Bosnya tidak terdengar keluar. Jika iya?apa kata orang diluar sana.

Menurunkan citra saja.

Resya memutuskan untuk segera pergi dari tempat yang menegangkan seperti itu. Namun, saat ia sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba saja gadis itu dikagetkan kembali dengan berdirinya sang presdir. Yang lebih parah, pria itu menghampirinya.

Ya, benar-benar menghampirinya. Membuat Resya ingin berlari saat ini juga serta berteriak ke semua orang yang ada diluar, bahwa presdir perusahaan ini adalah seorang Psikopat gila yang seolah siap menerkam dan menelannya bulat-bulat.

Tentu saja itu hanya khalayan belaka. Yang benar saja jika dia melakukannya, bisa-bisa ia disangka orang yang tidak waras. Apalagi jika mengingat pria ini sangat tampan. Lalu, mana mungkin orang akan percaya kalau Bosnya ini agak sedikit tidak normal dengan tanpa menunjukan ekspresi apapun di wajahnya.

Pria itu berhenti di hadapan Resya yang mungkin jaraknya kurang lebih hanya satu meter. Terlihat sebuah map yang Resya yakini adalah surat lamarannya yang beberapa hari lalu ia berikan ke perusahaan ini. Mau tidak mau membuat Resya pasrah. Karena takut-takut dia di tolak bekerja disini.

Biasanya, pengumuman diberitahukan paling telat 2 hari setelah wawancara selesai. Pengumumannya pun dikirim lewat email agar tidak susah-susah mengumpulkan lagi para calon pegawai. Mungkin dirinya tidak akan di terima di perusahaan ini dan dengan cepat pula pihak perusahaan mengembalikan surat lamaran kerja jika calon pegawai tidak diterima.

"Besok kau mulai bekerja disini."

Spontan, Resya kaget dengan penuturan sang presdir yang tampak menjulurkan tangannya dengan map yang ia pegang kepada Resya. Dengan ekspresi senang bercampur ragu Resya mengulurkan tangannya untuk meraih dokumen dari Bosnya itu.

"Serius?" Pertanyaan untuk meyakinkan itu tidak sengaja berhasil keluar dari bibir ranumnya yang berwarna peach. Karena jelas, gadis itu tidak bisa menahan rasa kaget dan senangnya saat ini.

Ucapan yang tidak sengaja itu membuat Resya kelabakan. Bahkan, rasa gugup yang tidak ia rasakan beberapa detik yang lalu kembali menghujamnya.

"I'm sorry. Maksudnya, anda serius?"

"Ya, kembalilah besok, jangan sampai terlambat."

"Thank you, sir" balas Resya seraya menjabat tangan kekar sang presdir.

Berbeda dengan ekspresi wajah Resya yang lebih senang dan lega. Pria itu justru memasang ekspresi seperti biasanya. Bahkan, pria itu tak pernah menampakkan senyum dibibirnya selama sesi wawancara ataupun saat setelah selesai.

***

My Psychopath Boss ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang