Bab 26 : Mission

80K 4.3K 15
                                    

Pukul 9.00 p.m

Andrew masuk ke kamar sebelah yang di tempati Resya. Pria itu berdiri menatap gadis yang dibawa ke rumahnya itu. Ia duduk dipinggir kasur, memperhatikan Resya yang sedang tertidur pulas.

Kau sangat lugu, membuatku selalu tidak habis pikir dengan sikapmu itu, membuatku frustasi jika memikirkannya. Ucap batin Andrew.

Andrew berencana untuk menepati janjinya kepada Jesse setelah menemui Resya.

Cukup lama, Andrew duduk disana sambil diliputi rasa aneh yang membuatnya merasa nyaman setelah melihat Resya. Entah ia tidak mau mengakui cintanya pada Resya atau ia memang benar-benar tidak sadar dan tidak tahu akan perasaannya sendiri.

"Tuan?"

Seorang pelayan pria tampak memanggilnya di ambang pintu yang setengah terbuka. Terlihat rasa takut diraut wajahnya.

Andrew menyadari itu, tapi ia tidak bergeming. Ia bahkan tidak mau repot hanya untuk sekadar meliriknya, "Hm?"

"Tuan, ada Mr. Finnick diruang tamu bawah."

Andrew masih enggan menoleh,
"Katakan padanya, tunggu 5 menit lagi."

"Baik, Tuan. Permisi."

Andrew menatap Resya yang masih damai dengan tidurnya, Kau manis juga, rupanya 'huh? ucapnya dalam hati, sambil terkekeh.

Baiklah, tidur yang damai, aku akan segera kembali.

Pria itu berdiri, ia membenarkan posisi tidur Resya dan menutupinya dengan selimut. Setelah selesai, ia langsung berjalan keluar kamar.

"Jaga gadis itu, selagi aku keluar." ucap Andrew kepada salah satu pelayan wanita paruh baya, yang ditugaskan khusus oleh pria itu untuk memberikan berbagai kebutuhan yang diperlukan Resya.

"Baik, Tuan." ucap pelayan itu dengan penuh hormat.

"Jika ia sudah bangun dan menanyakanku, katakan kalau aku sedang ada urusan yang penting."

Pelayan itu mengangguk sebagai tanda mengerti, kemudian Andrew melanjutkan langkahnya menuju lantai bawah untuk menemui Finnick.

Finnick adalah partner kerja sekaligus klien Andrew, ia bukan hanya teman kerjanya saja, bisa dibilang ia adalah sahabat dekatnya.

Saat Andrew tiba diruang tamu lantai bawah, ia tidak menemukan Finnick. Lalu, pria itu mencoba untuk mencarinya diruang TV. Dan benar saja, Finnick sedang asik menonton disana, dengan ditemani beberapa camilan.

Andrew mendengkus kesal, ia menghampiri Finnick, mengambil remote dan mematikan TV yang tengah asik ditonton oleh pria itu.

"Ck, aku mencarimu diruang tamu Fin, cepatlah, waktu kita tidak banyak." Andrew memandang Finnick dengan tatapan kesal sambil melempar remote ke atas sofa.

"Secepat itu 'kah? Bukannya, kau sedang asik dengan gadis itu?" tanya Finnick dengan wajah datar. Kini pria itu menghidupkan kembali TV didepannya.

"Aku serius Fin, jangan coba-coba padaku. Dan, darimana kau tau tentang Resya?"

Andrew masih setia berdiri menatap Finnick yang tidak acuh.

"Dari pelayanmu," ucapnya tanpa menoleh Andrew, "sudahlah, lanjutkan saja dulu. Jika sudah selesai, baru kita jalankan misi."

Andrew menggeram kesal, ia paling tidak suka jika kesabarannya di uji seperti itu.

"Cepat keluar jika kau tidak mau mati disini." Andrew melangkahkan kakinya, ia keluar dari ruangan itu dan meninggalkan Finnick yang tampak shock dengan ancamannya.

Bagi Finnick, ancaman Andrew seperti petir yang siap menyambarnya jika tidak segera dituruti. Pasalnya, Andrew memang tidak pernah main-main dengan ucapannya.

Dengan segera, Finnick mematikan TV dan menyusul Andrew yang sudah melenggang pergi mendahului-nya.

○○○

"Kau yakin, akan membunuhnya?" pertanyaan Finnick berhasil membuat konsentrasi Andrew yang sedang menyetir, buyar seketika.

Andrew melirik Finnick dengan tatapan tajam yang seperti menghunus, Finnick merasa seolah tatapan Andrew itu adalah pedang, membuatnya mulai bergidik ngeri. Tapi, disembunyikannya rasa takut yang mulai merambat itu dengan senyum yang dibuat se-konyol mungkin. Pria itu memberi tanda damai menggunakan dua jari tangannya.

Shit! Ini mah salah ngomong. Pantas saja gadis itu sangat takut dengan Andrew. ujar batin Finnick.

"Wanita itu sudah membuat perusahaanku hampir bangkrut dengan mengotori nama baik perusahaan." ucap Andrew tiba-tiba, saat sebelumnya terjadi hening yang cukup lama.

Finnick menoleh Andrew yang sedang fokus menyetir. Ia memperhatikan sahabatnya itu. Tampak tidak ada kehidupan diwajah tampan Andrew.

Maksud dari tidak ada kehidupan tersebut bukan berati Andrew mati atau sebagainya. Tapi, lebih seperti tidak memiliki jiwa dan rasa empati. Rasa itu seperti terbunuh dalam dirinya dan sudah terkubur dalam-dalam.

Andrew seperti mayat berjalan bagi Finnick. Sikapnya yang tempramental dan dingin membuat ia seolah tidak memiliki jiwa, bisa dibilang, perasaannya sudah mati.

Pria itu hidup, tapi dengan jiwa dan perasaan yang sudah mati.

Sejak bertemu dengan Andrew dan memulai pertemanan, Finnick merasa ada sesuatu yang salah terhadap diri pria itu yang tidak diketahuinya dengan pasti, penyebabnya apa dan bagaimana.

Hanya inilah yang ia tahu tentang diri Andrew sejak ia mengenalnya, yaitu; obsesi, ambisi, jiwa psyco, arrogant, tempramental dan posesif. Ia sangat tau sifat posesif sahabatnya itu. Jika apa yang sudah menjadi miliknya, Andrew akan mempertahankannya walau nyawa sebagai taruhan. Namun jika yang menjadi keinginannya belum atau tidak terpenuhi, maka Andrew tidak akan segan-segan memiliki atau merebutnya dengan paksa.

Andrew hidup dengan rasa dendam yang membuat ia bisa bertahan dan mempunyai alasan untuk menjalani kehidupannya. Sebelum akhirnya, ia bertemu dengan Resya yang membuat ia sedikit berubah. Tapi, semakin menunjukkan sifat posesif nya.

Satu keinginan dihati Finnick untuk sahabatnya, yaitu, Finnick ingin agar Andrew merasakan hidup yang sesungguhnya tanpa harus membunuh. Hidup dengan cinta, kasih sayang, dan kelembutan tanpa harus ada kekerasan.

"Itu bukan salah Jesse, Drew. Orang tua dia-lah yang menjadi akar dari permasalahan ini. Wanita itu tidak memiliki salah apapun. Kau tahu sendiri 'kan, kalau dia mencintaimu." jelas Finnick panjang lebar.

Andrew hanya terkekeh mendengarnya, " Kau tidak tahu apapun Fin, aku tidak pernah mencintainya. Kau tahu sendiri jika aku tidak tahu apa itu cinta. Aku sengaja menjadi pacarnya, hanya agar lebih mudah untuk membalaskan dendam." ucapan Andrew begitu tenang, seperti tidak ada rasa emosi disana. Hal itu justru membuat Finnick lebih cemas dengan sikapnya yang kelewat tenang, tapi menyembunyikan sesuatu yang tidak akan terduga.

"Aku memang tidak tau inti dari permasalahannya, tapi setidaknya kau bisa memberitahuku."

"Akan segera aku beritahu secepatnya, Fin." Andrew menoleh Finnick dan tersenyum, bukan senyum normal yang sering orang lain perlihatkan. Senyum ini mengandung banyak misteri.

Bukan senyum, tapi lebih tepatnya menyeringai.

Andrew menginjak pedal gas untuk menambah kecepatan laju mobilnya. Ia begitu tidak sabar untuk kembali lagi mencium bau darah.

Ini akan menyenangkan. Ucap batinnya.

👻👻👻

My Psychopath Boss ✔Where stories live. Discover now