(2) #8

1.4K 283 123
                                    

Aline menyandarkan tubuh nya ke kursi yang ada di kamar nya, jemari bermain di atas meja menimbulkan bunyi ketukan secara random. Mata nya menatap kamar nya yang sedikit berantakan dengan tajam, memikirkan cara bagaimana ia bisa keluar dari lingkaran sihir yang di buat Ayah nya untuk mengurung nya.

Aline menghembuskan nafas nya kasar sambil mengadahkan kepala nya ke atas, menatap langit-langit kamar.

Perlahan, kepala nya mulai membayangkan pria itu ada di sini dan menemani nya. Aline tersenyum seperti orang gila, perlahan darah nya berhenti bergejolak. Aline mengerutkan kening nya sambil kembali mensejajarkan pandangan mata nya keheranan. Aneh, diri nya tak ingin marah setelah mengingat pria itu.

Cukup lama ia terheran dengan diri nya sendiri sebelum akhirnya kembali mengadahkan kepala nya.

Ini masih tak masuk ke dalam akal Aline. Di mulai dari bertemu seorang pria yang sering muncul ke dalam mimpi nya, membaca buku sejarah sihir, lalu di bawa ke sebuah desa bernama Hogsmeade, mengenali orang yang tak pernah ia temui, bertemu dengan makhluk aneh bernama Dobby hingga akhirnya sang Ayah yang menunjukkan jati diri nya.

What the hell with universe?

Kenyataan ini memuakkan,

Dia lebih baik hidup di perpustakaan, tidur dengan alas buku, makan dengan kertas buku dan melakukan segala hal dengan buku daripada menghadapi kenyataan nya yang sekarang.

Apalagi di hadapkan dengan kenyataan,

Dia pernah bunuh diri?

Hell, Aline tidak sebodoh itu untuk merelakan nyawa nya hanya karena seorang pria.

Ya 'kan?

Aline memejamkan mata nya kala telinga nya kembali mendengar suara angin ribut, beda nya, kepala nya tak ikut pusing dan jantung nya tak berdetak abnormal.

"Permen nya kabur. . .,"

"Ice cream nya mencair?"

"Barty Crouch Jr."

Aline berdecak sebal, apa darah nya berusaha untuk memberitahu nya jawaban setiap kali kepala nya di penuhi pertanyaan?

Aline mengerjapkan mata nya kala ia melihat sebuah bayangan, lagi.

"Slytherin!"

"Hela Bulstrode."

Aline meraih kaos kehitaman nya lalu mencengkram nya kuat kala ia melihat pria itu berciuman dengan seorang gadis lain dan di kerumuni oleh sekumpulan anak-anak remaja dengan jubah hitam aneh.

"Aku berhenti menjadi asisten mu."

Aline kembali merasakan nafas nya tersendat. Serioulsy, apa udara punya dendam pribadi dengan nya?!

"Aku tidak mungkin membenci pria yang ku cintai, Professor."

Aline membuka mata nya dengan paksa, tak mau melihat bayangan itu lebih jauh lagi. Ia mengambil nafas sebanyak-banyak nya. Aline bangkit dari kursi nya lalu berjalan ke arah jendela yang seperti nya kosong tapi ia yakin, Ayah nya tak mungkin membiarkan celah sekecil apapun untuk dia kabur.

Aline meraih daun jendela lalu menghirup udara segar itu dengan dalam, merileksasikan tubuh nya.

"Snape," Aline menyebutkan nama pria itu tanpa alasan, "Severus Snape." Aline tersenyum kecil, ia lantas menoleh ke arah langit malam yang terlihat indah dengan bintang yang bertaburan di sana. "Andai dia di sini."

Aline mengulum bibir nya sejenak lalu menghela nafas, dia mulai ngawur sekarang. Untuk apa dia mengharapkan pria itu ada di sini, di kamar nya? Hell, no.

Lagipula, Ayah nya sudah memasang sihir di sekitar rumah nya. Yang arti nya, pria itu tidak mungkin bisa menembusnya.

"Aline. . . ,"

Aline menarik nafas dari mulut nya lalu menunduk menatap para manusia dari atas sana, "Aku benar-benar akan gila," Aline berdecih pelan, "Aku bahkan mendengar suara nya."

"Aline," suara itu kembali terngiang, "Jelaskan pada ku, kenapa aku bisa ada di sini saat aku berfikir untuk mencari jalan agar bisa menemui mu?"

Aline mengerutkan kening nya, jika itu sekedar khayalan, otak nya tidak mungkin memerintahkan suara itu untuk mengatakan hal yang memberatkan.

Jadi, ini nyata?

Aline menolehkan kepala nya ke belakang lalu menemukan seorang pria dengan jubah hitam menyebalkan yang persis Aline lihat di dalam mimpi nya. Ini adalah pertama kali nya Aline melihat pria itu memakai pakaian nya.

Aline tak bisa menahan senyum nya dan bahkan tanpa ia sadari, ia menatap pria itu dengan lembut dan hangat. Padahal ia identik dengan tatapan dingin dan datar nya.

"Kau di sini, Sir."

Severus diam sejenak, "Yeah, itu lah yang ku tanyakan pada mu tadi."

Aline berbalik lalu menyandarkan pinggang nya ke daun jendela sambil melipat kedua tangan nya di depan dada, "Darimana kau masuk?"

Severus menaikkan satu alis nya lalu menoleh ke belakang dan menemukan jendela yang tertutup kemudian kembali menatap gadis itu, "Aku sedang duduk di ruangan ku dan memikirkan cara untuk menemui nya di saat Ayah mu memberikan–sihir yang sangat kuat."

"Kau memikirkan 'ku?" Aline tersenyum miring tapi itu lebih ke menggoda.

Severus mengulum bibirnya sejenak, sedikit salah tingkah, "Y-y-yeah, ak-aku hanya memikirkan mu sekilas, tidak sebenarnya, aku sedang mengerjakan sesuatu lalu aku teringat kau—"

"—Tetap saja arti nya, kau memikirkan ku, Sir."

"No—yeah, aku memikirkan mu, Of course. Tapi aku tidak bermasud begitu. Aku—"

"Jadi kau tak mau memikirkan ku?" Aline memotong nya cepat, "Aku sakit hati, sir."

"Bukan begitu, maksudku tadi, aku memikirkan mu, tapi itu tidak sengaja, aku memang memikirkan mu tapi saat aku–"

Aline diam, membiarkan pria itu mengoceh tidak jelas lalu tersenyum kecil. Perlahan ia melangkahkan kaki nya mendekat di saat Severus masih berusaha terus mengoceh, lalu memeluk tubuh pria itu hangat.

"—Lalu saat aku kembali duduk, kembali teringat pada mu–"

Severus terdiam kala gadis ini melingkarkan tangan nya di tubuh nya. Ia mematung dan merasakan darah nya berhenti mengalir. Ia tak tahu harus apa hingga tangan nya tergerak tanpa di perintah untuk membalas pelukan gadis ini. Seketika air mata nya meluncur dari manik kehitaman nya, entah kenapa, benteng pertahanan nya untuk menahan perasaan rindu yang sudah ia pendam dengan sangat kuat agar tidak mengejutkan gadis ini runtuh seketika. Ia tak sanggup untuk menahan nya lagi kala Aline sendiri yang menuntaskan rindu nya.

"Demi Tuhan, Aline." Severus terisak, "Aku hampir mati karena merindukan mu."

"Ini gila, Professor." Aline tersenyum walau pria ini tak bisa melihat nya, "Karena aku juga merasakan hal yang sama."

Tangan Aline semakin mengeratkan pelukan nya, "Aku hampir gila saat menyadari," Aline mengadahkan kepala nya agar bisa menatap wajah tampan pria ini, "Bahwa aku memang mencintai mu."

"A-a-al-aline. . .,"

Aline tersenyum lebar hingga mata nya menyipit, Severus bisa mati sekarang, karena ia sudah lama tidak melihat wajah imut gadis ini. "Kau tak perlu terkejut, Sir. Kau juga tahu 'kan?"

"Apa?"

"Tahu, bahwa aku sudah mencintai mu jauh sebelum pertemuan pertama kita."

















































T B C
romantis lah dulu, kasian di gonjang - ganjing mulu ama teori.

Ga kelihatan tuh, jejak nya.

That's StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang