Beauty Psycho 54 : Anak Lain Edison

1.2K 200 5
                                    

Elisha memijit pelipisnya untuk mengurangi rasa sakit yang mendera. Apalagi dicerca pertanyaan-pertanyaan dari Erick yang membuatnya semakin pusing.

"Elle, lo gila? Ciuman sama cowok di umur lo yang masih segini!?" Erick menggelengkan kepalanya tidak percaya, bahkan dirinya yang tampan paripurna saja tidak pernah berpacaran.

"Nggak ciuman kok, cuma kecupan kecil doang," balas Elisha malas tetapi hatinya sedang dilanda bimbang antara senang karena sudah mengetahui apa isi hatinya dan sedih mengingat bahwa ia tidak berani menggapai Sean.

Erick menghela nafas. "Lo pacaran sama tuh cowok? Gue juga lihat lo berdua yang waktu itu, 'kan?"

Elisha menoleh singkat. "Kita partner, nggak ada hubungan apa-apa. Dan ... lo pernah ketemu sama dia," jawab Elisha sambil memejamkan matanya dan mencari posisi nyaman untuk berbaring.

Erick tampak menerawang dengan mata menyipit. "Sudah gue duga, cewek kayak lo mana mungkin punya pacar."

Mendengar itu Elisha terkekeh. Geli rasanya bahwa persepsi kakaknya itu salah. Hei, hingga saat ini Elisha masih memiliki banyak pacar.

"Ngaco, pacar pertama gue aja gue lupa."

Erick yang mendengarnya melotot. "Jangan bohong lo, Elle."  Pemuda itu terkekeh renyah dibalas kekehan juga oleh Elisha. "Lo kira gue bercanda?"

Ok, Elisha memang tidak pernah bercanda orangnya. Apalagi didepan Erick seperti ini. Erick hanya bisa mengangguk kecil saja sebelum menyandarkan kepalanya dikepala sofa.

"Anak mana tuh cowok?" tanyanya. Ia tidak akan puas sebelum Elisha mengatakan bibit, bebet, dan bobot pemuda itu.

Elisha rasanya tidak ingin membicarakan Sean hari ini. Tapi, si Erick selalu saja menanyainya tentang Sean. Huh, bagaimana ia menjawab?

Gadis itu menghela nafas lalu membuka matanya perlahan. "Pradipta, keturunan keluarga Pradipta," jawabnya lemah membuat Erick menoleh kaget.

Erick tidak salah dengar, 'kan?

"Elle ...?" panggilnya kehilangan kata-kata. Erick benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Elisha.

Elisha tersenyum, menghindari tatapan curiga dari kakak laki-lakinya itu. Jika ia tidak mengalihkan pembicaraan, ini pasti menjadi malam yang panjang untuk mereka.

"Kata lo sebelumnya, gue perlu kekuasaan?" tanya Elisha mengalihkan pembicaraan dari Sean ini. Erick yang mendengar itu hanya menghela nafas, ia tidak bodoh hingga tidak tahu situasi saat ini.

Mengetahui adiknya tidak ingin memperpanjang pembicaraan sebelumnya, Erick hanya menghela nafas sebelum mengangguk. "Gue rasa itu perlu, lo mungkin bakal mewarisi kekayaan Alexander, tetapi lo bisa dikendalikan."

Elisha mengangguk mengerti. "Karena gue bukan pewaris sah, dan kakek nenek nggak akan memberikan semua kekuasaan sama gue."

Erick mengambil gelas berisikan soda lalu meminumnya. "Lo perlu lebih banyak kekuasaan untuk menghancurkan mereka, Elle, kalau nggak, lo yang bakal hancur berkeping-keping."

Elisha sudah bisa menebak apa yang terjadi jika ia salah langkah. Kehancuran bisa jadi didepan matanya jika itu terjadi. Dan itu sangat buruk untuk masa depan dirinya dan orang disekitarnya.

"Untuk saat ini ..." Elisha mendesah, "... gue bakal mencari pangeran dan putri yang memilih untuk bersembunyi."

Erick mengernyitkan dahi, kembali kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh Elisha. "Maksud lo?"

Tersenyum sinis, Elisha menjawab, "Coba lo pikirkan, lo dan gue ini anak Erika atau bukan?" tanya Elisha tiba-tiba.

Erick menelengkan kepalanya dengan dahi berkerut. Pemuda itupun menggeleng. "Tentu aja nggak, kita bukan akan kandung Erika."

Beauty Psycho (END)Where stories live. Discover now