Beauty Psycho 62 : Kedatangan Nathan

1.1K 205 8
                                    

Rutinitas Elisha itu tidak banyak. Pulang sekolah langsung minum teh, rebahan, gitu aja sampai malam hari. Tapi ya, itu juga membuat gadis itu lelah sekali.

Apalagi jika ia harus membantu permasalahan teman-temannya secara diam-diam. Em, Elisha harus berpikir lebih keras. Lebih keras lagi hingga kepalanya berasap.

Kedamaian kediaman Elisha sepertinya sudah berakhir, selama seminggu terakhir, ia belajar memasak mati-matian. Rupanya memasak tidak semudah mengingat dan membedakan bahan dan rempah masakan.

Huh, sudah berapa kilo tabung gas yang terbuang sia-sia belum lagi bahan makanan gosong, asin, dan hambar. Elisha sungguh tidak berbakat menjadi istri yang baik.

"Kasihan, ya, Nona Elisha. Dalam berbagai bidang, ia cepat belajar. Tapi, memasak sepertinya bukan passion nona." Salah satu pelayan berbisik saat melihat koki yang mengajar Elisha kelabakan mematikan panci yang berasap tebal.

Sang pelaku, Elisha, menatap kompor beserta alat-alat mengenaskan itu dengan raut datar. Ia menghela nafas lalu melepas celemek yang ia pakai.

"Kayaknya Nona Elisha itu kebelet kawin deh," sahut pelayan lainnya berbisik.

"Iya, ya? Makanya Nona tampak mati-matian belajar memasak." Pelayan yang lain mengangguk-ngangguk.

"Emang ada yang mau sama tuan kita ini yang ..." Pelayan satunya menyahut sambil bergidik ngeri.

Elisha berjalan dengan anggun menuju kursi sambil melihat beberapa pelayan yang terbatuk-batuk karena asap yang ia hasilkan.

Gadis itu menatap jus tomat yang baru saja dibikin pelayan. Dengan pandangan tidak suka, Elisha meminumnya secara perlahan.

"Eh, selera Nona Elisha tiba-tiba berubah, ya? Kok jadi ngeri sih?"

Bisikan-bisikan orang-orang membuat Elisha semakin pusing saja. Gadis itu mendengus lalu menatap Erick yang tampaknya baru bangun dari tidur siangnya.

"Lo nggak kuliah?" tanya Elisha kepada Erick yang menggaruk-garuk kepalanya sambil meminum air mineral.

"Hari ini bolos dulu," jawab Erick santai.

"Gue damprat ya lo, pengangguran! Mau jadi beban gue!?" Elisha yang sedang tidak mood langsung melayangkan tatapan tajam kepada Erick.

"Tajam, Sha, tajam. Pedes banget tuh mulut," balas Erick kesal.

Erick lalu melirik dapur yang tampak berasap lalu ia melirik Elisha dengan malas. "Lo apain lagi sekarang?"

"Pengatur apinya macet, kering dan air kangkungnya. Gue kesel, terus gue siram apinya biar mati tapi gue malah nyiram pakai minyak kelapa," jawab Elisha.

Erick hanya mengangguk saja, tidak terkejut dengan apa yang ia dengar karena Elisha sudah melakukan hal yang lebih tidak terduga sebelumnya.

Hari pertama, Elisha mengancam koki itu dengan rentetan kalimat yang sanggup membuat Don mengeluarkan uang untuk membawa koki itu ke psikolog.

Hari kedua, bisa ditebak bahwa Elisha hampir membuat rumah ini dilalap api. Hari seterusnya tidak usah diceritakan, intinya penuh dengan kehancuran dan bau gosong dimana-mana, Don jadi berpikir untuk membawa tukang untuk memperbaiki kehancuran ini.

"Tapi kok sampai berasap gitu?"

"Ada asap berarti ada api, Erick! Jangan buat gue lempar pisau sekarang juga, ya!" Elisha sudah kesal dengan ketidakmampuan dirinya, Erick malah membuat kekesalannya berlipat ganda.

Erick mendengus lalu tertawa kencang membuat Elisha mengepalkan tangannya kesal. "Kalau lo masak, yang makan pasti keracunan. Kalau lo bikin puisi, pasti isinya ancaman dan umpatan. Kalau lo menari, pasti lo gerakannya ancang-ancang bela diri—"

Beauty Psycho (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang