MPG 11 : Mimpi Itu Lagi

2.4K 364 23
                                    

Astaga, baru pertama kalinya, saya ngetik satu bab itu berjam-jam. Huhu, tadi malam ngetik jam 9 eh selesainya jam 12.

Maaf kalau ada typo, belum saya baca ulang sebenarnya.

Jangan lupa rekomendasikan cerita ini sama teman-teman kalian, ya!

Happy Reading!

_


Mobil Dalmier AG berwarna merah berhenti disebuah halaman rumah yang begitu luas. Seorang gadis cantik turun dari mobil dan berjalan menuju pintu rumahnya.

Halaman yang begitu indah dengan banyak bunga-bunga berbagai jenis mulai dari Lily of the valey, Oleonder, dan Bunga sepatu.

Bunga-bunga yang indah tetapi memiliki bahaya apabila tertelan. Indah tetapi mematikan ... seperti yang punya rumah.

Tenang-tenang menghanyutkan.

Elisha begitu pandai berkamuflase dari musuh, tetapi luka tak kasat mata menembus dadanya. Dirinya ... serapuh itu.

Melewati ruang tamu, Elisha mengernyitkan dahi saat menangkap bayang dari ejor matanya lalu menoleh kearah sofa. Di sana ada seorang suami istri yang sedang duduk sambil meminum teh.

Elisha menghembuskan nafas lelah, ia baru pulang sekolah dan harus dihadapkan dengan kedatangan dua orang ini? Ayolah ... Elisha ingin merendam tubuhnya dengan air hangat.

Selalu saja semesta tidak berpihak dengannya. Ya ... mengapa Tuhan harus mengabulkan doa pendosa seperti dirinya?

Mencoba untuk mengabaikan, Elisha kembali melangkahkan kakinya. Namun, seperti dugaannya, langkahnya harus kembali terhentikan saat suara tegas seseorang menggema di rumahnya ini.

"Kita lihat sampai kapan kamu bertahan," pria itu menyeruput teh tanpa menatap Elisha, "menyerahkan," sambungnya membuat Elisha berdecih.

Menyerah?

Setelah perjuangannya keluar dari kediaman terkutuk itu?

"Mengapa tidak Anda mengalah? Bukankah saya sudah menyerahkan semuanya? Apa lagi yang Anda inginkan?" Elisha menatap kedua orang itu dengan sorot mata tajam.

Setiap kali melihat pasangan suami-istri itu, Elisha akan kembali teringat dengan masa lalunya yang kelam. Elisha sungguh lelah. Kedua orang ini yang memberikannya luka dan selalu membuka lukanya yang tidak akan pernah kering.

Ia tidak ingin serangan paniknya kambuh seperti tadi siang. Itu sungguh menyentil ego Elisha.

"Sebaiknya kau tidak membantah ayahmu sendiri," Suara wanita disampingnya terdengar membuat Elisha ingin mengusir mereka saja rasanya jika tidak mengingat kalau dua orang ini tidak bisa dilawan.

Elisha memejamkan matanya, mencoba meredam emosi yang bergejolak didirinya. "Sebelum itu, ajari suami Anda untuk menghormati anak perempuannya," sahut Elisha datar.

Wanita itu tersenyum miring, senyuman duplikat yang begitu mirip dengan Elisha, "Jadi, anak perempuan kita ini mengakui kalau dia anak kita?" Wanita itu menatap pria disampingnya.

Berdecih, Elisha berujar, "Mohon maaf Mr. Edison dan Mrs. Erika, Anda salah betul jika menganggap demikian."

Suara tawa merdu wanita yang dipanggil Mrs. Erika itu terdengar mengerikan. "Mau sampai kapan berlindung dibalik uang warisan Oma? Kau kira itu akan menghidupi dirimu selamanya?" tanyanya, sarkas.

Elisha mendengus, "Paling tidak saya tidak meminta uang kepada kalian berdua. Serta ... emangnya saya mau memakan uang kotor?"

Elisha mengepalkan tangannya erat, "Lihatlah nanti, mungkin di masa depan kalian akan mendekam dipenjara karena saya, berhati-hatilah." Elisha tersenyum sinis lalu kembali berjalan menuju tangga.

Beauty Psycho (END)Where stories live. Discover now