Beauty Psycho 43 :

1.2K 237 6
                                    

"Terus ... hari Kamis itu apa? Nggak mungkin peneror nempatin 2 hari dalam pesan ini, bukan?" tanya Sean balik. Ini juga sangat mengherankan. Apalagi Elisha mengutarakan teori yang berbeda pula.

Elisha terhenyak untuk beberapa waktu. Ia tahu kalau Sean pada akhirnya akan menanyakan hal seperti ini.

"Pukul 2 dini hari yang artinya beberapa jam setelah lo kabur, artinya sudah hari Kamis, bukan? Elena menghembuskan nafas terakhirnya di hari Kamis." jawab Elisha sedikit terbata.

"Tapi, kenapa lo tahu banyak, Elisha? Lo mencurigakan." Sean memicing, menatap Elisha datar. Ia merasa ada sesuatu yang salah. Elisha seperti tahu kejadian itu serinci mungkin.

Bahkan, Sean yang yang berada di TKP saja tidak begitu memperhatikan apapun selain melarikan diri. Hei! Bagaimana ia bisa melihat jam dalam keadaan genting seperti itu.

Elisha tersenyum kaku, ia mencengkram erat rok yang ia kenakan dengan gemetaran. Tatapan gadis itu masih lurus kepada mata elang Sean.

Ah, hampir seumur hidup Elisha, ia sudah sering kali dicurigai dalam berbagai hal. Ada kucing mati di sekolah, maka murid akan bergosip kalau Elisha-lah yang membunuhnya.

Ada penculikan atau pembunuhan di kota ini, maka orang-orang yang mengenal Elisha akan mencurigainya.

Bahkan ia dijuluki sebagai psycho! Hei, emangnya wajahnya memiliki tampang mrmbunuh, 'kah?

Ya ... walaupun itu tidak sepenuhnya salah. Bahkan nyawa sang kakak melayang karena dendam dirinya.

Elisha tidak terganggu, ia hanya bisa menerima nasib kalau wajahnya se-antagonis itu hingga orang-orang berpikiran yang tidak-tidak tentangnya.

Elisha hanya diam, ia tidak menampik itu karena memang tidak ada gunanya. Lebih baik orang munafik itu menjauh saja. Toh, Elisha pun tidak akan rugi jika tidak mempunyai teman.

Namun, dicurigai akan hal yang memang ia ketahui kebenarannya itu sangat menyakitkan. Elisha ingin berteriak, mengatakan semua yang ia ketahui, tetapi ...

.. ia tidak bisa.

Itu adalah fakta yang begitu menampar Elisha. Dirinya adalah keturunan dari sebuah keluarga yang begitu kejam dan beringas.

Terlebih ... sekarang dirinya adalah Elisha, dirinya adalah Elisha Laudya!

Elisha tidak bisa membayangkan bagaimana gilanya dirinya jika Sean mengetahui segalanya. Sean pasti mengira bahwa ada udang dibalik batu.

Elisha membantunya hanya karena ingin menyelamatkan diri, ia tidak ingin Sean berpikir seperti itu. Ia takut, entah kenapa ia tidak ingin Sean mengetahui fakta itu dan menjauhinya.

Tapi rasa bersalah ini tidak bisa dibendung. Itu sebabnya ia memilih untuk bunuh diri perlahan. Bahkan, bunga Edelweis yang dijuluki sebagai bunga abadi pun, pada akhirnya kelopaknya pun akan layu.

Mendengat pertanyaan Sean itu membuat Elisha bingung untuk meresponnya bagaimana. Ayolah, Elisha, berbohonglah seperti biasanya!

Mencoba untuk tenang, Elisha memiringkan kepalanya dengan wajah mengejek. "Anjing nggak tahu terimakasih. Lo lupa? Gue itu pernah temanan sama Elena," katanya.

Sean hanya terdiam. Itu benar, mau bagaimana pun lagi, ia sangat mempercayai Elisha dalam urusan seperti ini. Bisa dibilang, Elisha itu kunci menuju takdir yang tidak terarah ini.

Elisha adalah kunci hidupnya setelah kematian Elena, dan Sean tidak mungkin mencurigai gadis itu tanpa sebab. Ia sangat mempercayai Elisha.

Sean tersenyum kecil. "Lo benar, gue nggak tahu terima kasih. Bahkan gue nggak bisa menyelamatkan Elena yang selama ini tersiksa," katanya serak dengan lirih.

Beauty Psycho (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang