28. Truth or Dare

Start bij het begin
                                    

Aku langsung membuka pintu kamar di sebelahnya dan meletakkan tasku di sana. Sebab aku tau kalau kamar di sebelah telah ditempati oleh Ilham dan Ivan. Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega, karena untung saja aku tidak harus tidur sekamar dengan Ilham.

Membayangkannya saja sudah membuatku tak nyaman. Belum lagi aku susah berkomunikasi dengan orang yang baru kukenal. Ditambah dengan kami berdua yang memiliki kesan buruk akan satu sama lainnya.

Steven juga menyusulku masuk ke dalam kamar setelah mengobrol dan mengantarkan Jessica ke kamar atas. Kami berdua langsung mengganti pakaian kami dengan pakaian rumahan yang lebih santai.

Saat itu aku hanya ingin berbaring dan beristirahat senyaman mungkin, sebab aku merasa sangat kelelahan. Di sepanjang perjalanan, sekujur tubuhku terasa sangat pegal dan rasanya energiku telah dikuras sampai habis. Itu semua disebabkan oleh tingkah kedua wanita yang membuatku bahkan tak bisa bernafas dengan tenang.

Selagi aku sedang menutup kedua mataku dan berbaring di tempat tidur dengan nyaman, tiba-tiba Steven mulai memanggilku dan membuka percakapan.

"Ram, kayaknya lo bakal dapat jackpot deh tiga hari ini," ucapnya.

"Emang lo kira lotre, pake acara jackpot segala," balasku.

"Hahaha, Itu Adellia sama Melissa udah nempel kayak perangko, sampe gak mau lepas dari lo," ucapnya sambil tertawa.

"Nempel sih nempel, tapi kepala gua yang pusing kalo mereka lagi pada ribut," ucapku kesal.

"Pelet lo emang juara dah! Lo berguru di mana, sih?" ledeknya.

"Gua diajarin pelet sama Indira, Ven. Tapi sebagai imbalannya, dia minta gua bantuin biar bisa deket sama lo lagi, hahaha," balasku lalu tertawa lepas

"Jangan bahas-bahas tentang dia lagi dong, Ram. Cuma denger namanya doang dah merinding nih, gua." Steven lalu mengusap dan menunjukkan bulu kuduknya yang berdiri.

"Hahaha, entar kalo lo didatengin sama dia lewat mimpi, kayaknya sih bakal seru, Ven." Aku tak henti-hentinya berusaha menakutinya, sebagai pembalasan dendam.

"Seru mata lo! Yang ada gua bisa diperkosa sama dia," balasnya kesal.

"Tapi bukannya lo malah seneng kalo diperkosa sama cewek? Hahaha."

"Hmmmm ... iya juga, sih. Tapi yang paling penting sih ceweknya harus cantik," jawabnya dengan senyum sumringah.

"Emang dasarnya otak lo aja yang mesum. Moga aja cowok yang perkosa lo," ucapku sambil tertawa terbahak-bahak.

"Bangsat lo, Ram! Doanya jelek banget, dah. Mending gua ngobrol sama Jessica aja," ucapnya lalu pergi keluar dari kamar.

Aku hanya menertawainya lalu melanjutkan istirahatku di kamar dengan santai. Rencananya malam ini kami akan mengadakan acara barbeque di halaman villa. Jadi sore ini kami bisa beristirahat dan bersantai dengan tenang terlebih dahulu. Suasana yang sepi dan udara yang sejuk berhasil membuatku perlahan-lahan tertidur dengan pulas.

Hingga kemudian, aku merasakan ada seseorang yang sedang menepuk-nepuk pelan pipiku. Perlahan-lahan aku mulai membuka kedua mataku yang terpejam. Refleks aku langsung mengedip-ngedipkan mataku untuk menjernihkan pandanganku yang masih tampak kabur.

Saat pandangan mataku sudah tampak jelas, aku menyadari bahwa Adellia sedang menatapku dengan senyuman manisnya. Secara spontan bibirku juga mulai tersenyum merespon senyumannya.

Awakening - Sixth SenseWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu