47. The first

45 9 0
                                    

Pamela baru saja pulang setelah mendapat telepon dari Budhe Mina, katanya ada tamu yang datang ke rumah. Entah tamu dari belahan bumi mana Luna juga tidak tahu.

Sebenarnya, Luna masih ingin bermanja-manja dengan Mamanya setelah mendapat perlakuan kurang menyenangkan. Tapi akibat Pemela membujuknya, berucap jika beliau tidak akan lama dan akan segera kembali, dengan berat hati Luna mau menurutinya.

Darma yang katanya akan segera datang juga tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Sebelum Pamela pergi tadi, Luna sempat merengek minta pulang. Dan setelah itu, setelah hanya ada Rio, gadis bersurai lurus itu kembali merengek minta pulang.

Akan menjadi hal yang biasa jika Luna hanya merengek melalui ucapan saja. Tapi terlihat tidak biasa kala Luna terus saja menarik-narik ujung T-shir hitam Rio dengan wajah seperti anak kecil.

Luna baru mau melepaskan tangannya setelah mendapatkan ancaman jika Rio akan beranjak pulang kalau Luna terus saja begini.

Tapi sayang sekali, karena kejadian itu hanya berlangsung beberapa menit karena Luna kembali kumat. "Mau pulang, ih!"

"Diem dulu!" sahut Rio sedikit sebal. Pasalnya, sebenarnya ia sedari tadi sibuk sendiri menahan boker dengan susah payah dan berjuang sebaik mungkin. Tentu saja di sini sudah pasti ada closet, tapi salahkan dirinya yang tidak bisa boker jika tidak di rumah sendiri.

Luna menghentakkan tangannya dengan wajah murung, lalu berucap dengan tegas, "Ya udah. Kalo gitu aku mau pulang sendiri aja!"

"Ya udah sana."

Gadis bersurai lurus itu kontan melotot seketika. "Oke!" ucapnya final.

Ia lantas bersusah payah merubah posisi rebahannya menjadi duduk.

See? Begini saja anak itu sudah kesusahan. Lantas sekarang berlagak ingin pulang sendiri? Banyak tingkah sekali.

Luna tersenyum senang dalam hati setelah berhasil mendudukkan diri. Ia beranjak turun dari bed pasien sembari ngedumel, "Emangnya semua cewek itu lemah apa? Kalau cuma pulang sendiri aja mah gampang! Tau gitu mending pulang sendiri dari tadi aja."

Rio mendudukkan diri di kursi. Menyaksikan apa yang dilakukan gadis itu dengan tangan terlipat di depan dada, tanpa melakukan apa pun.

Sebelum benar-benar turun dari ranjang, Luna melepaskan botol infus dari tiangnya. Menenteng benda itu, lalu mulai melangkah secara perlahan. Layaknya robot berjalan, langkah gadis itu terlihat sangat kaku, membuat sudut bibir Rio terangkat tanpa sadar, dalam keadaan tanpa sadar pula masih menahan hasrat ingin buang air besarnya.

Tapi, kuat juga anak itu. Juga keras kepala, sangat. Memangnya ia bisa pulang begitu saja saat pihak rumah sakit belum mengijinkan? Lucu sekali.

Luna seperti tidak mempedulikan luka lecet-lecet di kaki serta tangannya— yang sudah agak mengering— karena bergesekan dengan aspal.

Mari kita lihat seberapa lama gadis itu mampu bertahan.

Wow, ternyata dia berhasil keluar dari ruangan ini.

Cepat-cepat Rio segera beranjak keluar dan menyusul, takut jika Luna yang mendadak menjadi titisan robot terjebur dalam kubangan air dan mengakibatkan baterainya kehilangan fungsi.

Tapi tidak. Rio tidak melakukan apa-apa selain berjalan di belakang Luna. Bahkan sepertinya gadis itu tidak menyadari kehadiran Rio.

Luna sesekali menghentikan langkahnya dengan satu tangan bertumpu pada sisi tembok lorong rumah sakit. Lalu kembali melangkahkan kakinya dengan tertatih-tatih.

 BLUE [Completed]Where stories live. Discover now