26. Tiga cahaya malam

62 9 0
                                    

Pergi adalah kata paling menyakitkan, pilihan paling menyesakkan yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Menyerbu begitu saja tanpa persetujuan.

***

Keraguan mulai mengintainya, tumbuh rasa tidak percaya yang menyita.

Yang Luna tahu, sebagian dari Rio seperti duplikat Hana versi laki-laki. Lalu, bagaimana bisa beliau bukan Ibu kandung Rio? Ah, Luna sempat mendengar jika anak angkat yang sudah diadopsi dari bayi terkadang bisa terlihat mirip dengan orang tua angkatnya.

"Mungkin kamu nggak percaya," lanjut Rio seakan membaca isi pikiran gadis bersurai lurus dalam dekapannya ini. "Makanya aku nggak pernah cerita sama siapa pun, karena kemungkinan besar mereka juga nggak akan percaya."

"Aku percaya karena kamu nggak mungkin bohong," sambar Luna cepat. Dengan kepala yang masih bersandar di lekuk leher Rio, ia sedikit mendonggakkan kepalanya. Sebelah tangannya terangkat, mengelus sisi wajah Rio tanpa mengubah posisi mereka. "Kamu orang baik, Yo."

"Ayah bukan orang tua kandungku," tutur cowok itu setelah menarik nafasnya dalam-dalam, kembali meneruskan ceritanya tanpa mengubris kalimat terakhir yang terlontar dari bibir Luna.

"Rahasia itu tersimpan rapat selama enam belas tahun, bahkan aku tahu itu juga karna nggak sengaja denger apa yang mereka omongin, bukan dari mulut mereka yang ngomong langsung sama aku. Dan rasanya, kebohongan itu lebih menyakitkan dari kenyataannya."

Telinganya ia pertajam, tangannya tak henti mengelus rahang kokoh cowok berikat kepala biru terang itu. Rio memang terlihat tidak mewarisi paras Geralnd, hanya Reon yang terlihat mirip dengan beliau. Apa lagi paras kebuleannya.

Karena Rio terdiam cukup lama, ragu-ragu, Luna memutuskan untuk bertanya dengan hati-hati. "Tante Hana...?"

"Ibu kandungku."

Ternyata benar dugaan Luna. Ia tidak buta untuk mengetahui kelembutan dari Ibu dan anak yang hampir serupa itu.

Sekarang Luna tahu, jika Rio dihadirkan untuknya. Ia harap, hanya untuknya. Keduanya memiliki beberapa kesamaan yang mungkin merupakan sebuah alasan mengapa mereka bisa bersama seperti sekarang ini.

Contohnya saat ini, detik ini. Mereka sama-sama berharap semesta buka suara. Secepatnya. Menjawab semua kata tanya yang terus membuntuti kehidupan mereka.

"Tapi anehnya, Ayah yang bukan orang tua kandungku malah sejalan sama apa yang aku pikirin. Beda sama Bunda." Rio terdiam sejenak. "Mungkin itu salah satu alasan kenapa semuanya bisa tersembunyikan serapat itu."

Bisa Rio rasanya pergerakan Luna yang semakin mengeratkan pelukannya, juga lembutnya tangan mulus itu yang tak berhenti mengelus rahangnya. Menambah kebenaran jika bercerita dengan gadis yang amat berarti untuknya bukanlah sebuah kesalahan.

Luna mau membuka mulutnya tentang apa yang menjadi bebannya selama ini. Jika Luna saja seberani itu, kenapa ia tidak? Ya, meskipun awalnya sempat tak yakin dan sedikit ragu.

"Aku ini anak yang nggak diharapkan, anak kotor, anak haram...."

Rio sempat menegang saat Luna sempat mengira Leo anak haram. Faktanya, dialah anak haram yang sebenarnya.

"Enggak!" sergah Luna cepat. Sama sekali tidak setuju dengan apa yang diucapkan cowok itu. "Kamu nggak kayak gitu!"

"Tapi kenyataannya emang gitu, Na," jawab Rio terdengar sangat lirih. "Satu tahun aku dihantui kenyataan menyakitkan itu, satu tahun aku hidup nggak tenang, satu tahun aku ngerasa kosong, satu tahun aku ngerasa hidupku nggak guna sampai akhirnya aku ketemu kamu, Na."

 BLUE [Completed]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon