Prolog

994 125 12
                                    

"Semua orang berhak bahagia, Na."

Kalimat itu, seolah menjadi kata penyemangat tiada henti untuk Luna. Hanya satu kalimat dan terdengar begitu sederhana, tapi nyatanya memiliki pengaruh besar untuknya. Di saat rasanya semesta sudah tidak lagi berpihak padanya dan menginginkannya lenyap saat itu juga.

"Tapi Mama udah nggak nganggap aku anaknya lagi, Yo," sahutnya dengan air mata berderai. Kembali mengingat perlakuaan Ibu kandungnya yang menunjukkan sisi menyesal karena sudah melahirkannya.

Rio menghapus air mata Luna dengan ujung jarinya, lalu beralih menarik gadis yang tingginya hampir setara dengannya— ke dalam pelukannya. "Nggak ada seorang Ibu yang menyesal melahirkan gadis sebaik kamu, Na." Lagi-lagi kalimat sederhana itu terdengar, menjadikan semangat untuk meraih kebahagiaannya kembali. Menciptakan sebuah pintu yang menuntunnya keluar dari ruang penyesalan.

Berusaha meyakinkan diri jika memang ia tak bersalah, mempercayai bahwa memang ini adalah takdir. Ia bukanlah anak pembawa sial yang membuat Ibunya membenci Luna setelah insiden itu.

"Mama nggak sayang sama aku lagi, Yo," ucapnya dengan bibir bergetar.

Rio beralih menangkup wajah Luna, meminta gadis itu agar menatapnya. "Ini cuma soal waktu dan gimana cara Mama kamu nerima kenyataan. Yang penting, kamu nggak sendiri di sini."

Di tengah tangisnya, Luna menganggukkan kepala. Benar, ia tidak pernah sendiri. Masih ada Rio yang selalu berdiri di sebelahnya, menggenggam tangannya seerat mungkin untuk melewati jalanan penuh bebatuan bersama. Papanya juga tidak pernah memojokkannya, beliau selalu berada di pihak kebenaran.

Namun, apa gunanya jika ucapan yang terlontar dari bibir Rio selama ini hanyalah semangat sementara yang kemudian memudar diantara ucapan-ucapan lain yang terlontar dari bibir Rio.

Kini, Rio sudah tidak lagi berdiri di barisan paling depan untuk Luna. Rio sudah tidak lagi menggenggam tangannya. Rio tidak berdiri lagi di sampinya. Rio sudah meninggalkan Luna di tengah jalan bebatuan begitu saja. Membuat Luna merasa benar-benar sendiri di dalam kejamnya dunia. Membuat Luna harus mampu menerima kenyataan dengan cara sekejam ini.

***

A/N:

Haiiii, aku bawa cerita baru.
Semoga aja kalian suka dan nggak segan-segan untuk ngevote ehe.

Nama tokohnya masih sama, tapi alur ceritanya aku rombak karena ngerasa kurang puas. Dulu pas waktu awal-awal nulis, apa pun yang ada di kepalaku saat itu juga bakal aku tulis dan publish tanpa perlu mikir-mikir lagi. Tapi sekarang aku kudu mikir lebih dari sekali dua kali biar benar-bener pas dan membuatku puas.

22-01-20

 BLUE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang