34. Why?

57 8 0
                                    

Dove membulatkan matanya, menatap ke arah Bejo yang tampak nyengir sumringah. Dengan tidak tahu diri, cowok berambut klimis itu menaruh pomade di atas troli yang dibawa Dove. Saking banyaknya pomade yang ia bawa, sampai ada beberapa yang berjatuhan di lantai.

"Heh, geblek! Lo ngapain ngambil banyak banget?"

Bejo nyengir. "Buat persediaan, Dove. Nyetok."

"Nyetok pala lu!"

"Tadi Lo nyuruh gue ngambil apa aja yang gue mau, gimana sih?" Bejo protes, tak terima.

"Ya maksud gue ngambil makanan." Setengah dongkol, Dove memandang troli. Menjelajahi macam-macam pomade yang sudah nangkring di sana. "Bukan jadi juragan pomade gini, oncom!"

"Ya gue, kan, cuma memanfaatkan rezeki, jiwani, rohani, Dove. Udahlah sekali-kali biar dosa Lo mampet dan pahala Lo ngalir, " ucap Bejo enteng. "Lagian duit Lo nggak bakal ludes kalo cuma buat beli ginian doang."

Dove mengelus dada. Susah memang jika kepalanya saja sudah klimis, pasti otaknya juga hanya dipenuhi dengan keklimisan duniawi.

Memang duitnya tidak akan habis, tapi Dove lebih senang jika membelikan Bejo sesuatu yang lebih bermutu. Seperti makanan contohnya.

Bejo mencomot pocky yang ada di rak makanan sebelah Dove. Ia menyengir ke arah Dove setelah menaruh pocky tersebut di troli.

Bejo sudah menerima segala resiko bila Dove akan mengomel atau menendang pantatnya, tapi cowok itu justru berucap dengan sedu, "gue jadi inget Shilla."

Bahkan Dove masih mengingat dengan jelas jajanan kesukaan Shilla, pocky rasa matcha. "Udah lama nggak gelut ama tuh cewek."

"Ayo sini gelut sama gue."

"Halah, Lo ketiup angin aja tumbang, gimana mau ngajak gelut."

"Sekate-kalet lu."

Perhatian Dove teralihkan saat seorang cewek melintas di sebelahnya. Ia terus menatapnya, sampai sosok tersebut menghilang di balik rak-rak makanan.

"Kesambet Lo!" tegur Bejo. "Kayak pernah lihat tuh orang."

"Itu cewek yang waktu itu keluar rumah Rio sambil nangis-nangis," jawab Dove tanpa mengalihkan tatapannya, padahal cewek itu juga sudah menghilang.

"Terus ngapain Lo liatinnya gitu banget?" Bejo dibuat heran. Bertambah heran saat mengingat apa yang cewek itu ucapkan kala ia melewatinya sebelum bertemu Dove tadi.

Cewek itu ngomong sendiri, persisi seperti orang dengan kewarasan kurang sesendok. "Lo pikir gue bisa terima kalo Lo sama cewek lain? Enggak! Sekarang gue emang diem, tapi gue nggak mungkin seterusnya diem aja. You're mine, Rio. Just mine."

Bejo tidak akan heran bila nama Rio tidak ikut disangkut-sangkutkan. Sebenarnya siapa cewek itu? Apa hubungannya dengan Rio?

Bejo bisa saja berpikir jika Rio yang dimaksud bukanlah Rio Omilar Cava. Tapi mengingat cewek itu pernah mendatangi rumah Rio dan berujung dengan air mata membuatnya seolah mendapat keyakinan.

"Kalo lihat dia, gue ngerasa kayak déjà vu. Padahal pertama kali ketemu dia waktu di rumah Rio pas itu."

"Ah, ngaco Lo! Balik, ayo." Sebelum Dove kembali ngelantur, ia segera menyeret cowok itu menuju kasir.

***

Saat pulang sekolah tadi, Luna tidak menangkap figure Pamela sama sekali. Gadis bersurai lurus itu mengurung diri di kamar. Lantas baru turun ke bawah saat alat pengukur waktu menunjukkan angka delapan.

 BLUE [Completed]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon