41. Kembali terluka

48 8 1
                                    

Luna menyatukan beberapa kertas lipatan kecil yang sering ia terima, tanpa diketahui siapa pengirimnya.

"Kamu bukan orang lemah, kamu hebat, sinarmu tidak mungkin redup begitu saja, kamu tidak mungkin menyerah." Ia membacanya satu persatu. "Aihh, ini dari siapa, sih?!" teriaknya frustasi.

Lalu tangannya kembali bergerak, menyatukan potongan gambar yang akan menjadi seni indah bila menyatu. Mulanya hanya potongan kecil berupa mata, hidung, telinga, dan mulut. Jika sudah disatukan, wajah Luna akan terlihat di sana.

 Jika sudah disatukan, wajah Luna akan terlihat di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sangat indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sangat indah.

Tidak bisa dipungkiri, bila Luna merasa benar-benar hancur, hatinya menghangat saat menyaksikan wajahnya dalam gambaran itu.

Alterio.

Itu yang selalu tertulis di sana. Nama itu yang menggambarnya, yang memberinya semangat, padahal Luna sendiri tidak tahu siapa dia.

Seperti ada yang mendukungnya dalam diam, sampai membuat Luna terbangun di tengah malam karena samar-samar mendengar musik klasik berjudul weightless. Luna tidak tahu ia benar-benar mendengarnya atau hanya khayalan semata, karena saat itu nyawanya belum terkumpul sepenuhnya dan ia malah kembali terlelap begitu saja.

"USIR ANAK ITU, PA! KELUARGA KITA TAMBAH HANCUR KALAU DIA MASIH DI RUMAH INI!!!"

Senyumnya luntur, tangannya berhenti bergerak, jantungnya memacu dengan cepat.

"DIA NGGAK PANTAS TINGGAL DI RUMAH INI!"

Luna lupa bagaimana kedudukannya di rumah ini. Ia tidak lebih dari orang buangan yang tetep dipaksa tinggal. Atau lebih tepatnya... memaksakan dirinya sendiri untuk tetap tinggal.

Gadis bersurai lurus itu segera membereskan kertas-kertas tersebut. Menyimpannya di laci nakas, lantas merebahkan diri dengan memeluk guling.

Luna tidak bisa tidak menangis, ia cengeng, ia lemah. Begitulah kenyataannya.

Pintu kamarnya tiba-tiba dibuka dengan sedikit kasar. Mungkin itu Pamela, yang sudah siap mengusirnya dengan kalimat-kalimat yang tidak seharusnya keluar dari bibir beliau. Luna harus bersiap melawan kejamnya dunia. Hanya itu yang ada di pikirannya sekarang.

 BLUE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang