Bagian 16 - Puncak Bangun Rejo

Start from the beginning
                                    

"Oke. Kamu cari tempat duduk, ya. Aku mesen dulu,"


"Oke." Damara lalu meninggalkanku. Aku pun mencari tempat duduk dan milih tempat duduk di dalam warung itu. Gak lama Damara datang dengan membawa dua porsi mie kuah dan dua wedang jahe.

"Kamu yakin mau duduk di sini, Nin?" tanyanya.


"Terus dimana?"


"Hmm.. mau ke tempat biasanya aku makan gak? Di sana gak ada kursi sama meja, sih. Tapi tempatnya strategis."


"Boleh," kataku singkat. Aku akhirnya ngikutin Damara yang mulai berjalan ke luar warung sambil bawa makanan kami dan dia berhenti di tepian jalan yang berumput lalu duduk menghadap pemandangan gemerlap lampu Solok Selatan.


"Disini. Ayo duduk."


"IH KEREN BANGET!"


"Aku sudah bisa tebak kamu bakal ngomong gitu," tebakannya benar, "nih punya kamu. Kalo mau nambah jangan malu. Aku gak bakalan ilfeel," Damara memberikanku mie kuah dan wedang jahe itu padaku. Damara kemudian mulai memakan mie kuahnya. Aku menatapnya yang sedang makan. Damara nampak menatap gemerlap lampu itu dengan pandangan yang menurutku "kesepian".

"Ngapain belum makan, Nin? Malah natap aku gitu. Aku emang ganteng tapi jangan segitu terpesonanya juga, dong. Jadi malu," kata Damara yang akhirnya sadar lagi ditatap sama aku.


"Kamu biasanya ke sini sama siapa?" kataku penasaran.


"Sama Radit dan Ega. Tapi sering juga aku sendirian ke sini," jawabnya, "tenang aja. Aku gak pernah bawa cewek selain kamu ke sini. Ini pertama kalinya aku jalan-jalan terniat sama cewek. Ya sama kamu ini lah, Nin," tambahnya lagi sambil asik menyantap mie kuahnya.


"Oh gitu. Emang biasanya kalau ke sini sendirian ngapain, sih? Gak kesepian apa?"


"Kadang kita perlu waktu buat menyendiri, kan?" jawab Damara. Aku mengangguk lalu mulai menyantap makananku dan milih buat gak bertanya lagi padanya. Mungkin itu adalah hal yang baik untuk gak mengusik suatu hal yang bersifat privasi.


Beberapa waktu terasa sunyi karena kami hanya berdiam-diaman satu sama lain. Hingga akhirnya aku menyelesaikan makananku. Damara tiba-tiba bertanya padaku memecah kesunyian itu, "Aku masih laper. Kamu mau roti bakar, gak?"


"Mau," kataku malu-malu.


"Gak usah malu. Tadi itu pemanasan aja. Ini menu favoritku kalo di sini soalnya rotinya garing. Enak banget! Kamu mau selain roti bakar mungkin?" Damara kini berdiri.


"Enggak. Aku samain sama kamu aja, Dam." Damara mengacungkan jempolnya lalu pergi untuk memesan. Gak lama Damara membawa dua buah roti bakar.


"Nih, cobain."


"Makasih Damar." Aku pun menyantap roti bakar itu. Benar saja. Rotinya garing banget.


"Garingkan?" Damar terlihat tampak excited mendengar testimoni dariku.


Tentang Kamu dan Rindu ✅Where stories live. Discover now