Bagian 44 - Tempat Pulang

58 8 0
                                    

Aku mungkin gak bisa seumur hidup sama kamu,

tapi sudah jelas seumur hidup kamu cuman sama aku, ya, Dam?

-Anindia Rinjani-

---


Setelah seminggu aku dirawat di rumah sakit, aku akhirnya boleh pulang. Di rumah, aku bergegas membuka "harta karun" yang pernah dikasih Damara padaku yang masih belum aku buka semenjak kepergiannya sesuai janjiku di mimpi itu.

Pas kotak "harta karun" itu terbuka, semerbak wangi parfum khas Damara tercium menyengat memasuki hidungku. Kayaknya saat itu Damara sudah menumpahkan seluruh parfum ke dalamnya.

Di dalam isi kotak "harta karun" itu terdapat satu buah dress selutut dengan tangan panjang warna navy, medali di sisi pertama bertuliskan "#1 Di Hidupku" lalu di baliknya lagi bertuliskan "#1 Orang Paling Sabar" dan dua surat yang selalu berhasil bikin aku nangis sesegukan tiap kali membacanya. Bahkan salah satu suratnya langsung aku sobek sampai terbagi berkeping-keping selepas aku membacanya.

Umurku yang waktu itu masih belasan bikin aku makin susah melepas kepergiannya. Ya, otakku belum matang dan selalu menolak sadar sama realita. Sejak membaca surat-surat dari Damara itu, tiap aku tidur, aku gak pernah bertemu dan bermimpi tentangnya lagi sampai detik ini aku menuliskannya. Meski seharian semalaman aku memikirkan dan menangisi kepergiannya. Entah apa yang bikin Damara enggan mampir ke mimpiku lagi.

Hari-hariku terasa berjalan lebih lambat daripada sebelumnya. Aku dihantui banyak rasa bersalah yang mengakibatkan aku harus rutin sebulan sekali ke Psikiater buat ngecek kondisi kejiwaanku meskipun aku ngerasa sudah lebih baik daripada sebelum-sebelumnya. Tentunya kamu tahu, salah satu dari seribu alasan yang bikin aku terus-terusan ngerasa bersalah adalah karena aku yang gak kunjung menemui Damara di "rumah baru"nya.

Aku yang ngerasa harus menepati janjiku kemudian bertekad kuat harus ke sana dengan uang hasil jeri payahku sendiri. Jadi mulai saat itu, aku tiap hari makin rajin jualan dan nabung biar bisa ke Sumatera Barat, menemui Damara Hussein, di "rumah baru" nya. Sesuai janjiku di mimpi.

Berkat Tuhan Yang Maha Pemurah, semua barang yang aku jual laku keras tiap harinya dan setelah dua bulan semenjak kepergian Damara, aku barulah bisa membeli tiket dan membiayai diriku sendiri ke Sumbar tanpa uang dari orangtuaku sepeser pun.

Sesampainya di Bandara Minangkabau, aku disambut sama Mandeh yang langsung lari memelukku sambil menangis pas aku baru saja nampakin diri di hadapannya. Akibatnya pertahananku yang sudah aku siapkan selama di perjalanan harus runtuh begitu saja.

~~~

"Anin sekarang mandi dulu, ya. Besok aja kita ke tempat Damar," Aku gak bisa langsung ke "rumah baru" Damara karena aku baru sampai pada malam hari. Aku mengangguk.

Setelah selesai mandi, aku rebahan di kamar tamu tapi gak lama Mandeh menghampiriku dan bilang, "Anin boleh tidur di kamar Damar, kok." mendengar itu, aku langsung menggeleng.

"Tenang aja, tidurnya sama Mandeh. Ada banyak hal yang perlu Mandeh ceritain ke Anin," katanya lagi. Aku terpaksa harus menyetujuinya.


"Emang Anindita sama Andre dimana, Ndeh?" tanyaku heran karena baru sadar sedari tadi rumah Mandeh sepi gak ada orang selain kami.


"Dititip dulu ke Abaknya di rumah satunya, soalnya Mandeh mau ngehabisin waktu sama Anin berdua sampe Anin pulang."


Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang