Bagian 32 - Berantem

113 11 1
                                    

Aku males aja kalo diem. Nanti dibilang makin sombong karena pamer. Soalnya diamku itu emas.

-Anindia Rinjani-

---


"Ma, Pa, Damar pamit dulu. Maaf udah ngerepotin seminggu ini," kata Damara di bandara pas kami mengantarnya.


"Gapapa, Dam. Makasih, ya, udah nemenin Anin di sini. Keliatannya dia seneng banget seminggu ini sama kamu," jawab Mama mengelus kepala Damara.


"Iya. Hati-hati ya, Dam," kata Papa yang menepuk-nepuk punggung Damara. Damara lalu menyalimi Papa dan Mama.


"Sampe ketemu di Jawa Barat, Nin!" kata Damara padaku dan memberiku tiga buah permen ke tanganku, "baca nanti pas di mobil," tambahnya lagi. Aku mengangguk tersenyum dan melambaikan tangan padanya sebagai tanda perpisahan. Gak lama kemudian Damara mulai berjalan meninggalkan kami buat masuk ke ruangan check-in.


"Pulang, yuk?" ajak Papa.


"Jangan! Tunggu Damar bener-bener ilang dari pandangan dulu!" kataku langsung menolak ajakan Papa. Mama bisa paham dengan apa yang ku katakan.


"Kalo gitu, Papa duluan ke mobil," kata Papa berlalu menuju mobil.


Kini cuman aku dan Mama yang masih di sana, melihat Damara yang beberapa detik lagi bakal segera menghilang dari pandangan kami dan tentu aku ngerasa sedih. Tapi tekatku sudah bulat. Aku pastikan bakalan ketemu sama Damara hampir tiap hari pas nanti aku kuliah di Jawa Barat. Setelah bener-bener menghilang dari pandangan, aku dan Mama segera pergi menuju parkiran dan kami pun pulang.

Aku membaca tulisan yang ada di bungkus permen yang diberikan Damara tadi pas di jalan. Ada tiga permen dengan tulisan yang berbeda-beda. Tulisan di bungkus pertama yaitu "semangat", kedua, "Aku selalu ada", dan yang terakhir, "I love you". Meski cuman sebuah tulisan di bungkus permen, bungkus-bungkus permen itu berhasil bikin aku salah tingkah.

"Gimana seminggu sama Damar? Seneng gak?" tanya Mama padaku.


"Mama bisa tebak sendiri," kataku malu-malu.


"Kamu sama Damar gak ngelakuin hal aneh, kan?" tanya Papa curiga.


"Ya enggak lah!" jawabku serius.


"Jangan pacar-pacaran! Fokus sekolah dulu!" kata Papa sambil terus menatap jalan.


"Oke!" kataku singkat, "Mama, Anin udah tau mau masuk apa selain Sastra!" kataku lagi dan memajukan dudukku.


"Apa?" tanya Mama.


"Anin mau masuk jurusan Pekerjaan Sosial!" Aku lalu menjelaskan lebih rinci jurusan apa itu dan berbagai prospek kerjanya.


Setelah aku selesai ngejelasin, Mama merespon dengan puas dan bilang, "Mama tau itu, di kantor Mama banyak lulusan sana. Coba aja, Mama seratus persen dukung banget kalo kamu masuk sana!"

Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang