Bagian 43 - Mungkin Saja

60 6 4
                                    

PERHATIAN!

PART INI TIDAK UNTUK DITIRU!

---

Sayangnya aku masih dalam keadaan jatuh cinta,

pas kamu pergi, Dam.

----


Aku terbangun dan tiba-tiba sudah ada di samping Damara yang terbaring di kasur rumahnya. Aku tentu saja teriak kegirangan karena ternyata semua cuman mimpi dan ternyata aku masih berada di Sumatera Barat! Aku peluk erat Damara dan Damara bangun dari tidurnya dengan senyum merekah.

"Nah, kan, aku bilang juga apa, kamu gak meninggal! Ternyata cuman mimpi!" kataku. Rasanya nyaman banget ketika memeluknya. Damara hanya tersenyum dan membalas pelukanku. Kami lalu bercerita banyak hal yang gak bisa aku ingat dengan jelas.


"Nanti lagi, ya!" kata Damara pas dia meminta Mandeh menggotongnya ke toilet. Aku mengangguk dan akhirnya terbangun. Ternyata yang tadi itu justru cuman mimpi! Sial!


"Damar gak meninggal, Anin yakin! Sekarang dia cuman lagi bohong aja supaya Anin bisa ke sana nemenin dia!" Aku kembali menangis dan mengamuk di hadapan Mama yang ke kamar dan memelukku. Waktu sudah malam, setelah makan, aku diminta kembali meminum ketiga obat itu.

~~~

Aku kemudian kembali bermimpi, aku ketemu sama Damara yang lagi duduk santai di pinggir pantai yang pernah aku datangi dengannya yang juga sebelumnya sering ku mimpikan. Pakaian Damara dari atas hingga bawah, semuanya berwarna putih. Damara kelihatan sehat dan makin ganteng. Aku segera menghampirinya dan memeluknya erat dari belakang.

"Ini beneran kamu, kan, Dam?" tanyaku tanpa melepas pelukanku.


"Kapan kamu ke rumahku?" tanya Damara sambil mengelus-elus tanganku.


"Papaku bangkrut, makanya aku dulu milih pindah dari apartemen ke kost biasa. Sekarang cuman Mama yang kerja. Aku gak bisa ke tempat kamu karena aku gak ada biaya buat ke sana. Kemaren, kan, Mandeh yang bayarin. Kalo sekarang sampe Mandeh lagi yang biayain, aku bener-bener ngerasa terlalu banyak utang budi."


"Maaf, Dam, tapi aku bakal ke Sumbar pake uangku sendiri. Jadi kalo aku ke sana, tolong jemput aku kayak dulu. Aku pengen ketemu kamu di bandara!" Aku membenamkan mukaku di punggungnya.


"Kenapa baru bilang sekarang?" tanyanya lagi.


"Aku malu dan gak enak sama kamu, kamu udah nyelamatin hidup dan mentalku. Aku gak mau kamu ikut campur masalah keluarga begini."


"Aku tunggu kamu ngunjungin rumahku."


"Rumah Mandeh, kan, maksudnya, iya, kan?" Damara gak menggubris pertanyaanku dan malah mengajakku main air. Seketika aku ngelupain semua kesedihanku dan milih bersenang-senang dengannya di mimpi itu.

~~~

Tiga hari berturut-turut setelah aku dikasih obat-obatan itu, setiap hari isi mimpiku cuman mimpi berduaan saja menikmati hari bersama Damara. Aku bener-bener bahagia melebihi apapun. Tapi tiap kali aku terbangun, aku menyadari semua itu tentu hanyalah mimpi. Jadi karena aku gak bisa menerima kenyataan itu, pas bangun, aku selalu mengamuk dan menangis.

Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang