Bagian 30 - Kejutan atau Trauma?

82 13 3
                                    

Ini pundak Damara cuman buat Anindia. Limited edition soalnya.

-Damara Hussein-

---

Paginya dengan mata yang sembab habis nangis semalaman, kembali aku cek hpku. Aku melihat gak ada notif dari Ardhika yang ngerespon dengan balik menghubungiku. Kemudian aku gulir ke bawah buat ngecek lagi pesan yang aku kirimin ke Damara kemarin, ternyata Damara cuman membaca pesanku pada dini hari tanpa membalas sama sekali bahkan sampai paginya. Itu jelas bikin awalan hariku terasa makin menyebalkan!

"Apa salahku, Dam? Awas aja kalo kamu ngehubungin aku lagi! Gak bakal aku respon juga! Dasar Damara PHP*!" kataku melempar hpku ke kasur lalu berjalan ke kamar mandi.

*Pemberi Harapan Palsu

Setelah selesai mandi dan siap, aku langsung menuju ke ruang tamu buat menemui Papa yang biasanya menungguku buat nganterin ke sekolah sambil membaca koran. Tapi ternyata Papa gak ada. Aku pun ke ruang makan dan cuman mendapati Mama.

"Mana Papa, Ma?" tanyaku yang sudah siap berangkat ke sekolah.

"Hari ini Anin berangkat dan pulang pake ojek aja. Mama sama Papa sibuk hari ini. Kendaraan rumah pada dipake," kata Mama. Aku menghela nafas perlahan.

"Yaudah, Anin berangkat dulu," kataku singkat.

"Makan dulu," kata Mama lagi.

"Udah telat. Nanti aja di sekolah," kataku. Hari itu aku gak ada nafsu makan. Jadi aku langsung bergegas berjalan ke depan komplek menuju pangkalan ojek, tapi setelah sampai sana, aku juga gak melihat satu pun ojek yang ada. Terpaksa aku menunggu angkutan umum buat berangkat ke sekolah. Setelah ada, aku pun berangkat.

~~~

Aku berjalan dengan keadaan lunglai dan gak semangat sesampainya di sekolah. Aku merasa gak baik-baik saja dengan semua kebingungan dan masalah yang sedang menghantamku secara keroyokan.

Tiba-tiba Ardhika menyapaku yang lagi jalan menuju ke kelas dia bilang, "Kenapa kemaren telepon, Nin? Maaf aku baru ngecek hp pas ke sekolah. Kemaren aku tanding sampe malem banget,"

"Ikut aku ke kelas sekarang!" kataku terus berjalan tanpa menatapnya. Ardhika pun mengikutiku. Sesampainya di kelas, aku langsung mendatangi Winanda yang kelihatannya lagi ngobrol sama cewek-cewek kelas.

"Ada apa?" tanya Ardhika yang kelihatan bingung.

"Tunjukin screenshot-an kemaren," kataku ke Winanda. Winanda kaget dan terlihat ragu buat nunjukin itu.

"Tunjukin screenshot-an yang kemaren!" kataku mengulang dengan sedikit membentak. Akhirnya Winanda memperlihatkan screenshot-an itu ke Ardhika.

"Emang aku ada ngirim pesan gitu, Dhik?" tanyaku ke Ardhika.

"Gak pernahlah, ngapain juga! Kan, kamu temennya Winanda, gak mungkin ngelakuin itu sama aku!" kata Ardhika makin bingung, "Kamu dapet dari mana screenshot-an itu, Nan?" tanya Ardhika ke Winanda.

"Dia bilang dapet dari hp kamu kemaren." Aku mewakilkan Winanda buat menjawabnya.

"Lah? Kita, kan, gak ada ketemuan selama tiga hari, Nan. Aku lomba ke luar kota jadi izin!" kata Ardhika kaget. Winanda tampak gugup.

"K-kamu lupa? Kita ada ketemu sebelum kamu berangkat tanding!" Winanda lalu mencubit lengan Ardhika.

"Tapi kamu gak ada pegang hpku sama sekali! Ini gak lucu, Nan, serius." Ardhika nampak memendam emosinya.

Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang