Bagian 16 - Puncak Bangun Rejo

311 32 2
                                    

Kamu itu cantik kayak rasi bintang Cassiopeia, Anindia.

-Damara Hussein-

---


Setelah melihat indahnya sunset di Seribu Rumah Gadang, Damara kembali mengajakku ke tempat wisata yang lainnya seakan gak pernah lelah untuk membawaku menjelajahi Minangkabau. Kali ini tujuan berikutnya adalah ke Puncak Bangun Rejo. Perlu waktu 1 jam kira-kira dari kawasan Seribu Rumah Gadang ke Puncak Bangun Rejo menggunakan motor.

Aku masih ingat jelas dinginnya udara yang kami tembus waktu itu. Sepanjang jalan dan mata memandang, kami melewati banyak pepohonan tinggi di tengah kegelapan malam antara bukit yang berbaris dengan kabut tipis yang menutupinya. Untungnya kali ini aku gak lupa bawa jaket.

Setelah sampai di Puncak Bangun Rejo, di sana terbilang cukup sunyi. Cuman ada segelintir orang yang banyak menjajakan jualannya. Mungkin karena faktor hari sudah malam. Pandangan pertama yang aku lihat, aku disuguhin dengan pemandangan gemerlap lampu Solok Selatan dari ketinggian yang membuat suasana sunyi itu menjadi terasa ramai. Aku lagi-lagi kembali takjub. Keren!

"Sebenernya orang-orang pada suka ke sini kalo hari masih terang. Soalnya banyak spot fotonya. Tapi aku pribadi lebih suka ke sini kalo harinya udah gelap. Selain ga terlalu banyak orang, aku bisa liat gemerlap Solok Selatan dari Puncak Bangun Rejo ini. Lebih keren aja menurutku. Menurut kamu gimana, Nin?" tanya Damara padaku setelah kami sampai di sana.


"Iya ini keren banget parah, Dam. Tapi dingin banget, sih," kataku sambil melipat tanganku yang kedinginan.


"Kalo gitu mau minum wedang jahe? makan mie kuah enak juga nih," tawar Damara.


"Kenapa sih kalo kamu bawa aku pasti diajak makan mulu, nanti aku gendutan pulang dari sini," kataku yang malu karena terbongkar tabiatku yang suka makan.


"Bagus dong kalo gitu. Artinya kamu bahagia selama di sini." Damara mungkin cuman mau menghiburku.


"Kamu gak ilfeel apa temenan sama cewek rakus?"


"Ngomong apa, sih. Ya enggalah. Laper mah manusiawi. Kalo kamu gak pernah laper namanya bukan manusia."


"Terus kalo bukan manusia apa, dong?"


"Umbi-umbian mungkin. Sebutannya umbiawi." Damara bercanda tapi garing.


"Umbi-umbian, kan, juga perlu makan kali," kataku mengoreksi.


"Oh gitu? Maaf salah. Maklum, anak IPS."


"Dih. Kalo emang gitu kamu ini umbi-umbian jenis apa, Dam?"


"Kentang aku mah." Aku tertawa mendengar jawabannya, "ketawa mulu. Mau makan gak nih? Ketawa doang ga bikin kenyang, Nin. Jadi mau makan apa? Yang kataku tadi?"


"Iya," jawabku sambil memberi anggukan.


Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang