Bagian 41 - Harta Karun

54 8 1
                                    

Makanya nyarinya pake motivasi bukan perasaan.

---


"Besok aku harus ke Bandung buat ngambil nilai," kataku ke Damara pagi-pagi, "Mandeh juga udah mesenin tiket buat pulang besok," tambahku lagi.


"Gak bisa tetep di sini aja selama liburan?" Damara tampak sedih mendengar itu.


"Maaf, Dam, gak bisa. Aku diwajibin sama kampus buat ngambil dan tadi malem Mama juga udah nyuruh aku pulang ke Kalsel. Mama kangen banget sama aku katanya."


"Kamu nanti ke sini lagi, ya? Jenguk aku di rumah baru!" kata Damara.


"Wah, keren, kamu bakalan beli rumah sendiri, Dam?"


"Iya. Kita bakal ketemu di sana nanti."


"Tapi bukannya nanti kita juga bakal ketemuan lagi di Bandung pas masuk perkuliahan? Kan, gak selamanya kamu ngambil cuti."


"Kamu jangan lupain aku," mintanya dan gak ngerespon pertanyaanku. Aku jadi curiga dia mutusin buat berhenti kuliah di Bandung dan fokus ke pengobatannya di sini. Tapi aku milih buat gak nanyain hal itu karena aku yakin nanti Damara bakalan bilang ke aku.


"Enggak bakalan." Aku mengacungkan jari kelingkingku pertanda janji.

~~~

"Anin! Main gali-galian, yuk! Siapa tau dapet harta karun!" ajak Damara bermain tanah siangnya pas matahari lagi terik-teriknya.


"Sama siapa?" tanyaku.


"Aku, dong!" katanya semangat. Padahal aku mengira akan bermain tanah bersama Adiknya, Anindita. Saat itu yang bisa diajak main cuman Anindita, sedangkan Andre masih bayi.


"Kamu, nih, kayak anak kecil aja. Udah gede juga. Harusnya yang kamu ajak main malah Dek Dita," kataku malas.


"Nanti aja main sama Dek Dita, sekarang aku mau main sama kamu dulu. Karena katanya di sini ada harta karun, jadi bantu aku buat ngegali. Kalo beneran ada harta karunnya, buat kamu aja, deh, janji." Damara berlari keluar layaknya anak kecil sambil ngebawa dua sekop pasir mainan milik Adiknya Anindita.


Aku kemudian terpaksa menuruti permintaannya. Pertama, kami menggali tanah di dekat ayunan dan yang kedua kami menggali tanah di samping garasi. Tapi kami gak menemukan apapun.

"Mana ada harta karun," cibirku yang kepanasan.


"Makanya nyarinya pake motivasi bukan perasaan." Damara balik mencibirku sambil tertawa, "sekarang kita gali di bawah pohon mangga gede itu, yuk!"


"Ini terakhir, kalo gak ada aku nyerah." Aku dan Damara kemudian ke sana dan mulai menggali. Setelah beberapa menit menggali, Damara berteriak kegirangan karena melihat suatu kotak yang nampak.


"Nah, kan, beneran ada ternyata!" Damara segera ngeluarin kotak kayu yang cukup besar itu.

"Nih, kayak janjiku, buat kamu aja," Damara menyerahkan kotak itu padaku.

Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang