Lima Delapan

43 9 1
                                    

Ilyana tetap semangat di delapan bulan kandungannya. Tubuh yang membesar membuat dirinya masih bergerak meskipun tidak seluasa sebelumnya. Namun kebahagiaan membuatnya melangkah energik di samping sang suami.

Memasuki rumah baru. Kekagumannya tak berhenti. Malah membuatnya semakin bersyukur. Pelukan erat suaminya membuatnya airmata kebahagiaan runtuh. Terlebih seluruh anggota keluarga besar suaminya juga ayah dan ibunya sudah berkumpul di halaman belakang yang asri. Wajah wajah bahagia disertai senyuman menjadi kado terindahnya.

Pandangan matanya menatap laki-laki di hadapannya. Entah bagaimana sang suami memberikan banyak kejutan di tepat ulang tahunnya ke 34. Ilyana meleburkan tubuhnya kepelukan Rivali.

Terima kasih sayang.... Ini hari paling bahagia dalam hidup aku. Bisiknya Lirih.

Dekapan sang suami membuat dirinya semakin menumpahkan airmatanya. Semakin tak terbendung. Baginya Tuhan begitu baik kepadanya juga keluarganya. Menghadirkan Rivali, laki-laki yang usianya jauh lebih muda darinya. Namun memberikan banyak kasih sayang dan kebahagiaannya untuknya, Sisi, juga orang tuanya. Menghapus kesedihan serta traumanya akan masa lalu.

*****

Bibir Ilyana sedikit tertawa saat melihat gaun hitam yang dipakainya menyembulkan permukaan bagian depan.

"Sayang.... Kamu ga apa-apa. Aku begini?"

Ilyana melihat respon sang suami yang baru memasuki kamar.

"Cantik."

Perkataan Rivali membuat Ilyana memerah. Pasalnya laki-laki itu berkata serta menatap ke arahnya. Merasa diperhatikan dengan intens Ilyana sengaja membalikan tubuhnya. Namun seketika tubuhnya menegang saat aroma maskulin itu memeluknya dari belakang. Seraya membisikan "Bunda selalu cantik."

"Udah ah. Nanti kita kemalaman." Ucapnya mengalihkan degup jantungnya dan melepaskan pelukan itu.

Tanpa menoleh Ilyana memutuskan keluar terlebih dahulu dari kamarnya. Ia tidak ingin Rivali melihat pipinya yang semakin merona.

"Bundaaaa cantik banget."

Teriakan Sisi saat melihatnya keluar kamar. Alhasil seluruh keluarga yang sedang berada di ruang tengah ikut menoleh. Melihat itu Ilyana tersenyum. Tak lama ia melihat sang suami keluar kamar. Mereka pun berpamitan kepada semua.

Ilyana berjalan menuju area luar rumah. Nampak Bonan sedang duduk di kursi teras.

"Nan. Hari ini, gue bawa sendiri."

Suara Rivali membuat Bonan menangguk dan menyerahkan kunci mobil. Ilyana tersenyum saat suaminya membukakan pintu untuknya. Tak lama disusul laki-laki itu duduk di sebelahnya. Kendaraan pun meninggalkan garasi rumah. Mereka membelah malam Jakarta.

Tepat empat puluh lima menit perjalanan. Kendaraan berhenti di sebuah gedung. Ilyana melihat seorang valet membukakan pintu untuk suaminya dan dirinya. Lalu, mereka pun menuju lobi gedung.

"Selamat Malam Pak Rivali. Selamat Malam Ibu. Selamat Datang di tempat kami. Mari.... "

Seorang berpakaian hitam menyapa dan mengantarkannya menuju lift. Tak lama pintu lift terbuka. Benda kotak berkaca itu bergerak naik hingga berhenti. Pria itu membuka kan pintu dan mempersilakan Ilyana dan sang suami keluar lift.

Ilyana tertegun saat memasuki sebuah pintu. Matanya dimanjakan oleh pemandangan kota Jakarta malam hari. Langkahnya semakin dekat dengan sebuah meja dan dua buah kursi yang sudah terdekor dengan indah.

****

Berada di ketinggian dengan suasana romantic membuat udara malam tidak dirasakan oleh Ilyana. Kejutan demi kejutan ia terima dari sang suami. Membuat senyum dan hatinya menghangat. Puncaknya ketika sang suami menghadiahkan lagu untuknya dengan iringan piano.

Baru kali ini ia melihat laki-laki itu bernyanyi seraya bermain alat music. Dari tempat duduknya, mata Ilyana berkaca-kaca. Bait demi bait yang terucap dari bibir suaminya menggetarkan seluruh tubuhnya. Betapa ia tak bisa berkata. Hingga...

"Ilyana Putri, Sayangku... istriku, dan Bunda dari anak-anakku. Terima kasih sudah melengkapi hidup ini menjadi sangat SEMPURNA. Tetaplah selamanya berjalan dan menemani hari-hariku... Maafkan jika Aku, Rivali Ravendra, suamimu dan Ayah dari anak-anak KITA... masih banyak kekurangannya. Ingatkan dan ajari aku untuk selalu membahagiakan dan menemani KALIAN selamanya."

Ilyana yang mendengar pernyataan dari sang suami lantas bangun. Berjalan selangkah hingga berhenti dan berhadapan lalu memeluk tubuh kekar itu.

"Sayang..... I love you so much." Ucap Ilyana.

Suasana hening serta udara dingin membuat Ilyana tak ingin melepaskan dirinya dari hangatnya tubuh itu. Aroma sang suami semakin membuat mengeratkan pelukannya. Baginya pelukan sang suami adalah rumah ketiganya setelah Ibu dan Bapak. Jika dulu kesedihan dan kebahagiaannya ia bagi kepada kedua orang tuanya. Namun kini, kehadiran Rivali benar-benar penyempurna kehidupannya.

****

Bersambung

Love (Selesai)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن