Empat Delapan

37 9 0
                                    

Ilyana segera turun dari mobil. Ia sengaja tidak mengizinkan Rivali untuk keluar mobil. Pasalnya dari semua orang yang berada di kantor hanya Nana saja yang mengetahui dirinya sudah menikah. Ia pun memilih untuk mengambil cuti selama satu minggu. Untung saja bosnya sedang melakukan perjalanan ke luar negeri.

Sesampainya di ruang kerja, ia mendapati Nana sedang menyimpan beberapa tumpukan.

"Sudah semua Na?"

"Iya Bu. Oya Bu... Ini ada hadiah kecil dari saya. Sekali lagi saya minta maaf tidak bisa datang."

"Ga apa-apa, Na." ujarnya.

Ilyana menerima sebuah paperbag dari Nana. Tak lupa mengucapkan terima kasih. Memang saat itu Nana tidak dapat hadir karena ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan. Ia memahami itu. Menginggat pekerjaannya satu minggu di handel langsung oleh Nana.

"Bu..... Bapak Soni dan Bapak Sam meminta jam 10 rapatnya. Karena Beliau harus segera ke Bali."

"Boleh... hubungi mereka ya, Na. Tolong siapkan ruang ya." Ujarnya

"Na... bisa buatkan kopi ya."

"Iya Bu. Saya permisi." Ujar Nana seraya keluar dari ruangan.

Ilyana pun segera mengecek tumpukan berkas di mejanya. Diamati dengan detail angka angka tersebut.

Tok... Tokkkk...

Terlihat Nana datang dengan secangkir kopi. Kemudian diletakkan di meja. Tak lama Nana pun keluar ruangan.

Aroma kopi hitam membuat Ilyana menarik dalam napasnya. Aroma yang menemaninya pekerjaan di kantor. Entah mengapa dirinya begitu menikmati uap hangat yang muncul dari kopi itu.

Ting

Ay... Aku udah di kampus.

Sebuah pesan masuk dari suaminya.

Semoga lancar ya.... Balas Ilyana.

*****

"Silakan ada yang mau kita diskusikan lagi?"

"Saya sudah cukup, Bu." Ujar Pak Soni.

"Mungkin Pak Sam?" ujar Ilyana kepada pria berkaca mata.

"Tidak Bu Ilyana."

"Baiklah. Rapat kita tutup. Terima kasih atas kehadiran Pak Sono dan Pak Sam."

Ilyana pun segera meninggalkan ruangan. Diikuti Nana di belakangnya. Mereka segera memasuki lift menuju lantai ruang kerjanya.

Gawai di tangan Ilyana berbunyi. Tertera nama My Husband...

"Halo... iya, aku langsung ke bawah. Kamu tunggu di dalam ya."

Dimatikan percakapan itu. Lalu, ia pun menengok ke arah Nana. Dan mengajaknya untuk ikut makan siang. Namun Nana menolaknya. Karena Dia membawa sendiri makan siangnya. Pintu lift terbuka, Nana pun segera keluar. Ilyana memilih untuk melanjutkan ke lobi.

Gawainya pun berbunyi kembali.

"Aku sudah di lobi... kamu di mana? Ohhhh... "

Kalimat Ilyana terhenti saat mobil merah berhenti tepat di hadapannya. Dengan cepat ia memasukinya. Tak lama kendaraan yang membawa mereka pun menjauh dari area perkantoran.

Sekitar 30 menit mereka tiba di sebuah resto. Seorang pelayan menyambutnya dan mengantarkan ke tempat duduk. Ilyana yang menerima menu segera memilih beberapa makanan dan minuman.

****

Ilyana melihat mobil yang dikendarai suaminya menghilang dari pandangannya. Ia pun bergegas memasuki tempatnya. Ia mendapati Nana sudah duduk di kursi kerjanya.

"Ini Na." ucapnya seraya menyerahkan sesuatu.

"Terima kasih ya Bu. Seharusnya jangan. Merepotkan Ibu." Ujar Nana saat menerima kantung minuman.

"Ga Kok. Kebetulan Kami makan di tempat itu."

Ia pun segera memasuki ruang kerjanya. Duduk di kursi kerja. Melanjutkan kembali pekerjaannya.

Sekitar pukul dua siang sebuah pesan masuk ke gawainya.

Aku udah sampai sekolah Sisi

Dengan segera Ilyana membalasnya. Sebenarnya ia tidak ingin merepotkan Rivali untuk mengantar jemput dirinya juga putrinya. Terlebih sang suami juga harus bolak balik kampus untuk mengurus perkuliahan. Namun Rivali sendiri yang 'memaksa' melakukan itu semua.

"Sayang.... Selama aku di Jakarta, biar Kamu dan Sisi diantar jemput ya."

Ilyana menoleh ke arah suaminya. Gawai yang sedari tadi dipantaunya pun diletakkan di nakas.

"Bukannya kamu juga harus ke kampus? Nanti urusan ga selesai-selesai." Ujarnya.

"Aku ke kampus setelah mengantar Kamu dan Sisi." Ucap Rivali.

"Tapiii..."

"Dua minggu lagi aku berangkat ke Medan. Tentu aktivitas ini ga bisa aku lakukan lagi. Biarkan aku menikmati momen kebersamaan dengan Kamu... juga Sisi."

Tok... Tok

Suara ketukan disertai pintu terbuka membuat Ilyana tersadar. Ia melihat Nana berjalan mendekat.

"Bu.... Ada Pak Rino di line satu. "

Ilyana pun meminta Nana untuk duduk. Ia pun segera menekan tombol nomor satu.

"Halo"

"Lusa saya Ke Jakarta. Persiapkan rapat laporan rutin. Undang para direksi dan komisaris seluruh kantor cabang. Semua wajib hadir. Tanpa terkecuali."

Tiiiiit.... Percakapan itu putus sepihak.

Ilyana segera meletakkan gagang telepon. Ia tidak habis pikir Bos nya menghubungi hanya untuk memberikan perintah. Padahal itu bukanlah tugas Ilyana. Mengapa Bos tidak menghubungi Prisila sebagai asisten sekretarisnya. Melainkan harus Ilyana. Namun dirinya paham tabiat Bosnya itu.

"Na... saya minta tolong Kamu hubungi Prisila. Infokan bahwa Bosnya akan pulang. Biar Dia bisa mempersiapkan juga. Sekalian Kamu dan Prisila menghubungi para direksi dan komisaris."

"Baik, Bu." Ucap Nana seraya berjalan keluar ruangan.

Ilyana pun menyusun agenda perayaan perusahaan. Meskipun ia belum pernah terlibat sebagai ketua namun dirinya selalu mendapatkan laporan perayaan sebelumnya.

Bersambung

Love (Selesai)Where stories live. Discover now