Enam Satu

28 9 0
                                    

Rivali mengecek kembali perubahan yang diminta Pak Marko. Pasalnya bangunan yang dikerjakan sudah hampir delapan puluh persen. Sedangkan waktu tersisa satu bulan lagi. Untung saja semua pekerja dapat bekerja dengan sangat baik. Hanya masalah waktu jam kerja yang ia tambah.

"Bagaimana Li? Apakah perubahan yang diminta Raisya bisa? Maafkan jika mendadak." Ucap Pak Marko saat mengunjungi proyeknya.

"Untuk masalah tanah masih ada spacenya walau saya harus sedikit merompak dasar bangunan." Jawab Rivali.

"Untuk pekerja apakah bisa ditambahkan? Untuk tetap mempertahan kondisi mereka. Kasihan kalau bekerja dua shift." Ujarnya kembali.

"Silakan Kamu atur saja. Untuk pendanaan akan saya hitung ulang. Yang penting masalah bangunan saya percayakan ke kamu."

Kalimat Pak Marko pun dijawab dengan anggukan. Rivali tahu jika Beliau sangat profesional dalam berbisnis.

"Raisya yang akan datang esok. Rencana hingga beberapa minggu. Saya mohon bantu Dia dalam menghadapi pihak desain interiornya. Lusa saya akan kembali ke Medan.Tolong hanya Kamu yang saya percaya di sini. Saya tidak ingin terjadi apa-apa dengan Dia."

Rivali yang mendengarkan perkataan  beliau hanya mengangguk. Sebagai mitra bisnis tentu Rivali ingin menjalin hubungan yang baik dengan siapa pun.

*****

"Haloooo Daddy.... "

Kebahagian Rivali tampak nyata saat Ilyana mengambil gambar bayi menggemasakan yang sedang tertawa di ranjang mereka. Ditatap satu persatu jagoannya. Pipi ketiga putra kesayangannya begitu bulat di enam bulan usianya. Ia bersyukur sang istri, Ilyana begitu pandai merawat para buah hatinya.

"Loh Sayang baru pulang ya?" tanya Ilyana setelah melihat kemeja hitam masih melekat di tubuh.

"Iya Ay. Bagaimana mereka tidak rewelkan? Kalau Bunda kerepotan libatkan para suster. Kamu juga butuh istirahat, Sayang."

Rivali melihat Ilyana mengangguk. Sungguh tak percaya perempuan yang kini terpampang di layar adalah Ibu dari empat anak. Perawakannya yang mungil tak menggambarkan itu.

"Daddy... kapan pulang?"

Suara Sisi terdengar dari layar di tangannya. Tak lama nampak wajah putri pertamanya yang selalu ceria.

"Semoga secepatnya ya. Sekolah Sisi bagaimana? Persiapan ujian lancar?" tanyanya kepada gadis berponi itu.

"Pasti dong Dad."

Rivali melihat Sisi asik menciumi ketiga adiknya secara bergantian. Seakan-akan mengerti kehadiran sang kakak, para jagoan kecil itu kegelian bahkan ada yang tertawa.

Sungguh pemandangan itu membuat lelah dalam bekerja menjadi hilang. Meskipun harus terpisah jarak dengan mereka namun Rivali selalu semangat. Baginya memberikan segala kebutuhan keluarga adalah tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Dirinya selalu ingin memberikan hal terbaik untuk Ilyana, Sisi, Key, Keenan, dan Kenzo.

"Sayang. Tambah kurus ya. Makannya teratur ga? Istirahat juga yang cukup."

Rivali melihat ke sumber suara. Nampak sang istri menatapnya. Ada sedikit kecemasan di wajah cantiknya.

"Makan dan istrirahat cukup, Sayang. Mungkin karena fokus menyelesaikan proyek di sini." Jawabnya.

Owww.... Oweee

"Sayang... seperti sudah jam tidur mereka. Nanti kita sambung lagi ya. Kamu mandi dulu ya."

*****

Rivali memperhatikan wajah sang istri. Kelelahan nampak terlihat. Namun tak pernah sekalipun keluhan kerepotan terdengar melalui bibir tipis sang istri. Hampir setiap malam sebelum tidur mereka bersua melalui layar kaca.

Cerita sang istri tentang perkembangan putra dan putrinya adalah irama pengantar tidur. Mata hazel Ilyana selalu berbinar mengisahkan mereka. Bagi Rivali, momen ini adalah yang selalu dinanti. Walaupun tak selalu berada di antara keluarga kecilnya namun dengan cerita Ilyana, Rivali merasakan ada di dalamnya.

"Sayang... "

"Iya."

"Tiga minggu lagi mama ulang tahun. Kamu bisa datang?" tanya sang istri.

"Nanti aku usahakan. Mau kado apa buat Mama. Biar aku cari di sini."

"Ga usah, Yang. Aku udah pesan dari teman yang kebetulan sedang melancong." Ujar Ilyana.

"Sayang... "

"Iya... "

"Aku u dah ngan tuk." Tak lama Rivali melihat Ilyana menguap.

"Sayangggg.... Kamu tidur ya."

"Iya. Dah Sayang. Love you." Ucap Rivali.

"L o v e y o u t o o."

Rivali tersenyum melihat Ilyana yang sudah memejamkan mata namun layar itu belum sempat dimatikan. Seperti perempuan itu benar-benar lelah. Ia tau benar betapa Ilyana mengatur semua keadaan rumah selama dirinya tidak berada di Jakarta.

ia sudah mempekerjakan dua asisten rumah tangga untuk memasak dan menemani sang istri. Tiga suster yang membantu mengawasi ketiga jagoannya yang mulai aktif. Tiga orang yang pulang pergi juga diperbantukan membersihkan rumah serta pekerjaan lainnya. Satu orang penjaga rumah.  Pak Sugeng suami salah satu asisten rumah tangga yang menjaga rumah dan mengantarkan Ilyana kemana pun. Selain itu ada juga Bonan yang bertugas antarjemput Sisi. Semua Rivali lakukan agar keluarga baik-baik saja dan dirinya tak was-was selama meninggalkan mereka.

Memandang wajah Ilyana yang tertidur pulas membuat senyuman mengembang. Betapa ia menjadi laki-laki paling beruntung. Bukan hanya Ilyana memberikan empat penerus hidupnya namun betapa perempuan itu menjaga dan merawat kesemuanya dengan sangat baik. Rivali tak iri atau cemuru jika perhatiaan sang istri kepadanya berkurang. Selama seluruh anak-anaknya sehat dan tak kurang satu apapun.

*****

Love (Selesai)Where stories live. Discover now