Dua Empat

30 9 0
                                    

Cuaca yang tidak bersahabat membuat Rivali harus tetap bersemangat ini. Proyek yang ditanganinya sudah memasuki lima puluh persen pembangunan. Ia mempekerjakan ratusan orang. Untuk memberikan hasil yang baik dan matang, ia pun membagi pekerja ke dalam tiga shif. Bagaimanapun ia tidak ingin para pekerja kelelahan dan tentu akan mempengaruhi kesempurnaan proyek pertamanya.

"Bro... "

Rivali yang sedang duduk di kursi kerjanya pun menoleh. Ia melihat Adit datang bersama seseorang.

"Kenalin Ini Aline. Doi yang gue tunjuk untuk desain tiap ruangan. Dan Lin, ini Ali, Bos proyek ini."

Ia melihat perempuan di samping Adit berjalan mendekat dan memberikan tangannya. Dirinya pun membalas perkenalan itu.

"Li, Aline perlu banyak ngobrol ma Lo, mau tau konsep bangunan ini. Setelah itu baru bisa garap desainnya."

Rivali pun memberikan salinan rancang bangun hotel kepada Aline.

"Oya Li, gue tinggal dulu ya. Gue ada urusan. Lin.... Sori ya. Ga apa-apakan Lo? Tenang aja, Bro gue ini ga macam-macam ma cewe. Li, jagain Aline ya. Ntar gue jemput Dia lagi ke sini."

Setelah Adit pergi, ia mempersilakan Aline untuk duduk.

"Maaf mau minum apa?" ujarnya.

"Ehmmm. Mineral water aja."

Rivali mengambil beberapa botol dan membawanya ke meja besar.

*****

Rivali baru saja menyelesaikan makan siangnya. Ia bersyukur makan bersama dengan para anak buahnya berjalan lancar. Walaupun hanya nasi kotak. Memang kali ini makan siang spesial karena meresmikan satu bulan proyek berjalan tanpa hambatan.

"Bang.... Terima kasih makan siangnya." Ujar salah seorang yang memakai topi.

Rivali pun mengangguk. Tak lama pekerja lainnya juga saling bersahutan mengucapkan terima kasih.

"Saya mengucapkan terima kasih atas kerja sama ini. Sudah satu bulan pekerjaan terselenggara. Saya juga melihat tidak ada kesalahan. Kalian bekerja sangat total. Saya harap setengah perjalanan berikut dapat kita laksanakan dengan sangat baik. Mohon jaga keadaan kalian, cuaca pancaroba mulai datang. Jika ada yang sakit tolong kabari dan kalian harus beristirahat, jangan memaksakan kondisi."

"Oya.... Jika ada masalah segera infokan. Jangan diselesaikan sendiri."

Getaran pada satu jaket menginterupsi pembicaraannya.

Terlihat Sisi Calling....

"Maaf saya tinggal dulu. Silakan dihabiskan makanannya." Ujarnya seraya keluar dari kerumunan.

Dirasakan kondisi aman, ia menggeser lambang berwarna hijau itu.

Halo, iya Si....

....

Kapan? Oke Om usahakan ya

....

Dah

Rivali meletakkan kembali gawainya. Ia tidak bergabung namun memilih menuju bilik istirahat. Sesampainya di bilik ia berjalan menuju meja kerjanya. Melihat semua agenda kegiatan beberapa hari ke depan.

Tiba-tiba saja, ia merasakan pusing. Dipejamkan matanya dan menyenderkan kepala ke kursi kerjanya. Ditariknya napas perlahan dan dilepaskan. Berharap kondisi kepalanya membaik.

Syukurlah setelah beberapa menit melakukan hal itu, kepalanya dapat dikondisikan. Pandangan Rivali tertuju kembali ke benda pipih di mejanya. Disentuhnya layar itu. Senyumnya sesaat mengembang saat melihat wajah cantik natural Ilyana yang tercandid. Rivali mendapatkan gambar itu dari jepretan kamera karyawan saat pembukaan resto.

Kerinduannya semakin bergejolak.

*****

"Mrs. Ravendra .... Kita sudah sampai."

Rivali membuka matanya saat mendengar seseorang memanggilnya. Ia terkejut saat mendapati seorang pramugari berdiri di hadapannya.

"Oh.... Terima kasih."

Dengan cepat Rivali berdiri. Ia pun melihat keadaan pesawat sudah sepi. Hanya ia penumpang terakhir. Entah mengapa ia seperti tidak sadar diri. Terakhir yang ia ingat adalah pusing di kepalanya datang lagi sesaat pesawat mengangkasa.

Rivali berjalan menuju area depan bandara. Terlihat Riki melambaikan dan memanggilnya. Ia pun berjalan mendekat.

"Lo nunggu dah lama?" tanyanya.

"Ga bang. 5 menitan." Ucap Riki.

Ia pun meminta Riki yang mengendarai mobil. Sepertinya sakit kepalanya membuat ia tidak mampu jika harus menyetir.

"Resto aman Ki? Sori gue jarang hubungi Lo."

"Aman Bang. Sesuai instruksi."

"Kita ke resto Leo dulu. Baru ke tempat Lo." Ujarnya.

Setelah dua jam perjalanan, kendaraan tiba di resto. Keadaan sangat ramai. Kebetulan ini weekend. Resto pertama memang tidak sebesar yang satunya. Namun Rivali memiliki kenangan tersendiri. Di sinilah ia mengenal bisnis pertama kali. Jatuh bangun berkali-kali dirasakan.

"Weyyyy.... Bos Besar."

Teriakan itu membuat dirinya menghentikan lamunannya. Leo, sahabatnya yang dipercayai untuk memanage resto memeluknya.

"Kapan datang?"tanya Leo.

"Baru aja, gimana kabar Lo?"

"Baik gue. Lo sendiri? Oya mau minum apa?" ujar Leo.

"Gue ga lama. Cuma mau kangen tempat ini aja. Gue cabut dulu."

"Serius???"

Rivali memberikan jempolnya. Ia pun berjalan menuju Riki yang sedang menyender pada mobil.

"Ki... lanjut ke tempat Lo." Ujarnya seraya memasuki mobil.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang