Tiga Puluh

34 9 0
                                    

"Ayo, Sayang. Sudah siap?"

Ilyana berjalan menuju mobilnya dengan cepat. Tak lama Sisi mengikutinya dari belakang. Kendaraan pun meninggalkan rumah.

"Sisi... kamu ga apa-apa... nanti tunggu aja di tempat yang mudah orang lihat. Kamu jangan kemana-mana sampai teman-teman dan guru datang."

"Iya Bun. Ammyymmm.... yammm... " ujar Sisi dengan mulut yang mengunyah.

Ilyana memang masih terlalu pagi mengantarkan putrinya ke sekolah. Saat ini jam di tangannya baru menunjukkan pukul 05.50. Padahal kelas Sisi baru dimulai pukul 08.00. Namun karena telepon Bosnya membuat Ilyana terpaksa mengantarkan Sisi lebih awal.

Hari masih sangat pagi. Jalanan cenderung lengang. Sehingga kendaraannya dapat melaju tanpa hambatan. Hasilnya tepat jam setengah tujuh, mereka tiba di sekolah.

Kondisi sekolah saat itu sepiii. Hanya ada petugas kebersihan dan keamanan. Ilyana yang mengenali salah satu pria berseragam hitam-hitam segera turun. Ia berjalan mendekat.

"Pagi Ibu.... " ujar pria itu

"Pagi Pak Tomo. Maaf saya mau minta tolong. Bisa jaga Sisi. Kebetulan saya ada rapat pagi ini. Jadi Sisi berangkat lebih awal."

"Baik Bu."

Setelah menyerahkan putrinya kepada petugas keamanan sekolah,  ia pun memeluk kembali Sisi.

"Ingat pesan Bunda." Ucapnya kembali seraya mengusap pucuk kepala putrinya.

Ilyana pun segera meninggalkan area sekolah. Menuju ke kantornya.

Memasuki lobi yang sepi, Ilyana berjalan cepat menuju lift yang terbuka. Hingga lift berhenti tepat di lantai ruang kerjanya. Saat memasuki ruangan terlihat Nana yang sedang meletakkan kertas-kertas di mejanya.

"Maaf saya jadi merepotkan Kamu." Ucapnya.

"Ga apa-apa Bu. Ini semua yang Ibu minta." Ujar Nana.

Ilyana mengecek berkas di tangannya. Sekitar tiga puluh menit. Ia pun memberikan kepada Nana untuk digandakan dan difilekan.

*****

Ilyana dan Nana memasuki ruang rapat. Kosong. Seperti biasanya ia selalu hadir lebih awal. Ia tidak mempermasalahkan. Baginya bekerja secara baik dan propesional. Namun kali ini ia benar-benar dibuat kesal. Pasalnya si Bos secara gampang mengatakan rapat baru di mulai pukul Sembilan tiga puluh. Dengan alasan lupa menginformasikan kepadanya.

Benar saja tepat jam 09.30, para pemegang saham dan Bos memasuki ruangan. Ilyana dan Nana sudah berdiri untuk membuka rapat kali ini. Setelah semua kursi terisi, Ilyana pun langsung melaporkan neraca keuangan perusahaan. Sementara Nana membagikan file untuk memudahkan mengakses laporan secara digital.

Ia bersyukur para pemegang saham setuju dengan laporannya. Terlebih keuntungan yang signifikan juga Ilyana utarakan dalam rapat. Pasalnya perusahaan baru saja meluncurkan beberapa apartemen yang tersebar di beberapa kota besar. Hasilnya pembelian meningkat secara baik dalam hitungan minggu.

Ilyana lega saat satu persatu pemilik saham tersenyum bahagia saat meninggalkan ruangan rapat. Kini dihadapannya tersisa Bos. ILyana malas jika harus berkata-kata. Ia pun memilih membantu Nana merapihkan berkas hasil rapat.

"Saya sudah mereservasi resto. Kalian ikut dengan saya."

Dirinya terpaksa menoleh saat kalimat terdengar dari mulut Bos.

"Terima kasih. Tapi maaf Pak, saya dan Nana tidak bisa." Ujarnya.

"Ini perintah. Saya kan Bos kalian!"

Kalimat itu membuat Ilyana dan Nana menoleh kembali. Terlihat gaya arogan dan angkuh dari Bosnya. Ingin rasanya ia berlalu dari pria menyebalkan itu.

Di saat itulah, gawai miliknya bergetar. Ia segera mengeluarkan dari saku celana panjangnya. Panggilan masuk tanpa identitas. Namun Ilyana memilih menerimanya. Pasalnya ia tidak pernah memberikan nomor telepon kepada orang yang tidak dikenalnya.

"Permisi pak... " ucap Ilyana seraya menjauh dari Bosnya.

"Halo.... "

Ilyana berjalan menuju ruangannya dengan gawai yang masih di telingannya. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti.

Tante Rania!

....

Ada apa Tante?

.....

Hah????

.....

*****

Kini Ilyana berjalan memasuki gedung apartemen yang cukup mewah. Berbekal alamat yang diberikan Tante Rania. Saat memasuki lobi, dua petugas keamanan menyambutnya. Ia pun menyampaikan maksudnya. Salah seorang dari mereka mengantarkan Ilyana menuju lift yang terbuka terbuka.

Tepat di lantai 10 Petugas yang berpakaian hitam-hitam mempersilahkan Ilyana keluar terlebih dahulu. Ia bersyukur petugas itu mengantarkan hingga alamat yang dituju.

Langkahnya terhenti tepat di depan pintu bernomorkan 101526. Petugas keamanan manawarkan apakah memerlukan bantuan lagi. Dengan cepat dirinya menggeleng seraya mengucapkan terima kasih.

Ilyana menekan tombol yang menempel pada pintu di hadapannya. Hingga beberapa menit tidak reaks. Ia pun membuka gawainya mencari kontak. Namun saat bersamaan sebuah suara terdengar dari kotak yang menempel di dinding menanyakan identitas dirinya. Ia sedikit lega, ternyata laki-laki itu berada di dalam.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang