Tiga

52 12 0
                                    

Suasana pagi di sekitar Ancol. Mata laki-laki itu tajam membidik setiap aktivitas manusia. Kegiatan ini rutin dilakukan. Hobi sejak sekolah menengah tidak dapat dilepaskan dari hidupnya. Bahkan dengan hasil bidikannya ia beberapa kali mendapat penghargaan. Selain itu berbagai momen tersebut di simpan rapi dalam ruang pribadinya.

Matahari sudah mulai menghangatkan tubuh atletis itu. Untung saja topi hitamnya sedikit melindungi dari terik. Untung saja rambut ikalnya selalu diikat hingga semilir angin menyapu peluh itu.

Dilihatnya jam tangan di pergelangan kirinya. 10.00... Laki-laki itu segera menuju area parkir dan meninggalkan Ancol. Sekitar pukul sebelas siang, ia berhenti di depan sebuah kafe yang unik. Dengan bangunan yang menggunakan bata merah pada seluruh dindingnya.

Rivali Café's

"Pagi Bang?" sapa seseorang.

"Pagi, Ki. Yang lain sudah kumpul?"

"Semua sudah di ruangan."

Secara bersamaan mereka menuju pintu berwarna hitam. Di dalamnya beberapa orang duduk berkelompok.

"Maaf saya sedikit terlambat." Buka laki-laki itu.

"Laporan sudah saya terima. Dari Riki. Silahkan jika ada yang ingin dibicarakan." Ujarnya lanjut.

"Bang Riva. Kalau boleh usul, sebaiknya kafe ini diperluas. Karena pengunjung jika weekend nyaris sesak. Kita menjaga hal-hal yang tidak diinginkan aja Bang." Ucap laki-laki yang sebaya dengannya.

"Betul Bang." Sambung yang lain.

"Oke. Nanti saya diskusikan dulu dengan Pak Joyo. Untuk sementara saya mohon Pak Marjo dan Pak Tono masalah keamanan ditangani dengan baik."

"Silahkan kembali bekerja." Ujar laki-laki itu seraya berjalan menuju pintu yang sama dan melangkahkan kakinya ke ruang atas. Langkah cepat menaiki tiap anak tangga hingga berhenti di pintu yang bertuliskan Rivali Room.

*****

Suasana menjelang sore cukup cerah. Rivali melajukan motor sport menuju kampus. Kebetulan hari ini kuliah dimulai pukul empat sore. Aktivitas padat untuk hari ini. Untung saja, ia sempat istirahat selama satu jam.

Saat melewati perempatan yang sepi. Tiba- tiba...

Brukkkk

Rivali dan motornya terjatuh dan terlempar. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menyerempetnya. Seingatnya pertigaan ini adalah jalur tanpa kecelakaan lalu lintas. Selama lima tahun melewati jalur selalu aman. Namun kali ini.

Dengan segera ia memarkirkan motor ke tepian. Terlihat mobil tersebut berhenti tepat di depannya. Ia berjalan mendekati kendaraan tersebut dengan helm yang masih bertengger di kepalanya. Celana jeans yang dipakainya sedikit sobek pada bagian lutut akibat terbentur aspal.

Tepat di samping kaca pengemudi, Rivali mengetuk perlahan. Sekilas ia melihat seorang perempuan memegang alat. Samar namun ia kenal dengan jelas benda yang dipegangnya. Seperti perempuan di dalam sana 'ketakutan' melihatnya. Benar saja, tak lama kendaraan yang menabraknya segera berlalu.

Rivali kembali menuju motor yang terparkir di tepi jalan. Ada beberapa kerusakan pada bodi merah itu. Ia segera menghubungi seseorang. Tak lama kendaraan Derek tiba. Setelah berbicara segera kendaraan derek berlalu. Rivali pun memilih menggunakan kendaraan online untuk meneruskan perjalanannya.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Where stories live. Discover now