Dua belas

40 11 0
                                    

Tumpukan file keuangan sudah berada di meja kerja Ilyana. Terlihat Nana, sekretarisnya mencatat setiap kalimat yang keluar darinya. Hal itu sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan laporan yang ia buat.

Tak terasa waktu makan siang tiba. Ilyana dan Nana bermaksud untuk beristirahat. Namun panggilan komunikasi di mejanya berbunyi. Lampu berkedip pada angka satu. Ilyana meminta Nana untuk mengangkatnya. Sedangkan ia memasukan beberapa barang pribadinya ke dalam tas.

"Bu.... Pak Rino."

Ilyana menerima panggilan itu. Nana memilih untuk keluar ruangannya untuk bersiap-siap.

"Maaf saya sudah ada janji dengan yang lain. Terima kasih." Ucapnya seraya menutup percakapan itu.

Ilyana keluar ruangan sudah ada Nana menantinya. Mereka pun segera memasuki lift menuju lobi gedung. Sesampainya di lobi mereka menuju luar gedung untuk makan siang. Entah mengapa hari ini Ilyana ingin makan sesuatu yang berkuah dan pedas. Ilyana memutuskan untuk tidak membawa mobil, ia ingin menikmati suasana jalanan. Sebuah kendaraan yang dipesannya pun tiba.

Tepat dua puluh menit mereka tiba di resto. Saat berada di dalam, suasana ramai karena pas dengan makan siang. Ilyana menyayangkan tidak memesan tempat terlebih dahulu.

"Bu, penuh. Apa kita cari tempat lain?" ujar Nana.

Ilyana tidak menjawab namun memang terlihat tidak ada meja kosong. Pandangannya menyisir setiap sudut. Padahal ia sangat ingin makan ramen... terlebih setelah menerima telepon dari bos barunya.

"Coba kamu tanya. Kalo menunggu dapat antrian ke berapa?"

Ia melihat Nana mendekati meja pemesanan. Tak lama Nana kembali ke hadapannya.

"Lima antrian lagi Bu." Lapornya.

"Kamu sudah lapar? Kalo belum kita tunggu aja ya?" Tanya Ilyana kepada Nana.

Akhirnya mereka memutuskan untuk menunggu. Untung saja temperatur di ruangan cukup sejuk. Ilyana membaca menu yang ada di tangannya. Ini dilakukan agar saat berada di dalam tidak perlu waktu lama untuk menentukan dan memesan makanan. Saat itulah dirinya tanpa sengaja membentur sesuatu. Ia menahan suara sakitnya seraya memegang keningnya.

"Maaf Anda tidak apa-apa?" Tanya seseorang.

Ilyana berusaha melihat ke sumber suara. Ia mundur sedikit untuk dapat melihat siapa yang bertanya.

"Kamu?"

*****

Ilyana tidak terlalu menikmati apa yang ada di mejanya. Padahal tenggorokan dan perutnya sudah memanggilnya.

"Kenapa ga dimakan?" Tanya seseorang yang duduk berhadapannya.

"Kalo tidak selera biar saya panggilkan pelayan." Lanjut orang itu.

ILyana menggeleng dan memegang mangkok ramen yang sudah mulai dingin. Terus terang ia tidak terbiasa makan dengan laki-laki. Apalagi laki-laki itu berada di hadapannya.

"Bu... maaf saya ke toilet sebentar."

Suara Nana membuat Ilyana mengangguk dan mulai mencoba kuah ramen itu. Tiba-tiba Ilyana tersedak aroma ramen.

"Ini. Minum dulu."

ILyana menerima gelas dari laki-laki itu dan meminumnya. Panas. Pedas. Bercampur pada hidung dan telinganya. Tidak terasa peluh membasuh wajahnya.

"Masih tidak enak?" Tanya laki-laki itu.

Entah mengapa Ilyana mengangguk. Namun itulah yang ia rasakan. Memang baru kali ini ia mencoba makanan khas Korea itu. Makanan yang selalu dipesan putrinya.

"Minum larutan ini." Ujar laki-laki itu seraya memberikan gelasnya.

Ilyana meminum sedikit demi sedikit. Kelegaan pada tenggorokannya dan hidungnya. Akan tetapi kelegaan itu berakhir saat tangan laki-laki itu menghapus peluh di wajah Ilyana dengan tisu.

"Lain kali... hati-hati kalau makan ramen."

*****

"Kantornya yang itu?"

ILyana mengangguk akan pertanyaan laki-laki di sampingnya. Ya, Dia menawarkan untuk mengantar dirinya dan Nana. Ilyana sudah menolaknya. Karena ia tidak ingin ada balas budi. Terlebih peristiwa tadi di resto.

Kendaraan berhenti di area utama gedung. Nana memutuskan untuk keluar terlebih dahulu.

"Terima kasih Bang Riva. Bu, Nana duluan ya."

"Sama-sama Mba Nana."

Kini giliran Ilyana hendak membuka pintu depan. Tetapi ia terkejut saat penggelangan kanannya di pegang laki-laki itu.

"Terima kasih sudah menemani makan siang saya."

Ilyana bermaksud menangkap ucapan laki-laki yang sudah mentraktirnya makan siang. Dengan menatap mata laki-laki itu, Ilyana pun berkata,

"Saya dan Nana juga mengucapkan terima kasih. Karena sudah membuat kami tidak mengantre lama dan mengantarkan ke sini. Sepertinya ini sudah impas. Kita tidak saling berhutang budi." Ucap Ilyana seraya membuka pintu dan berjalan menuju area gedung.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Where stories live. Discover now