Enam Empat

29 8 0
                                    

Ia menunggu panggilan sang suami seperti biasanya. Panggilan untuk mengecek keadaan anak-anak. Namun hingga pukul sepuluh malam tak ada satupun panggilan dari Rivali. Bahkan percakapan penghantar tidur pun tak terjadi. Hati Ilyana mulai cemas.

Betapa terkejutnya saat menghubungi sang suami. Suara perempuan lah yang mengangkatkan. Ia pun mematikan kembali lalu mengecek kembali nomor tersebut. Sepertinya itu adalah milik suaminya. Dihubungi kembali, lagi-lagi suara perempuan yang mengangkat nomor pribadi suaminya.

Tanpa berkata apapun, Ilyana segera mematikan gawainya. Hati. Pikiran. Perasaan. Bercampur aduk. Entah apa yang terjadi di sana. Ilyana mencoba berpikir jernih. Namun hal itu gagal dilakukan.

Seakan-akan mimpi selama ini terjawab.

Kegelisahan beberapa minggu ini benar adanya.

Dengan derai air mata Ilyana duduk seorang diri di ranjangnya. Sebisa mungkin ia menahan isak tangisnya. Meskipun kamar miliknya kedap suara namun ia pun tak ingin kepedihannya di dengar penghuni kamar.

Entah berapa lama ia larut dalam kekecawaan. Hingga ia memutuskan membasuh mukanya di kamar mandi. Pantulan wajah dengan mata yang membengkak. Sungguh penampilan sangat menyedihkan.

Bayangan suara lembut perempuan itu terngiang-ngiang.

Ilyana melihat keseluruhan dirinya dalam kaca kamar mandi yang memantul. Di saat itu... terlihat usianya yang tidak muda lagi. Terlebih setelah melahirkan bobot tubuhnya naik. Ditambah dengan ukuran tinggi badan yang tidak tinggi. Membuat dirinya aneh.

Jika dibandingkan dengan suami yang jauh lebih muda darinya. Bahkan untuk ukuran laki-laki yang sudah menikah, suaminya tak terlihat. Ilyana mengakui jika Rivali adalah pria dengan penuh pesona. Pasti perempuan di luar sana mudah tertarik akan ketampanannya.

*****

Suara tawa ketiga jagoannya yang sedang menikmati air kolam bersama ketiga susternya mengalihkan lamunan Ilyana. Mengalihkan pandangan ke gawai di tangannya. Namun seketika kecewa terlihat dari matanya. Tak ingin siapapun mengetahui tangisan semalam, ia memilih menggunakan kacamata. Walaupun tak menghilangkan namun dapat menyamarkannya.

Ia pun berjalan menuju kolam lalu mengabadikan keceriaan si kembar saat bermain air. Setelah dirasa cukup ia pun mengarsipkan foto-foto itu tanpa bermaksud mengirimkan ke seseorang.

"Bu.... Dede langsung dimandiin aja ya. Udah satu jam."

Ilyana melihat gadis berkerudung dengan Keenan di gendongannya. Lalu ia pun mengangguk. Jika seperti biasanya dirinya yang memandikannya. Namun pagi ini tubuhnya tidak fit. Sehingga ia mempercayai suster anak-anaknya untuk banyak terlibat.

"Semua mandiin ya Sit."

Gadis itu mengiyakan lalu mendekat kepada dua teman lainnya agar melakukan hal yang sama dengannya. Setelah semua meninggalkan area kolam renang, Ilyana pun memilih memasuki kamar untuk beristirahat.

*****

Ilyana berjalan bersama Mama dengan tergesa-gesa. Seraya bergandengan mereka menyusuri koridor rumah sakit. Hingga menemukan ruangan yang dimaksud.

Dengan segera Mama masuk terlebih dahulu. Ilyana yang menyusul di belakangnya hampir menabrak Mama.

"Loh Mah kenapa?" tanyanya kebingungan.

"Kita salah kamar Ily. Ayooo.... "

Tanpa berkata dirinya mengikuti ajakan Mama keluar ruangan. Apakah karena tergesa-gesa ataukah pesan yang mengabarkan suami tiba-tiba masuk rumah sakit ini. Entahlah Ilyana tidak dapat mencernanya. Terlebih kondisi sedang tidak fit.

"Tanteee Rani."

Ilyana merasakan Mama berhenti berjalan saat mendengar suara perempuan dari arah belakang memanggil nama yang dikenalnya. Namun tak ada pergerakan.

"Tante. Ini Raisya."

Kali ini Ilyana lah yang menoleh ke sumber suara. Seketika tubuhnya membeku melihat apa yang ada di hadapannya. Perempuan itu... Hingga gelap menjemputnya.

*****

Ilyana tak bersuara sedikit pun. Bahkan saat menyuapi dan mengelap tubuh suaminya, ia tetap mengunci mulutnya. Tak ingin Ilyana ribut saat ini. Terlebih sang suami menurut dokter terkena typus yang cukup berat dan disarankan untuk tidak bangun dari ranjang selama tiga hari. Alias bedrest total.

"Ay... bicaralah."

Tangan panas laki-laki itu  yang menahan pergelangannya perlahan disingkirkan.

"Tidurlah."

Setelah menyuruh laki-laki itu beristirahat. Ia pun berjalan ke sudut ruangan dan meletakkan  alat makan yang sudah kosong di meja. Ilyana tau jika suaminya masih menatap, ia pun memilih menuju kamar mandi.

Di sana lah airmata jatuh. Sesak dan kesedihannya tak terelakan. Tak terbayang mimpi buruk kini benar-benar terjadi. Orang ketiga dalam pernikahan telah hadir. Bahkan perempuan itu hadir di hadapannya. Bukan sekedar cantik tetapi perempuan itu terlihat menarik dan jauh lebih muda.

Tangan perempuan itu mengenggam erat punggung tangan suami yang tertusuk jarum. Memperlihatkan kecemasan yang tak biasa pada seseorang yang dikasihinya.

******

Bersambung 

Love (Selesai)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن