Tiga Lima

33 9 0
                                    

Rivali menutupi panas di kepalanya dengan helm proyek. Keringat di wajah dan tubuh hampir membasahi kemeja hitam yang dipakainya. Tak lama suara yang menandakan para pekerja untuk beristirahat pun berbunyi. Rivali pun memilih menuju bilik kerjanya.

Ia meletakkan helm berwarna kuning itu di tempatnya. Lalu berjalan menuju toilet untuk membersihkan diri. Tidak sampai sepuluh menit, aktivitas di toilet selesai. Langkahnya berhenti di meja kerjanya. Makan siang sudah tersaji di sana.

Di saat hendak membuka kotak makan itu, lampu penanda di gawainya menyala. Sebuah pesan singkat terlihat di sana.

Jangan lupa makan ya

Rivali tersenyum membaca pesan dari Ilyana. Ia pun membalas pesan itu dengan cepat.

Terima kasih Sayang.... Kamu juga makan ya. Maaf baru membukanya.

Berjauhan dengan orang-orang yang disayang membuat Rivali semakin bersemangat bekerja. Bahkan hatinya sering kali menghangat menerima pesan dari 'kekasihnya".

Ia ingat betul saat tiga bulan lalu menikmati momen berdua dengan Ilyana. Terlebih dirinya menyatakan keseriusan meminang perempuan itu. Saat itu hatinya semakin mantap. Walaupun kata IYA belum tercetus dari bibir merah Ilyana. Baginya ia tidak ingin memaksakan keinginan. Memang mungkin lamaran terkesan terlalu cepat menginggat baru tiga bulanan mereka berhubungan. Ia pun menyadari kegundahaan Ilyana dengan perbedaan usia mereka. Biarlah dirinya yang mengalah dan memberikan waktu untuk Ilyana. Biar ia juga yang berjuang meyakinkan kekasihnya. Bahwa perempuan itu teramat istimewa bagi seorang Rivali Ravendra.

****

Kini Rivali sudah berada di rumah yang disewakan selama berada di Bali. Sudah hampir satu bulan ini menempati rumah asri ini. Rumah dengan tiga kamar di dalamnya. Meskipun hanya untuk tidur ia berada di sini. Tetapi setiap pagi selalu ada Mbo Gi yang membantu membersihkan rumah dan keperluannya tiap hari.

Jam di gawainya menunjukkan pukul 20.00. Namun Rivali masih merapihkan laporan perkembangan. Di meja kerjanya yang besar tumpukan kertas terlihat. Laptopnya juga diaktifikan.

Ting

Sebuah pesan masuk ke benda yang tergeletak di meja.

Om Ali... KITA VC ya....

Rivali pun segera mengirimkan balasan kepada Sisi.

Iya. Pakai skype aja

Tak lama percakapan itu terlihat pada layar besar. Rivali melihat wajah Sisi yang bahagia. Maklum saja, hampir tiga bulan mereka hanya tertemu suara. Dirinya mengakui berada di rumah selepas jam 9 malam. Tentu saja, gadis kecil itu sudah tidur.

"Om Ali... Sisi boleh ga inap di rumah Oma? Karena Bunda harus ke Bali. Kalau di rumah sepi hanya ada Bibi aja."

Rivali mengangguk. Wajah gembira Sisi atas jawabannya menjadi obat lelahnya. Walaupun ia melihat Ilyana memberikan kode ketidaksetujuan atas ucapan Sisi.

"Tuh Bun.... Om Ali aja senang. Bunda jangan khawatir ya." Terlihat Sisi meyakinkan Bundanya.

"Oke. Nanti Om bilang ke Oma ya. Pasti Oma dan si kembar senang ketemu Sisi. Biar Sisi dijemput." Ujarnya.

"Terima kasih Om.... Sisi udahan ya. Udah ngantuk. Om obrol sama Bunda aja."

Rivali pun mengucapkan selamat tidur kepada gadis ceria itu sebelum Sisi berlalu dari pandangannya. Kini tersisa dirinya dan Ilyana.

"Kenapa sih, kamu izinin semua ucapan Sisi?"

Tatapan Ilyana begitu tajam kepadanya. Ia tau jika perempuan itu tidak ingin putri satu satunya begitu dimanja. Namun Rivali berpikir. Sisi akan kesepian karena tidak ada Ilyana dan sang Mama juga senang jika gadis kecil itu menginap di rumahnya.

"Kenapa malah diam. Bukan jawab." Wajah kesal Ilyana terlihat jelas pada layar laptop miliknya. Bagi dirinya ekpresi itu membuatnya semakin jatuh cinta.

"Lelah aku hilang. Melihat kamu."

Rivali melihat mata Ilyana membelalak mendengar apa yang baru saja dikatakannya.

"Ali ga lucu. Aku serius! Aku matiin nih."

Terlihat Ilyana kesal akan dirinya. Bibir mungil itu cemberut. Untung saja Ilyana tidak ada dihadapannya.

"Sayang... kasihan Sisi jika sendirian di rumah. Mama dan orang rumah pasti senang Sisi menginap di sana. Oya.... Aku baru tau hari ini kalau Kamu mau ke Bali. Kapan berangkatnya?"

Rivali melihat Ilyana terkejut dengan kalimat terakhir yang diucapkannya. Pasal perempuan itu tidak memberitahukan tentang dinas luar. Memang tidak ada alasan dirinya melarang Ilyana. Bahkan dirinya bahagia dapat bersua kembali dengan perempuan itu.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang