Dua Sembilan

35 9 0
                                    

Hei....

Teriakan Ilyana pembahana. Betapa tidak dirinya terkejut saat mendapati laki-laki itu dengan kepala yang keluar dari ranjang. Seakan-akan ingin mengambil sesuatu dari tas yang terletak di karpet.

"Apa yang mau diambil?" tanyanya.

"Bisa tolong ambilkan pakaian. Saya mau membersihkan tubuh."

Kalimat terucap dari laki-laki itu. Ilyana pun membuka tas dan mengambil pakaian yang diminta. Lalu menyerahkannya..

"Mau kemana?" ujar Ilyana yang melihat tubuh di depannya mencoba bangun dari posisinya sekarang.

Namun.... Saat kaki itu berdiri tegak. Tubuhnya limbung. Ilyana yang berdiri dekat menahan untuk tidak jatuh. Untung saja dirinya sedang fokus dengan aktivitas laki-laki itu jika tidak bisa saja mereka jatuh bersama.

Ilyana benar-benar kesulitan menahan tubuh tinggi besar itu. Maklum saja dengan berat badan 45 kg dan tinggi 155 cm tentu tidak berbanding lurus. Perlahan, ia mengarahkan kembali laki-laki itu ke ranjang. Namun bersamaan itu, Ilyana juga harus mengendalikan detak jantungnya. Pasalnya tubuh mereka berdekatan dengan posisi Ilyana memeluk dada laki-laki itu. Baginya tidak ada pilihan lain.

Dengan cucuran keringat, Ilyana berhasil membawa laki-laki itu mencapai ranjang. Kaos yang dikenakan Ilyana pun ikutan basah.

"Ganti saja di sini. Biar saya siapkan air untuk membasuh."

Ilyana pun menuju luar kamar. Ia berjalan mencari Bi Nah. Untuk meminta disiapkan wadah yang berisi air hangat serta handuk kecil. Setelah itu ia kembali lagi menuju kamar dan berjalan menuju walkingcloset. Diambilnya pakaian bersih untuk menggantikan kaos basahnya.

*****

Menjelang jam delapan malam, Ilyana terpaksa mengizinkan laki-laki itu untuk pulang ke apartemennya. Padahal suhu tubuhnya masih di atas normal. Ilyana tidak punya hak untuk melarangnya.

Seperti saat ini, ia melihat laki-laki itu berjalan menuju kendaraannya. Walaupun langkahnya terlihat tidak segagah biasanya.

"Bun... kasihan Om Ali."

Suara Sisi menginterupsi pandangannya. Kini kendaraan itu berjalan menuju gerbang yang terbuka. Mata Ilyana tak lepas melihat hingga kendaraan hilang di kegelapan malam.

Ilyana dan Sisi kembali memasuki rumah. Saat memasuki ruang tengah, didapati Bi Nah yang membawa keranjang pakaian.

"Neng... semuanya sudah Bibi ganti."

"Terima kasih Bi." Ujarnya.

"Sisi mau tidur sama Bunda lagi?" tawar Ilyana seraya memegang tengkuknya.

Ia melihat putrinya menggeleng. Setelah mencium Sisi, Ilyana memilih memasuki kamarnya. Sungguh baru sekarang ia merasakan tubuhnya sangat letih. Seperti biasa, ia membersihkan dahulu wajah, tangan, dan kakinya sebelum menaiki ranjangnya.

Lanjutnya, Ilyana merebahkan tubuhnya. Ia berusaha memejamkan matanya. Samar namun jelas, hidungnya mencium aroma maskulin laki-laki itu. Ia meneliti dengan saksama adakah barang yang tertinggal di kamarnya. Usahanya tidak membuahkan hasil. Nihil.....

Ilyana pun memutuskan untuk menaiki ranjangnya kembali. Aroma khas itu kembali masuk ke aliran darahnya. Hingga bermuara di otaknya. Ia menciumi bantal, guling, sprei, dan selimut di ranjangnya. Tidak satupun memiliki wangi yang sama dengan laki-laki itu. Terlebih Bi Nah sudah mengganti semua yang ada di ranjangnya.

Kantuk dan lelah membuat Ilyana mengabaikan masalah di atas. Ia benar-benar membutuhkan istirahat. Terlebih esok dirinya harus pagi-pagi sekali ke kantor karena akan menghadiri rapat dengan para pemilik saham. Entah mengapa Ilyana menghirup perlahan aroma 'gaib' di kamarnya. Hingga membuatnya tersenyum.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Where stories live. Discover now