Tiga Delapan

43 11 0
                                    

Ilyana keluar dari kamarnya. Hari ini ia akan meninjau proyek milik perusahaan. Ia terkejut saat mendapati setangkai mawar dan sarapan pagi kesukaannya di meja makan. Padahal seingatnya di kamar tidak ada makanan sperti itu.

Pagi Bu..

Suara Nana membuat Ilyana menoleh. Ia pun menanyakan perihal sarapan pagi.

"Pa Ali yang menyiapkannya Bu." Ujar Nana.

Hahhhh...

Keterkejutan Ilyana bertambah saat Nana menceritakan kronologis saat ia tidur dalam pelukan Rivali. Ilyana berusaha mengingat. Sekitar pukul dua belas malam mereka memutuskan meninggalkan pantai. Ia tau, kantuknya tidak berkompromi saat Rivali mengantarkannya pulang. Selebihnya ia tidak dapat menginggatnya lagi.

Kebingungan Ilyana diinterupsi oleh suara telepon. Ia melihat Nana mengangkatnya. Mendengar jawaban Nana, ia sudah tau siapa yang menghubunginya.

"Bu, kata Pak Rino. Tiga puluh menit lagi ditunggu di lobi. Saya ke bawah dulu, Bu."

Ilyana bermaksud menghentikan langkah Nana namun ia tidak melakukannya. Karena sekretarisnya itu terbiasa sarapan dengan nasi bukan sereall gandum rendah kalori dan karbohidrat sepertinya. Setelah Nana menghilang dari kamar, Ilyana segera duduk pada meja makan berbentuk minibar.

Sayang....

Sarapan yang banyak ya. Semoga aktifitas hari ini lancar. Maaf tidak pamit. Tidur Kamu nyenyak banget.

With love Ali

Setelah membaca pesan pada kertas yang disenderkan di gelas panjang. Ilyana mencium mawar itu dengan perlahan. Senyumnya mengembang. Perlahan aroma parfum laki-laki itu menempel erat pada kelopak mawar. Membuat desiran darah bergejolak.

Terima kasih. Aku lagi sarapan. Kamu juga jangan lupa makan.

Tanpa menunggu balasan, Ilyana segera menuangkan susu ke dalam mangkok sereal. Suapan pertama dirasakan hambar. Ia mencoba kembali. Kali ini perut sepertinya tidak siap menerima makanan. Diambilnya segelas air untuk menetralkan perutnya yang tidak bersahabat. Saat bersamaan Sisi menelponnya. Hatinya kembali bahagia mendengar putri kesayangannya akan ke sekolah dengan diantar Tante Rania.

*****

Kunjungan hari ini, Ilyana sengaja memakai kemeja putih yang pas dengan tubuh mungilnya. Dipadu dengan celana bahan berwarna biru. Tak lupa sepatu platshoes dipilihnya.

Perjalanan cukup jauh meninggalkan kota Denpasar. Sepanjang jalan Ilyana menikmati suasana. Pantai yang indah. Hamparan sawah. Menjadi keasikannya sendiri.

Sekitar jam sepuluh, Ilyana dan rombongan tiba di lokasi. Terlihat bangunan kokoh bergaya Eropa. Sekitar gedung itu tidak Nampak pusat perekonomian. Hanya ada rumah penduduk lokal. Namun pemandangan di sekitar sangatlah menarik.

"Selamat datang Mr. Rino."

Suara itu membuat Ilyana menoleh. Terlihat Bos sedang bersalaman dengan pria di hadapannya.

"Ga usah terlalu formal, Brader."

"Kawan sih kawan. Tapi saat ini posisi Anda, adalah pemilik perusahaan. Pemegang saham tertinggi."

Gelak tawa terlihat dari dua pria yang asik bercakap cakap. Ilyana terkejut saat mengetahui kalimat dan gesture Bos angkuhnya. Pasalnya ekspresi itu baru kali pertamanya dilihat. Sikap yang bertolak belakang saat berada di perusahaan.

Halo, Saya Aditya

Pria itu kini mengulurkan tangan ke arahnya. Ilyana pun membalasnya dengan menyebutkan namanya. Sama halnya dengan Nana.

Ilyana berjalan bersama Nana. Bosnya berjalan lebih dahulu memasuki bangunan. Langkah mereka terhenti di sebuah pintu yang bertuliskan office. Aditya membukakan pintu, Bos Rino masuk terlebih dahulu namun sebuah panggilan telepon membuat pria itu mengurungkan langkahnya.

Aditya mempersilahkan dirinya dan Nana untuk masuk terlebih dahulu. Sedangkan pria itu memilih berbicara dengan laki-laki muda.

Oppss... Sori

Suara keras Ilyana terlontar saat melihat dua orang berlawanan jenis dalam posisi yang tidak pantas dilihat. Bukan hanya itu, Ilyana juga terkejut saat melihat siapa laki-laki yang duduk di kursi itu. Jantungnya seakan berhenti. Ilyana menarik napasnya dalam dalam. Mata ditutup dan mencoba membangun konsentrasinya. Ia berharap bukan Rivali yang ada di hadapannya. Namun usaha sia-sia. Terlebih laki-laki yang memberikan mawar kini berjalan mendekat.

"Maaf saya kelamaan, silakan duduk."

Kalimat Aditya membuat Ilyana langkah laki-laki itu terhenti. Dengan cepat ia duduk ditemani Nana.

"Bu... "

Bisikan Nana serta tatapan menguatkan membuat Ilyana mengontrol emosinya. Ilyana dengan anggukan menjawab kecemasan yang tampak pada wajah sekretarisnya.

"Bu Ilyana."

Panggilan itu membuat Ilyana dan Nana menoleh. Terlihat Aditya dan dua orang yang membuat kegundahan hatinya berdiri di hadapannya. Sontak Ilyana dan Nana berdiri.

"Ini adalah Rivali, teman sekaligus perancang dan pengeksekusi hotel ini. Dan Li, Bu Ilyana adalah analisis keuangan Mr. Punaji."

Rivali mengulurkan salam perkenalan. Mau tidak mau Ilyana membalasnya.

"Kalo ini Aline, yang akan mendesain interior." Ujar Aditya.

"Selamat datang Bu Ilyana... "

Senyum mengembang perempuan itu seraya bersalaman dengannya. Ilyana menaksir jika Aline berusia muda. Wajah cantik oriental dengan rambut curlynya sepunggung. Tubuh perempuan itu juga porposional.

"Terima kasih, senang berkenalan dengan Aline." Ungkap Ilyna.

*****

Ilyana melayangkan pandangannya ke sembarang. Ini yang ia lakukan saat Rivali menatapnya. Bukan hanya itu, Ilyana juga berkali-kali menghindar. Sungguh keadaan ini membuat Ilyana tidak terlalu fokus terhadap ucapan-ucapan Bosnya. Untung saja Nana dengan sigap mencatatkan semuanya. Ia tidak ingin profesionalitas dalam bekerja terganggu.

Bahkan saat makan siang. Ilyana memilih untuk keluar ruangan dan menghubungi putrinya. Untung saja Sisi sudah pulang sekolah. Sehingga ada alasan untuk menghindar. Ia tidak ingin laki-laki itu duduk bersama di meja. Entah berapa lama Ilyana berkomunikasi hingga Nana mengatakan Bos mencarinya.

Kini Ilyana dan lainnya berada dalam lift. Ilyana berdiri di belakang Bosnya. Tak lupa menarik Nana untuk berdiri menghalangi laki-laki itu secara langsung. Ia bersyukur tidak ada yang curiga dengan sikapnya.

"Dit, gue ga mampir ke kantor. Langsung balik ke hotel. Lusa gue ke Jakarta. Kalo ada yang mau diobrolin hubungi gue."

Suara Bos Rino menggema. Ia bersyukur kunjungan usai. Hingga lift berhenti di lantai dasar. Aditya dan bosnya berjalan terlebih dahulu. Terlihat Rivali dan ALine keluar selanjutnya. Nana memilih keluar terlebih dahulu disusul Ilyana.

Ilyana yang baru saja keluar lift terkejut saat mendapati tangannya seperti ada yang menariknya.

"Sayang... "

Sontak ia menoleh. Terlihat Rivali menatapnya dengan kekhawatiran.

"LEPASIN!"

Entah kekuatan dari mana, Ilyana mampu melepaskan tangan Rivali dari lengannya. Seraya berlari menjauh, ia merasakan tubuhnya tidak enak.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Onde histórias criam vida. Descubra agora