Sebelas

35 12 0
                                    

Rivali menikmati libur kuliah, dengan berkumpul bersama keluarga. Mama yang hobi masak membuatnya betah di rumah. Terlebih dua anak kembar mainan dirinya semakin lucu saja.

"Ali, jadi kapan jadwal sidangnya?"

Ia mengalihkan pandangan kepada perempuan yang sedang menatapnya penuh sayang.

"Bulan depan, Mah. Doakan lancar ya." Ujarnya.

"Doa Mama ga pernah putus. Semoga Ali selalu sukses dan diberikan kesehatan, juga keberkahan dunia akhirat." Ujar Mama.

"Aaaamiiiin. Ali mau Mama tetap dan selalu sehat. Menemani Ali, kakak, si kembar, dan juga anak-anak Ali." Balasnya.

"Oya.... Resto barunya bagaimana? Mama belum sempat ke sana. Kata kakakmu bulan depan launcing?" Tanya mama.

"Iya.... Mama mau ikut Ali ke sana ... sore ini. Kebetulan furniture akan datang. Dan Ali mau mengecek."

"Kalau sore ini ga bisa Li, bi Surti akan mudik dulu. Menengok keluarganya. Mungkin satu mingguan. Hanya ada Parti. Mama ga tega kalo Parti kerepotan menjaga mereka walaupun ada Mominya."

"Oke... pokoknya kalau Mama mau ke sana bilang Ali aja ya."

*****

"Mah.... Ali jalan dulu ya. "

"Iya." Ucap Mama.

"Wihhhh..... ganteng. Mau kemane adek gue nih?" ucap Rifana yang muncul di belakang dirinya.

"Baru tau Lo, gue ganteng? Kemana aja?" balasnya.

"Dihhhh.... " ucap Rifana tak mau kalah.

"Sudah... Ali, berangkat aja. Nanti ke buru magrib. Jangan ngebut. Apalagi kamu pakai motor." Lerai Mama.

Rivali mencium tangan Mamanya. Dan meminta izin. Setelah itu, ia menuju motornya yang terpakir. Helm kesayangannya segera dikenakan. Tak lama ia pun meninggalkan rumah berlantai empat itu.

Cuaca kali ini cukup cerah. Jalanan ibukota lumayan ramai. Dirinya membutuhkan waktu 45 menit untuk sampai di resto barunya. Saat memasuki jalanan menuju restonya.... Situasi padat. Maklum saja resto barunya terletak di daerah 'gaul' sehingga banyak café, resto, atau warung santai bertebaran. Ditambah hari ini adalah harinya anak muda, alias malam minggu.

Motornya di parkir. Rivali menuju area dalam restonya. Nampak kesibukan para pekerja.

"Sudah datang semua?" Tanyanya kepada dua orang laki-laki yang menyambutnya.

"Udah Bang, Saya udah cek. Kalo Abang cek lagi silakan. Ini datanya?" ujar salah satu.

Rivali menerima berkas. Ia pun mengecek satu persatu. Saat menjelang Magrib, ia sudah menuntaskan pekerjaannya.

"Oke, kita salat magrib dulu. Setelah itu, kita kumpul sebentar." Ujarnya.

*****

19.00

Rivali berpikir sejenak. Entah apa yang membuatnya berhenti di depan rumah yang ia kunjungi saat hujan.

Selepas briefing dengan karyawannya, ia memutuskan untuk pulang. Di saat itu laju motor singgah di sebuah café. Dorongan apa yang membuatnya memasuki ruangan bernuansa merah. Mata legamnya menelusuri satu per satu cake dan pastry. Setelah menemukan yang dicarinya, ia pun bergegas meninggalkan gedung. Hingga langkahnya BERHENTI di suatu tempat.

Pikirannya sadar saat gawai yang diletakkan di jaket berbunyi. Panggilan masuk tanpa nama. Rivali menerima panggilan itu.

"Halo, Ass.... Waalaikumsalam" ujarnya.

....

"Ga apa-apa. Bunda sudah sehat? Oya Sisi dan Bunda ada di rumah? Kebetulan Om Ali di depan gerbang."

.....

Gawainya mati. Tidak ada suara sang penelpon. Namun tak lama pintu kecil pagar terbuka. Sisi menyambutnya dan mempersilakan masuk. Bukan hanya Sisi yang menatapnya ada perempuan lain yang ikut memperhatikan dirinya. Bahkan dengan tatapan yang penuh curiga.

Rivali melihat Sisi memeluk tubuh perempuan itu yang membawanya ke dalam rumah. Hingga mereka berhenti di ruang tengah. Sisi mempersilakan duduk dan menyiapkan minuman.

"Bunda sudah sehat. Syukurlah.... " ujarnya saat beradu pandang dengan perempuan di hadapannya.

"Ehhh... " bibir perempuan itu terbuka.

Saat bersamaan dari pantry muncul Sisi membawa minuman. Rivali mendengar penuturan Sisi tentang dirinya yang telah menolong Bundanya. Rivali menyukai karakter Sisi yang hangat. Memang berbanding terbalik dengan perempuan yang sedang dipeluknya.

Terlebih saat mata gadis kecil itu menikmati potongan cake yang dibawanya. Rivali bersyukur jika Sisi menyukainya.

Suasana hening terjadi saat Sisi minta izin ke kamarnya. Tinggalah dirinya dan perempuan itu.

Tolong jauhi Sisi, ia masih kecil

"Maksudnya? " ucap Rivali mendengar kalimat yang terlontar dari bibir perempuan itu.

"Seperti Bunda salah paham. Saya..... "

Rivali tidak meneruskan kalimatnya. Karena gawainya berbunyi nampak nama Jono di layarnya. Merasa tidak enak, dirinya mengirimkan pesan kepada penelpon itu. Ia tidak ingin dianggap tidak sopan menerima panggilan masuk saat bertamu.

Ia pun bangun dari duduknya dan pamit. Ia akan kembali lagi ke restonya. Ada hal yang mendesak. Rivali berjalan cepat menuju area depan rumah. Namun ia menghentikan langkahnya dan berbalik arah. Hasilnya dadanya membentur kepala perempuan itu. Hingga suara mengaduh terdengar.

Melihat itu, Rivali segera menyentuh kening yang tertutup poni. Ia mengecek adakah memar. Maklum saja, dirinya sering fitness hingga dada dan perutnya lumayan keras. Di saat itulah matanya bertemu dengan mata hazel perempuan berambut sebahu itu. I N D A H.

Rasanya Rivali nyaman dengan keindahan itu.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora